PWMU.CO– Tembok Israel telah dibangun tahun 2002 di Tepi Barat dengan dalih keamanan untuk permukiman baru yang dibangun di tanah Palestina yang diduduki. Panjangnya hingga saat ini mencapai 712 Km.
Tembok Israel membatasi ruang gerak warga Palestina untuk bekerja atau berkunjung ke sanak saudara di daerah balik tembok. Sebaliknya bagi Israel, tembok ini memberi kenyamanan tanpa peduli dengan kehidupan warga Palestina di baliknya.
Namun musim panas ini, media setempat melaporkan, ribuan keluarga Palestina menerobos lubang Tembok Israel. Mereka masuk untuk sekadar rekreasi ke pantai Tel Aviv, atau berkunjung ke kota-kota Israel lainnya.
Media Middle East Eye melaporkan, Pantai di Tel Aviv menjadi ramai dengan kedatangan warga Palestina. Video peristiwa ini langsung viral. Mengabarkan seolah-olah tentara perbatasan menutup mata terhadap celah-celah tembok diterobos warga. Kesempatan ini juga dimanfaatkan sopir taksi yang menunggu di seberang tembok untuk mengantar penerobos ke tujuannya.
Biasanya para penerobos ini sendirian. Kebanyakan para lelaki pencari kerja. Namun kali ini bersama keluarganya. Anak, istri, anak-anak memanfaatkan kelonggaran itu untuk piknik. Mereka sudah jenuh dengan situasi lockdown selama wabah corona. Karena itu begitu pengawasan longgar, ramai-ramai masuk Israel untuk refreshing menerobos celah-celah tembok batas.
Setelah berita ini menyebar, tentara dengan cepat menutup celah itu lagi untuk menghindari tuduhan bersikap lunak terhadap warga Palestina.
Kebutuhan Tenaga Kerja Palestina
Dalam beberapa tahun terakhir, ribuan pekerja Palestina telah memasuki Israel melalui lubang di dinding pemisah, mencari pekerjaan. Mereka bergerak di bawah pengawasan tentara Israel.
Ini terjadi karena ada kebutuhan tenaga kerja Palestina yang murah untuk perusahaan Israel. Karena kondisi inilah penjaga perbatasan Israel kadang melonggarkan pengawasan. Saat mendapat sorotan lalu diketati lagi.
Kebijakan membuka dan menutup jalan masuk melalui tembok menciptakan rasa ketidakpastian di antara warga Palestina. Orang Palestina tahu,pelonggaran yang tiba-tiba dibuka bukanlah tanda kemurahan hati Israel. Sebab penjajah tidak pernah memberikan apa pun dengan gratis.
Di Israel sendiri ada seorang wanita memanfaatkan situasi ini dengan menyelundupkan orang Palestina melintasi pos pemeriksaan dengan mobilnya. Dia mengambil jalur yang disediakan untuk orang Yahudi Israel.
Dia adalah Ilana Hammerman. Dia sering bertengkar tentara penjaga karena ketahuan menyelundupkan orang Palestina melalui pos pemeriksaan. Walaupun begitu dia tak pernah ditangkap.
Tembok Israel dibangun atas keputusan kabinet Israel. Ini mencontoh tembok yang sudah dibangun tahun 1994 di Jalur Gaza sepanjang 60 Km memisahkan dengan perbatasan Mesir.
Kali ini tujuannya untuk mengatur masuknya orang Palestina dari Tepi Barat ke Israel. Tembok pemisah ini punya banyak nama. Tergantung di sisi mana dari tembok yang Anda duduki. Nama-nama yang muncul seperti Penghalang keamanan, Penghalang Tepi Barat, Dinding Apartheid, Tembok Rasial.
Tembok Tepi Barat sepanjang 712 Km itu hanya 15 persen berada di Garis Hijau, tanda perbatasan yang diakui secara internasional antara Palestina dan Israel. Selebihnya tembok berdiri di tanah milik Palestina. Inilah cara Israel mencaplok secara permanen tanah Palestina.
Tembok ini tingginya antara 6-8 meter. Lebih tinggi dibandingkan dengan Tembok Berlin yang 3,6 meter dan sudah diruntuhkan.
Pembangunan tembok dimulai selama Intifada Kedua. Israel berpendapat, pembangunannya mengurangi jumlah pemboman bunuh diri yang sebelumnya menjadi hal biasa. Jumlah bom bunuh diri dari 73 pada tahun 2000 turun hingga 12 kasus pada 2003 hingga 2006.
Lubang di dinding
Karena Tembok Israel belum sepenuhnya dibangun, masih ada celah yang dapat digunakan orang Palestina untuk memasuki Israel, tanpa izin. Tentu berisiko ditangkap.
Kepala staf Israel Gadi Eisenkot memperkirakan penerobos ilegal sekitar 50.000-60.000 setiap hari. Pasukan keamanan berhasil menangkap sekitar 4.300 orang setiap tahun. Dia menyatakan, 44 persen serangan teror di dalam Israel berasal dari warga ilegal ini.
Ini berbeda dengan perkiraan 100.000 orang Palestina yang memasuki Israel dengan izin setiap hari, tidak ada yang terkait dengan serangan.
Ini membuat Eisenkot memberi tahu Komite Kontrol Negara Knesset untuk menutup daerah perbatasan terbuka. Masih ada perbatasan 100 kilometer tanpa tembok keamanan.
Jika perkiraan Eisenkot tentang jumlah penerobos illegal ini benar, maka itu berjumlah sekitar 18 juta warga ilegal per tahun. Padahal laporan kejahatan warga Palestina di situs Kementerian Luar Negeri Israel jumlah sekitar 304.
Jumlah ini bertentangan dengan dalih dibangunnya tembok pembatas. Sebaliknya serangan pasukan Israel kepada warga Palestina justru lebih brutal dan massal yang menewaskan banyak orang. Pembangunan tembok malah meningkatkan kebencian warga Palestina terhadap Israel.
Pemuda Palestina Dilarang Masuk
Sebelum ada tembok, warga Palestina bergerak relatif bebas antara Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan wilayah Israel di dalam Garis Hijau. Namun, kebebasan itu sekarang telah benar-benar hilang, digantikan oleh sistem pos pemeriksaan dan izin yang telah menghalangi banyak pemuda Palestina mengunjungi Yerusalem.
Seorang dokter Palestina dari Ramallah yang hanya 15 km dari Yerusalem mengatakan, putranya sekarang berusia 11 tahun belum pernah ke kota itu meskipun dekat karena terhalang tembok.
Ketika Israel mengeluarkan izin kepada warga Palestina untuk shalat di Masjid Al-Aqsa atau Gereja Makam Suci, hanya untuk orang tua. Anak-anak muda Palestina ditolak masuk.
Izin untuk mengunjungi keluarga di luar tembok lebih sulit. Ini membatasi interaksi sosial anak-anak muda bertemu, berteman, dan menikah dengan warga di balik tembok.
Repotnya jika undanga pernikahakan. Pasangan dari Yerusalem Timur ingin mengundang keluarga besar mereka dari Tepi Barat, maka pesta harus digelar di perbatasan tembok Tepi Barat, biasanya di Betlehem atau Ramallah atau daerah yang berbatasan dengan tembok seperti Ezariyya atau Abu Dis. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto