PWMU.CO– Boikot kepada Bani Hasyim adalah upaya total kafir Quraisy menghadang dakwah Nabi Muhammad saw. Kali ini dampaknya bukan hanya kaum muslim tapi seluruh keluarga besar Bani Hasyim yang muslim maupun kafir.
Boikot ini dirancang oleh pimpinan Quraisy dalam pertemuan di Darun Nadwah. Pertimbangannya, kekuatan Nabi Muhammad bersumber dari perlindungan keluarga dan kaumnya.
Dalam tradisi Arab, ikatan keluarga sangat kuat dan wajib saling menjaga kehormatan dan nama besar. Satu orang disakiti, keluarga lain akan membela dan menuntut balas. Walaupun beda prinsip dan pikiran. Jika satu warganya dibunuh, keluarga lainnya bakal menuntut bunuh.
Dalam tradisi inilah Nabi terlindungi diri dan terjaga misi kenabiannya. Bani Hasyim juga punya kebanggaan di antara anggota keluarganya ada yang menjadi nabi.
Pimpinan Bani Hasyim di waktu ini dipegang oleh Abu Thalib yang mewarisi kepemimpinan itu dari ayahnya, Abdul Muththalib. Abu Thalib memberikan perlindungan kepada kemenakannya walaupun dikecam orang Quraisy.
Peristiwa ini terjadi bulan Muharram tahun ke-7 kenabian. Isi boikot orang-orang Quraisy adalah
1. Tidak mengadakan perkawinan dengan Bani Hasyim.
2. Tidak jual beli sesuatu apa pun kepada Bani Hasyim.
3. Tidak berbicara, mengunjungi, atau mengantar ke kuburnya.
Buku Sirah Ibnu Hisyam menceritakan, kesepakatan boikot ini ditulis dalam shahifah lantas ditempelkan di dinding Kakbah. Semua bani-bani Quraisy komitmen menjalankannya. Pemboikotan bisa diakhiri kalau Bani Hasyim menyerahkan Nabi Muhammad.
Dampak Boikot
Mendapatkan kabar pemboikotan ini seluruh keluarga Bani Hasyim kompak membela dan mendukung keputusan Abu Thalib. Kecuali Abu Lahab, saudaranya yang nama aslinya Abdul Uzza. Dia menyalahkan Nabi Muhammad dan Abu Thalib yang dianggap sebagai sumber bencana.
Abu Thalib berkomentar, sampaikan dariku kepada orang-orang yang masih ada hubungan dengan kami terutama Bani Ka’ab dari Luai. Tidakkah kalian ketahui, kita dapatkan Muhammad itu sebagai seorang nabi. Seperti Musa yang telah ditulis di buku pertama. la dicintai hamba-hambaNya.
”Sesungguhnya tulisan yang kalian tempelkan itu akan menjadi bencana bagi kalian seperti halnya bencana yang menimpa kaumnya Nabi Shalih,” ujarnya.
Pemboikotan berjalan tiga tahun. Seluruh keluarga Bani Hasyim mengalami kesengsaraan. Susah mendapat makanan dan minuman. Semua orang menghindari. Karena sulit dapat makanan sampai-sampai ada yang makan dedaunan. Nabi Muhammad juga tetap menjalankan dakwahnya. Harta Khadijah banyak dipakai untuk membantu situasi sulit ini sampai stok makanannya pun menipis.
Abu Jahal bertindak mengawasi aksi boikot ini kalau ada orang yang berbelas kasihan mengantar makan dengan sembunyi-sembunyi. Terutama yang masih ada hubungan kerabat di luar Bani Hasyim.
Bantuan Sembunyi
Suatu ketika Abu Jahal memergoki Hakim bin Hizam bin Khuwailid bersama budaknya membawa tepung ke rumah bibinya, Khadijah, istri Nabi.
Dia langsung menghardiknya. ”Apakah kamu membawa makanan ini kepada Bani Hasyim?” Datang Abu Bakhtari bin Hisyam membela Hakim. ”Apa urusanmu dengannya?” tanyanya.
Abu Jahal menjawab,”Dia mengantarkan makanan kepada Bani Hasyim.”
Abu Bakhtari berkata, ”Makanan ini tadinya milik bibinya. Kenapa kamu melarang mengantarkan makanan itu kepada bibinya lagi?”
Abu Jahal ngotot. Terjadilah perkelahian antara keduanya. Abu Bakhtari mengambil tulang rahang unta, kemudian memukul kepala Abu Jahal dengannya hingga mengucurkan darah. Setelah itu menginjaknya keras-keras.
Orang-orang Quraisy heboh. Tidak ingin perkelahian ini didengar Rasulullah karena takut jadi bahan tertawaan. Tapi Hamzah menyaksikan perkelahian itu.
Budak Melihat Tanda Kenabian
Lain waktu Utbah dan Syaibah bin Rabiah merasa iba juga melihat dampak pemboikotan. Keduanya menyuruh budaknya memberikan buah anggur kepada Rasulullah yang melintas di rumahnya.
Rasulullah menjulurkan tangan mengambil anggur seraya mengucap,”Bismillah.”
Budak itu heran mendengar ucapan itu. ”Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini,” ujarnya.
Rasulullah bertanya namanya, dari mana asalnya, dan agamanya. ”Namaku Addas, aku dari Niniveh di Mesopotamia. Aku pengikut Nasrani.”
Rasulullah berkomentar,”Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta.”
Addas makin heran lalu bertanya, ”Dari mana Tuan tahu nama Yunus bin Matta?”
”Dia saudaraku,” jawab Rasulullah, ”Dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi.”
Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru. Langsung dia mencium kepala, tangan, dan kaki Rasulullah.
Utbah dan Syaibah memperhatikan hal itu jadi heran. ”Lihat, dia merusak budakmu,” kata Syaibah.
Ketika Addas kembali, mereka bertanya dengan marah, ”Mengapa pula kamu cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?”
”Itu laki-laki paling baik di negeri ini,” jawab Addas. ”Ia mengatakan sesuatu yang hanya diketahui oleh para nabi.”
Utbah dan Syaibah segera menukas. ”Addas, jangan sampai orang itu memalingkanmu dari agamamu. Agamamu itu lebih baik daripada agamanya.” (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto