Kontroversi Gambar Makhluk Bernyawa. Kajian oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA, Direktur Turats Nabawi Pusat Studi Hadits, Sidoarjo.
PWMU.CO – Seorang mahasiswa pascasarjana saya mengabari bahwa kakaknya—yang tokoh Salafi—hendak mengingatkan saya terkait buletin Baitul Izzah yang banyak memuat artikel saya.
Akhirnya dia memberi nomor WhatsApp saya dan tokoh Salafi itu menegur saya: “Kenapa pada buletin itu banyak diwarnai dengan gambar bernyawa, padahal ustadz dikenal pakar hadits?”
Hari Senin, Selasa, dan Rabu saya balik bertanya: “Mahluk Allah apa yang tidak bernyawa?”
Saya bertanya seperti itu dengan berharap agar ia tidak hanya pandai menyalahkan orang lain, tetapi seharusnya memberi solusi yang terbaik.
Ia tidak menjawabnya. Namun, hari Jumat berikutnya ketika kuliah, adiknya mengabari bahwa kakaknya telah wafat. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Bagaimana sebenarnya kontroversi gambar makhluk bernyawa itu?
Hadits Memahat atau Melukis (Taswir)
Taswir yang dikutuk Rasulullah SAW dapat dimaknai memahat, hasilnya berupa patung dan sejenisnya, atau dimaknai menggambar, hasilnya berupa lukisan. Beberapa hadits yang dijadikan argumentasi larangan memajang lukisan dan pahatan adalah sebagai berikut:
Hadits Abdullah bin Mas‘ud
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
Dinarasikan Abdullah bin Mas’ud RA Rasulullah SAW bersabda: Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang pahat atau lukis. (HR Bukhari: 5607; Muslim: 2109; Ahmad: 3558)
Hadits Ibn Mas’ud lainnya:
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ قَتَلَهُ نَبِيٌّ, أَوْ قَتَلَ نَبِيًّا, وَإِمَامُ ضَلَالَةٍ, وَمُمَثِّلٌ مِنْ الْمُمَثِّلِينَ
Dinarasikan Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda: Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat adalah yang dibunuh Nabi, yang membunuh Nabi, pemimpin kesesatan, dan tukang pahat atau gambar. (HR Ahmad: 3868).
Hadits-hadits ini sifatnya mutlak, mencakup semua pahatan atau semua lukisan. Apakah ada unsur teologisnya atau tidak. Apakah bernyawa atau tidak.
Namun akhirnya ditemukan taqyid-nya, yakni pahatan atau lukisan yang memiliki ‘ruh’. Yaitu hadits berikut ini:
Hadits Aisyah
وَعَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رضي الله عنها قَالَتْ: (اشْتَرَيْتُ نُمْرُقَةً فِيهَا تَصَاوِيرُ، فَلَمَّا رَآهَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَامَ عَلَى الْبَابِ فَلَمْ يَدْخُلْهُ, قَالَتْ: فَعَرَفْتُ فِي وَجْهِهِ الْكَرَاهِيَةَ, فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَتُوبُ إِلَى اللهِ وَإِلَى رَسُولِهِ, مَاذَا أَذْنَبْتُ؟) (فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَا بَالُ هَذِهِ الْوِسَادَةِ؟) (قُلْتُ: اشْتَرَيْتُهَا لَكَ لِتَقْعُدَ عَلَيْهَا وَتَوَسَّدَهَا) (فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ الَّذِينَ يَصْنَعُونَهَا يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ) (وَقَالَ: إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ, لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ )
Aisyah RA berkata: ‘Aku membeli kain yang ada motif gambar-gambar.’ Ketika Nabi SAW menyaksikannya, beliau berdiri di pintu dan tidak mau masuk. Aisyah berkata: ‘Aku saksikan keengganan pada wajah beliau (terhadap kain yang bergambar itu).’ Lalu aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, aku bertobat kepada Allah dan Rasul-Nya, apa dosaku)’.
(Nabi SAW bersabda: ‘Kain apa ini’) (Aisyah menjawab: ‘Aku beli untuk hamparan tempat duduk tuan) (Maka Nabi SAW. bersabda: ‘Sesungguhnya pemiliknya yang melakukannya kelak akan disiksa di hari kiamat. Kepada mereka dikatakan: ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan) (Sesungguhnya rumah yang terdapat gambar padanya tidak akan dimasuki malaikat).” (HR Bukhari: 1999, 3052, 4886, 5616; Muslim: 2107; Nasai: 5361, 5362; Ahmad: 2655, 8928)
Hadits Ibnu Abbas
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ صَوَّرَ صُورَةً, عُذِّبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
Dinarasikan Ibnu Abbas RA: Rasulullah SAW bersabda: ‘Barangsiapa yang di dunia pernah menggambar (melukis) sesuatu, ia akan dituntut untuk meniupkan ruh padanya di hari kiamat, dan ia tidak akan bisa melakukannya.’ (HR Bukhari: 5618, 6635; Tirmidzi: 1751; Nasai: 5360; Ahmad: 1866, 10556.)
Dari paparan hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa tidak semua hasil pahatan atau lukisan diharamkan. Yang dikutuk jika ada unsur ‘ruh’-nya. Adapun unsur lain yang ditawarkan oleh sebagian ulama karena ada indikasi penyerupaan dengan ciptaan Allah, maka perlu ditinjau kembali. Mengingat ditemukan hadits-hadits bolehnya melukis pepohonan dan sebagainya. Dan tidak disangsikan semua itu juga mahluk Allah SWT.
Mahluk yang Ber-‘Ruh’
Akar masalahnya adalah memahami mahluk yang memiliki ‘ruh’. Jika dimaksudkan mahluk yang bernyawa, maka semua mahluk Allah termasuk tumbah-tumbuhan pasti bernyawa. Bahkan semua mahluk termasuk gunung, pepohonan, dan lainnya bertasbih kepada-Nya. Walaupun kita tidak mengetahui bagaimana cara tasbih mereka.
Itulah sebabnya kita boleh menggambar manusia asalkan wajahnya tertutupi sedemikian rupa, sehingga gambar itu tidak ada aspek teologisnya yang membawa pengkultusannya.
Hal ini dipertajam dengan hadits Nabi SAW:
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: الصُّورَةُ الرَّأسُ، فَإِذَا قُطِعَ الرَّأسُ فلَا صُورَةَ
Dinarasikan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW. bersabda: Hakikat lukisan pada kepalanya, jika dihilangkan maka tidak lagi dinamakan lukisan. (HR Abu Bakar Ismaili dalam Mu’jam Asami Syuyukh: 298. Periksa Shahihah: 1921)
Jika Ada Unsur Pengkultusan
Berbeda jika sebuah lukisan manusia leluhur yang diberi dupa dan dikalungi bunga sebagaimana yang banyak kita saksikan. Di situlah muncul pengkultusan yang dikutuk dalam agama. Dahulu Muhammadiyah melarang memajang fato para pahlawan, karena konsidi masyarakat yang masih dikawatirkan terjadinya pengkultusan terhadap gambar KH Ahmad Dahlan dan lainnya.
Namun seiring dengan pemahaman umat bahwa gambar itu tidak lebih untuk memberi motivasi agar umat dapat meneladaninya, maka larangan memajang gambar itu telah dianulir.
Ketika saya mendatangi rumah seorang tokoh, di kamar tamunya dipajang foto leluhurnya. Saat saya tanya untuk apa gambar itu dipajang. Ia menjawab, setiap saya memandangnya saya menjadi ingat masa kecil saya. Ia yang membimbing saya hingga seperti ini. Maka tidak henti-hentinya saya mendoakannya.
Ternyata lukisan itu bukan biang pengkultusan, melainkan menjadi media untuk mengingat leluhur dan mendoakannya. Oleh sebab itu kita tidak boleh menilai orang lain dengan kecamata kita, lalu menyalahkannya.
Seperti itu pula pahatan yang dimiliki Aisyah, walaupun pahatan itu berwujud mahluk bernyawa (boneka), namun tidak ada unsur teologisnya. Maka Nabi SAW mengizinkannya. Dan Aisyah pun menyimpannya dengan baik.
Tentang Keris
Sayang tidak ditemukan hadits tentang ‘keris’. Andaikan ada seorang yang mengaku pernah membacanya, maka jelas hadits itu palsu. Karena keris adalah budaya bangsa Indonesia, tidak dikenal di Arab, apalagi pada zaman jahiliyah.
Jika keris itu dimiliki, disimpan dan digunakan untuk sewajarnya, tentu tidak bermasalah. Namun jika diyakini pada keris itu unsur-unsur teologis maka menjadi biang kesyirikan dan tempatnyadi neraka.
Yang mempertajam analisisi di atas, bahwa filosofis mahluk yang memiliki ruh adalah kisah awal kesyirikan anak cucu Adam. Pascawafatnya para kader Nabi Nuh, maka setan mengilhamkan kepada umat untuk memahat patung seperti profil para tokoh mereka yang saleh.
Lalu dijadikan ruh mereka sebagai mediator dalam memohon kepada Allah. Bahkan mereka kultuskan sebagai Tuhan dengan beragam sesajen (penyembelihan kurban). Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas:
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: صَارَتْ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُوحٍ فِي الْعَرَبِ بَعْدُ, أَمَّا وَدٌّ فَكَانَتْ لِكَلْبٍ بِدَوْمَةِ الْجَنْدَلِ, وَأَمَّا سُوَاعٌ فَكَانَتْ لِهُذَيْلٍ, وَأَمَّا يَغُوثُ فَكَانَتْ لِمُرَادٍ, ثُمَّ لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجَوْفِ عِنْدَ سَبَإٍ, وَأَمَّا يَعُوقُ فَكَانَتْ لِهَمْدَانَ, وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِمْيَرَ, لِآلِ ذِي الْكَلَاعِ, أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ, فَلَمَّا هَلَكُوا, أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ: أَنْ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمْ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ, فَفَعَلُوا, فَلَمْ تُعْبَدْ, حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
Ibnu Abbas RA, berkata: ‘Akhirnya bermunculan patung-patung di negeri Arab. Patung Wad milik Bani Kalb di Daumah Jandal. Patung Suwa’ milik Bani Hudzail. Patung Yaguts milik Bani Murad, kemudian dimiliki suku Ghutaif di Juf Saba’. Patung Ya’uq milik suku Hamdan. Patung Nasr milik suku Himyar, keluarga Kala’.
Mereka itulah nama-nama orang saleh pada kaum Nuh. Ketika mereka telah wafat, maka setan mengilhamkan pada mereka untuk memahat patung-patung para tokoh mereka di tempat mereka dan memberi nama-namanya. Lalu mereka melakukannya. Awalnya belum menjadi sesembahan, namun ketika ilmu mereka tercabut, maka patung-patung itu dijadikan sesembahan. (HR Bukhari 4636)
Pengkultusan Patung
Jika pada masa Nabi Nuh modus pengkultusan dirupakan pemahatan patung profil para tokoh, maka pada zaman Nabi Muhammad, setan mengubah modusnya dengan pengkijingan makam orang-orang yang dianggap saleh.
Itulah sebabnya Rasulullah SAW juga mengutuknya, karena dapat menjadi sumber kemusyrikan. Sebagaimana hadits Aisyah:
وَعَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: ذَكَرَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ وَأُمُّ سَلَمَةَ رضي الله عنهما لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ، فَقَالَ: إِنَّ أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ، بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا, وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Aisyah RA berkata: Umu Habibah dan Umu Salamah menyebutkan gereja yang disaksikannya di Habasyah yang dihiasi patung-patung (gambar-gambar). Maka Nabi SAW bersabda: ‘Sesungguhnya pada mereka tatkala ada tokoh yang saleh wafat, maka mereka membangun pada makamnya sebagai tempat persembahan, dan Diposkanmenghiasinya dengan pahatan-pahatan atau gambar itu. Maka mereka itulah seburuk-buruk mahluk di sisi Allah di hari kiamat.’ (HR Bukhari: 417; Muslim: 528; Nasai: 704; Ahmad: 24297)
Umu Habibah, namanya Ramlah binti Abu Sufyan dan Umu Salamah, namanya Hindun binti Abi Umaiyah. Keduanya adalah mantan istri sahabat yang ikut hijrah ke Habasah dan akhirnya keduanya menjadi istri Nabi SAW. Pengalaman mereka disampaikan kepada Nabi menjelang wafatnya, berharap jasad Nabi diperlakukan seperti itu. Maka justru Nabi SAW mengutuk pelakunya.
Dengan demikian larangan memahat patung disebabkan biang teologisnya, maka jika pahatan (boneka Aisyah) hanya untuk media bermain, Rasulullah saw. tidak melarangnya dan tidak mengutuknya, justru beliau merestuinya.
Solusi Gambar yang Diizinkan
Berikut ini solusi Rasulullah dan salafu saleh bagi mereka yang hobi memahat atau melukis, agar menghindari adanya aspek teologis yang menjurus pada kesyirikan atau kemampuan menandingi qodrat Allah SWT.
عَنْ أَبِي زُرْعَةَ قال: (دَخَلْتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه دَارًا بِالْمَدِينَةِ) (تُبْنَى لِمَرْوَانَ، فَرَأَى أَبُو هُرَيْرَةَ مُصَوِّرًا يُصَوِّرُ) (فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: قَالَ اللهُ عز وجل: وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي؟) (فَلْيَخْلُقُوا بَعُوضَةً) (أَوْ لِيَخْلُقُوا ذَرَّةً, أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً, أَوْ لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً )
Abu Zur’ah (Ibnu Amr bin Jarir) berkata: (Aku bersama Abu Hurairah RA memasuki sebuah rumah di Madinah) (yang dipersiapkan untuk tempat singgah khalifah Marwan) (Tiba-tiba Abu Hurairah menyaksikan juru pahat atau juru lukis yang sedang memahat atau melukis) (Maka ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku? Maka buatlah gambar biji, atau bibit tanaman atau gandum. (HR Bukhari: 5609, 7120; Muslim: 2111, 2111; Ahmad: 7513, 9823, 10831)
وَعَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: قَدِمَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ اشْتَرَيْتُ نَمَطًا فِيهِ صُورَةٌ, فَسَتَرْتُهُ عَلَى سَهْوَةِ بَيْتِي, فَلَمَّا دَخَلَ كَرِهَ مَا صَنَعْتُ, وَقَالَ: أَتَسْتُرِينَ الْجُدُرَ يَا عَائِشَةُ؟ فَطَرَحْتُهُ فَقَطَعْتُهُ مِرْفَقَتَيْنِ فَقَدْ رَأَيْتُهُ مُتَّكِئًا عَلَى إِحْدَاهُمَا, وَفِيهَا صُورَةٌ
Hadits Aisyah
Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW pulang dari bepergian, sementara itu aku telah membeli kain yang bermotif gambar yang aku jadikan tabir buat ruang (bilik tempat shalat) di rumah. Ketika Nabi masuk, beliau enggan terhadap apa yang aku lakukan. Sabdanya: Anda yang memberinya tabir wahai Aisyah? Lalu aku melepaskannya dan aku belah menjadi dua bagian. Lalu aku saksikan beliau duduk bertelekan pada sepotong kain itu padahal ada gambarnya. (HR Ahmad: 26146)
وَعَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ قَالَ: (كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبَّاسٍ, إِنِّي إِنْسَانٌ إِنَّمَا مَعِيشَتِي مِنْ صَنْعَةِ يَدِي, وَإِنِّي أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ) (فَأَفْتِنِي فِيهَا, فَقَالَ لَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ: ادْنُ مِنِّي, فَدَنَا مِنْهُ, ثُمَّ قَالَ: ادْنُ مِنِّي, فَدَنَا حَتَّى وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأسِهِ, قَالَ: أُنَبِّئُكَ بِمَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ) (مَنْ صَوَّرَ صُورَةً, فَإِنَّ اللهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ, وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا) (فَيَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا, فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ) (فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ, فَقَالَ لَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَيْحَكَ, إِنْ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَصْنَعَ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ, وَكُلِّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ)
Sa’id bin Abi Hasan berkata: (Aku di sisi Ibnu Abbas. Tiba-tiba seorang menghadap kepadanya dan berkata: Wahai Abu Abbas, pekerjaanku adalah melukis sebagai bekal hidupku. (Maka berilah aku fatwa. Ibnu Abbas berkata: Mendekatlah padaku. Lalu ia pun mendekatinya. Lalu Ibnu Abbas berkata: Mendekatlah lagi padaku, ia pun mendekat lagi sehingga Ibnu Abbas meletakkan tangan pada kepalanya.
Katanya: Aku kabarkan kepadamu apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah SAW beliau bersabda: Semua pulukis di neraka) (Allah menyiksanya hingga ia bisa memberinya nyawa, maka selamanya ia tidak mampu) (maka pada setiap lukisannya yang bernyawa, akan disiksa di neraka) (Lalu orang itu sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi.
Maka Ibnu Abbas berkata: Celaka anda, jika anda tidak bisa meninggalkannya (hobi melukis), maka gambarlah pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak memiliki ruh. (HR Bukhari: 2112; Muslim: 2110; Nasai: 5358; Ahmad: 3394)
Kesimpulan
Kontroversi Gambar Makhluk Bernyawa, saya akan membuat catatan akhir. Di kalangan teman-teman Salafi sendiri terjadi kontroversi tentang pemahaman gambar bernyawa. Ada yang memahami gambarnya harus utuh, ada yang sebagian, ada yang penting tidak tampak kepalanya. Apalagi dalam persoalan gambar hasil dari digital, sampai yang membolehkan beralasan pancaran asli ciptaan Allah, padahal jika pengaturan diafragma dan cuaca tidak tepat saja sudah terjadi reduksi.
Sementara yang lain mengharamkannya secara totalitas. Lalu pendapat siapa yang dinilai benar, sehingga temannya yang lain harus disalahkan?
Ketika mengisi pengajian ibu-ibu di perumahan Vila Bukit Mas (sebelum punya masjid Jepang), pemilik rumah bercerita. Setelah kami mengaji sama ustadz, foto-foto kenangan wisuda putra putri kami pajang kembali. Di Magetan seorang bapak merasa menyesal setelah saya uraikan hadits boneka Aisyah, karena ia telah membakar semua koleksi boneka kesayangan anak-anaknya.
Sungguh kasihan jika memahami hadits kutukan terhadap gambar bernyawa seperti itu. Maka seorang tidak boleh memiliki uang, karena pada setiap mata uang ada gambar pahlawan yang bernyawa, dan ia tidak bisa memiliki ijazah, KTP, SIM dan sebagainya, karena padanya melekat foto pribadinya yang bernyawa.
Ia juga tidak boleh menyaksikan TV, Youtube, film dan sebagainya, karena gambarnya bisa bicara. Film itu merupakan rangkaian gambar yang bernyawa yang dianimasi sedemikian rupa sehingga tampak bergerak.
Jika sebuah rumah dihiasi dengan patung dan gambar-gambar yang bernuansa kesyirikan, bagaimana dapat menjadi tempat keberkahan sebagaimana rumah yang ada anjing liarnya yang menjilati kesana kemari sehingga penuh najis.
Sungguh malaikat rahmat tidak akan memasukinya. Rumah itu tidak mencerminkan keberkahan. Namun malaikat maut tetap akan menjemput kematiannya walaupun ia memajang ribuan gambar bernyawa. (*)
Kontroversi Gambar Makhluk Bernyawa; Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Kontroversi Gambar Makhluk Bernyawa ini kali pertama dimuat di majalah Matan dengan judul Kontroversi Gambar Bernyawa.