PWMU.CO– Keraton Majapahit di Trowulan tak ada bekasnya sekarang ini. Padahal ini kerajaan besar. Wilayahnya seperti disebutkan kitab Negarakertagama meliputi Maluku hingga Sumatra dan Kalimantan.
Lokasi keraton diperkirakan berada di Pendapa Agung Dusun Ngelinguk, Desa Sentonorejo, Kec. Trowulan, Mojokerto. Di lokasi ini ditemukan bangunan batu bata panjang yang diperkirakan sebagai fondasi istana Majapahit.
Yang tersisa sekarang Candi Wringin Lawang sebagai pintu gerbang timur, Candi Tikus sebagai tempat mandi keputren, Candi Bajang Ratu sebagai pintu selatan, bekas perumahan orang istana, dan kolam segaran.
Hancurnya keraton Majapahit ada yang menyangka akibat serbuan Kerajaan Demak. Padahal musnahnya istana ini setelah serangan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, Adipati Daha. Dialah yang memboyong semua pusaka Majapahit dan memindahkan ibukota ke Daha Kediri.
Menurut sejarawan Slamet Muljana, Girindrawardhana inilah yang membangun dinasti Brawijaya. Dinasti ini sering disalahtafsirkan sebagai turunan Raden Wijaya. Di Negarakertagama tak ada nama Raden Wijaya. Yang tertulis Dyah Wijaya atau Sanggramawijaya.
Saat Dyah Wijaya menjadi raja Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardana. Dinastinya Rajasa mengikuti Ken Angrok pendiri Kerajaan Singasari yang bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Wijaya anak dari Lembu Tal anak Mahesa Cempaka anak Mahesa Wongateleng anak Ken Angrok dan Ken Dedes.
Gambaran Keraton Majapahit
Negarakertagama menggambarkan kondisi keraton Majapahit yang terdiri beberapa bangunan gedung dalam lahan yang luas dikelilingi pagar tembok tinggi. Seperti ini deskripsinya.
Tersebut keajaiban kota, tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura. Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon brahmastana berkaki bodi berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam.
Di situlah tempat tunggu para tanda (prajurit) terus menerus meronda jaga paseban. Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi berukir. Di sebelah timur panggung luhur, lantainya berlapis batu putih mengkilat. Di bagian utara, di selatan rumah berjejal jauh memanjang sangat indah.
Di selatan jalan perempat balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra. Balai Agung Manguntur dengan Balai Witana di tengah, menghadap Padang Watangan. Yang meluas ke empat arah, bagian utara paseban pujangga dan Mahamantri Agung.
Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda yang bertugas membahas upacara. Pada masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia. Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil Siwa.
Di selatan tempat tinggal wipra utama tinggi bertingkat menghadap panggung korban. Bertegak di halaman sebelah barat, di utara tempat Buda bersusun tiga. Puncaknya penuh berukir, berhamburan bunga waktu raja turun berkorban.
Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat dengan pintu, itulah paseban. Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, di sela tanjung berbunga lebat. Agak jauh di sebelah barat daya panggung tempat berkeliaran para perwira. Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai berkicau. Di dalam di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua. Dibuat bertingkat tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri.
Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela. Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar tutur.
Inilah para penghadap pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang, Nyu Gading Jenggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama. Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang, Jayagung dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan dan banyak lagi.
Prajurit Istana
Begini keindahan lapangan Watangan luas bagaikan tak berbatas. Mahamantri Agung, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka. Bayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua. Di sebelah utara pintu istana di selatan satria dan pujangga. Di bagian barat beberapa balai memanjang sampai mercudesa.
Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga. Di bagian selatan agak jauh beberapa ruang, mandapa dan balai. Tempat tinggal abdi Sri Baginda Paguhan bertugas menghadap. Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri. Rata dan luas dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias.
Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan itulah balai tempat terima tetamu Srinata di Wilwatikta. Inilah pembesar yang sering menghadap di Balai Witana Wredamentri, tanda Mahamantri Agung, pasangguhan dengan pengiring Sang Panca Wilwatikta mapatih, demung, kanuruhan, rangga.
Tumenggung lima priyayi agung yang akrab dengan istana. Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan.
Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh. Jika datang berkumpul di kepatihan seluruh negara lima Mahamantri Agung, utama yang mengawal urusan negara. Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana.
Begitu juga dua darmadyaksa dan tujuh pembantunya. Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan. Itulah penghadap Balai Witana, tempat tahta yang terhias serba bergas.
Pantangan masuk ke dalam istana timur agak jauh dan pintu pertama. Ke Istana Selatan, tempat Singa Wardana, permaisuri, putra dan putrinya. Ke Istana Utara. tempat Kerta Wardana. Ketiganya bagai kahyangan semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni Cakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan.
Genteng atapnya bersemarak serba meresapkan pandang menarik perhatian. Bunga tanjung kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman. Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng. Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja.
Rumah Gajah Mada
Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka. Barat tempat para arya Mahamantri Agung dan sanak-kadang adiraja.
Di timur tersekat lapangan menjulang istana ajaib. Raja Wengker dan Rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci. Berdekatan dengan istana Raja Matahun dan Rani Lasem. Tak jauh di sebelah selatan Raja Wilwatikta.
Di sebelah utara pasar rumah besar bagus lagi tinggi. Di situ menetap Patih Daha, adinda Sri Paduka di Wengker. Batara Narpati, termashur sebagai tulang punggung praja. Cinta taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak.
Di timur laut rumah Patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada. Mahamantri Agung wira, bijaksana, setia bakti kepada negara. Fasih bicara, teguh tangkas, tenang, tegas, cerdik lagi jujur. Tangan kanan maharaja sebagai penggerak roda negara.
Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus. Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda. Terlangkahi rumah para Mahamantri Agung, para arya dan satria. Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura. Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang. Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama. Negara-negara di nusantara dengan Daha bagai pemuka. Tunduk menengadah, berlindung di bawah kuasa Wilwatikta.(*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto