PWMU.CO – Perubahan dalam perspektif Islam di Tahun Baru Hijriah disampaikan Rudi Ihwono SKom pada acara kultum online, Jumat (28/08/20).
Wakil Kepala Bidang Humas SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik itu menyampaikan ceramah virtual yang ‘dihadiri’ oleh seluruh guru dan karyawan menjelaskan, Islam sebagai agama yang integral tidak mengatur secara terpisah-pisah tetapi sangat berhubungan.
“Hal ini mendidik kita secara integral pula melalui sistem pendidikan Islam sehingga setiap muslim menjadi pondasi masyarakat, bukan sampah masyarakat. Masyarakat muslim ini akan menjadi penegak dan menyokong negara, bukan perusak negara,” ujarnya.
Ibda Binafsik
Rudi, sapaan akrabnya, mengungkapkan perubahan di dalam masyarakat pada bidang apapun harus diawali dari perubahan individu. Maka diserukan dalam agama itu ibda’ binafsik.
“Mengoreksi diri kita untuk menuju perubahan yang lebih kolektif yaitu di dalam bermasyarakat,” jelasnya.
Dia memaparkan fenomena perubahan sosial saat ini sangat berat dan cepat. Maka, lanjutnya, Islam sangat memberikan pelajaran. Perubahan saat ini sebagai fenomena kehidupan. Ini jauh sebelum ada teknologi secepat ini atau perubahan secepat ini, maka itu sudah menjadi sunnatullah.
Pelajaran dari Dua Peperangan
Rudi menjelaskan pelajaran sejarah yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW adalah ada dua perang yang bisa kita ambil hikmahnya, perang Badar dan perang Uhud.
”Pada saat perang Badar, umat Islam mengalami kemenangan karena mengikuti sunnatullah. Di mana umat Islam mengikuti dan taat kepada Allah dan Rasulnya.”
Sebaliknya, sambungnya, di bukit Uhud itu, umat Islam telah mengingkari Allah dan Rasulnya. Maka sunnatullah yang terjadi pada saat itu adalah umat Islam mengalami kekalahan.
Dari dua pelajaran ini, ujarnya, dapat kita ambil kesimpulan, sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surat al-fath 23, sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak zaman dahulu kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada sunnatullah itu.
Maka, pesannya, tugas kita adalah perubahan menurut perspektif Islam itu adalah keharusan atau wajib. “Dan itu harus kita akui, untuk mencapai sesuatu yang lebih baik,” pesannya.
Dengan kata lain, tuturnya, perspektif Islam itu mengajarkan kepada kita. “Mari kita berubah menjadi lebih baik sehingga mencapai kemulyaan di sisi Allah,” ajaknya.
Dan pandangan Islam, lanjutnya, tentang perubahan ini diperkuat dalam al-Quran Surat al-Anfal 53, “Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya pada suatu kaum hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri dan individunya. Sungguh Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kaidah Perubahan
Dari dua ayat itu, Rudi memberikan penekanan, kita bisa ambil pelajaran atau ittibar. Ada beberapa kaidah perubahan. Pertama perubahan-perubahan sunnatullah untuk seluruh umat manusia berawal dari perubahan individu. Siapa yang pandai-pandai melakukan perubahan, dia yang menangkap sinyal-sinyal perubahan itu dengan cepat maka dialah yang cepat berubah. ”Itulah sunnatullah,” ucapnya.
Kedua, sambungnya, perubahan itu terjadi dalam skala kelompok bukan individu. Dia mengatakan walaupun dalam berkehidupan sosial, perubahan itu tetap kembali pada individu kita.
“Tetapi kalau kita berjalan sendiri-sendiri, rasanya kurang cepat mencapai perubahan-perubahan karena pada dasarnya perubahan itu adalah bersifat kolektif,” kata dia.
Maka dari itu, lanjutnya, kita mengikuti organisasi Muhammadiyah itu adalah hukum dari sebuah perubahan. Kaidah sunnah-nya adalah jamiyyah secara bersama-sama. Kalau kita berjalan sendiri-sendiri tanpa organisasi maka sangat sulit untuk mencapai perubahan.
Ketiga, perubahan itu ada dua sisi. Perubahan dari usaha manusia dan perubahan yang dikendakai oleh Allah SWT.
”Bahwa perubahan yang dikehendaki oleh Allah sangat bergantung pada perubahan yang dilakukan oleh manusia,” katanya.
Pada perubahan yang dilakukan manusia adalah apa-apa yang ada dalam diri kita, maka Allah akan mengubah apa-apa yang ada pada kaum atau jamiyyah.
“Jika kita mau mengubah atau membawa perubahan pada suatu kaum maka Allah akan mengubahnya. Kalau kita bersyukur pada perubahan itu, maka Allah berikan berupa nikmat. Tetapi kalau kita kufur, maka itu bisa berupa krisis atau azab,” ujarnya.
Manusia Melakukan Usaha
Rudi mengungkapkan manusia dalam hal ini adalah melakukan usaha untuk mengubah menjadi lebih baik. Sedangkan perubahan yang dilakukan Sang Pencipta yaitu Allah SWT adalah menciptakan hasil dari apa yang diusahakan oleh manusia.
Sebaliknya, lanjutnya, Allah akan mengubah keadaan suatu kaum bila kita mengubah apa yang ada dalam diri kita.
“Tugas manusia hanyalah berusaha secara optimal untuk menyingkap sunnatullah. Bersungguh-sungguh memanfaatkannya. Dan kemudian tawwakkal untuk menunggu hasil,” paparnya.
Marilah, ajaknya, dalam bulan Muharam ini kita mampu mengubah diri kita menjadi pribadi yang sejuk, mampu menaungi keluarga, saudara dan teman-teman kita sejawat. (*)
Penulis Estu Rahayu. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.