PWMU.CO– Politikus rasialis Denmark Rasmus Paludan kembali memicu demontrasi anti Islam. Kali ini terjadi di Swedia dan Norwegia, akhir pekan lalu.
Demonstran di Swedia membakar al-Quran, sedangkan di Norwegia, kitab suci umat Islam itu disobek dan diludahi. Gara-garanya Rasmus Paludan dilarang masuk kota Malmo di Swedia selatan untuk pidato Islamisasi di negara-negara Nordik. Di acara itu rencananya ada pembakaran al-Quran. Paludan diundang oleh artis dan provokator Swedia, Dan Park.
Larangan itu memicu kerusuhan dengan membakar al-Quran oleh kelompok radikal Malmo pada Jumat (28/8/2020) malam. Aksi ini mendapat protes dari warga muslim sehingga terjadi bentrok.
Laporan Arabnews menjelaskan, kerusuhan menjalar ke negeri tetangganya, Norwegia, Sabtu (29/8/2020), dengan tuntutan Stop Islamisasi Norwegia (SIAN). Demonstran menyobek al-Quran.
Politikus rasialis Denmark Rasmus Paludan adalah pemimpin Partai Stram Kurs. Dia mengecam pemerintah Swedia yang melarangnya datang ke Malmo dan pembakaran al-Quran. Menurut dia, melarang membakar al-Quran sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi.
Menurut polisi Swedia, larangan masuk bagi Paludan karena khawatir kehadirannya membikin masalah. Dia dilarang memasuki Swedia selama dua tahun karena risiko serius bagi keamanan nasional. Paludan pernah membakar al-Quran di Denmark sehingga menimbulkan kerusuhan.
Orang Bermasalah
Paludan tak populer di negerinya. Ketika ikut pemilihan umum Denmark 2019, Partai Stram Kurs hanya mendapat sedikit suara pemilih. Di akhir 2019, partainya berganti nama Hard Lines karena tersangkut kasus permainan suara.
Awalnya dia seorang pengacara. Namun dilarang beracara sebagai advokat selama tiga tahun dan dibekukan SIM-nya selama satu tahun, Juni lalu. Dia juga dihukum tiga bulan atas tuduhan rasisme karena memposting video anti-Islam di saluran media sosial partai.
Dia mulai dikenal karena membuat video anti-Muslim di YouTube, yang isinya termasuk membakar al-Quran. Dia juga mengunggah video berupa al-Quran dilapisi daging babi. Kata dia, tindakannya itu sebagai ekspresi kebebasan berbicara.
Pada 2019, dia dijatuhi hukuman penjara bersyarat selama 14 hari karena menyampaikan pidato rasis. Dia lalu banding. Namun, pada bulan Juni dia dinyatakan bersalah atas 14 dakwaan termasuk rasisme, pencemaran nama baik, dan mengemudi berbahaya. Dia harus menjalani satu bulan penjara bersama dengan dua bulan hukuman percobaan.
Kampanye politiknya adalah membuat kebijakan mendeportasi 300.000 lebih muslim dari Denmark dan melarang Islam. Sikap kontroversinya yang paling menonjol.
Sejak meletusnya perang di Suriah, Irak, Afghanistan, gelombang pengungsi muslim terus mengalir ke eropa termasuk negara Nordik mulai tahun 2013. Kini di Swedia ada warga Suriah 162.000 orang dari tiga negara itu.
Oleh politikus, para imigran ini dituduh menyebabkan lonjakan kejahatan, membebani keuangan negara, sehingga program kesejahteraan berkurang. Karena para imigran yang belum bekerja tidak membayar pajak.
Pada 2018, tingkat pengangguran di Swedia berada pada 3,8 persen, yang itu mencapai porsi sekitar 15 persen di antara penduduk Swedia yang lahir di luar negeri. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto