PWMU.CO– Presiden Jokowi dalam pandangan orang Australia diungkap dalam buku biografi Man of Contradictions, Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia. Buku setebal180 halaman dibagi enam bab ini dirilis pada 1 September.
Penulisnya Ben Bland, Direktur Program Asia Tenggara di Lowy Institute. Mantan jurnalis dan peneliti menghabiskan waktu hampir 20 tahun untuk memahami Indonesia.
Mulai menjadi mahasiswa studi politik Indonesia, kemudian koresponden media internasional, dan kini sebagai pengamat di Lowy Institute. Dia tinggal empat tahun di Jakarta.
Ben menyatakan, terpilihnya Joko Widodo alias Jokowi menjadi presiden karena kemampuan seorang pembuat mebel berhasil menangkap imajinasi bangsa Indonesia tentang sosok pemimpin yang diidam-idamkan. Namun dia juga penuh kontradiksi.
”Kontradiksi tidak sepenuhnya konsep yang negatif, tapi menyiratkan Jokowi sedang bertarung untuk mendamaikan banyak persoalan,” ujar Ben kepada wartawan abcnews.
Ben mengatakan, bagaimana Presiden Jokowi mengejar mimpi-mimpi ekonomi, memosisikan dirinya di tengah pergulatan demokrasi dan otoritarianisme, serta di panggung internasional.
Jokowi, kata dia, telah mencapai sejumlah pencapaian, kebanyakan di bidang infrastruktur dan kebijakan lain yang terfokus pada ekonomi.
Ben mengakui dia pemimpin yang populer, bisa kembali terpilih dengan suara mayoritas dan memiliki banyak modal politik.
”Pertanyaan saya adalah bagaimana ia memanfaatkan itu? Ia terus mengatakan ingin mendorong Indonesia melewati reformasi, tapi sejauh ini ia sangat berhati-hati,” ujarnya.
Kontradiksi Jokowi
Dalam bukunya Ben menyebutkan, setelah mengamati dari dekat, terlihat bahwa semakin lama Jokowi berada di istana sebagai presiden, maka semakin pudar pula janji-janjinya.
Dikatakan, begitu memasuki periode kedua, sosok yang sebelumnya menawarkan diri bukan bagian dari elit politik, telah berubah menjadi elit yang membangun dinasti politiknya sendiri.
”Sosok yang pernah dipuja karena reputasinya yang bersih, malah telah memperlemah lembaga pemberantasan korupsi, memicu aksi demonstrasi mahasiswa dan pelajar,” tulis Ben.
”Kelemahan kepemimpinannya terungkap oleh krisis covid-19. Pemerintahannya menunjukkan jejak-jejak buruk: tidak menghargai pendapat pakar kesehatan, tidak memercayai gerakan masyarakat sipil, dan gagal membangun strategi terpadu,” katanya.
Meski demikian Ben mengatakan sosok Jokowi masih tetap populer di tengah pandemi dengan nada kritikan kepadanya pun terdengar berbeda.
Strategi politik Jokowi sangat sederhana, yaitu mendengarkan apa yang dikehendaki rakyat dan mencoba wujudkannya, seperti yang terlihat efektif saat ia menjadi wali kota Solo.
”Tapi ketika memerintah sebuah negara berpenduduk begitu banyak, ribuan pulau, beragam agama dan suku, serta 550 wali kota dan gubernur terpilih, jadi 550 Jokowi lainnya yang ingin menjalankan kepemimpinannya masing-masing, maka politik menjadi semakin kompleks,” jelasnya.
Level Wali Kota
Menurut dia, selama enam tahun berada di istana, dia belum bisa beranjak ke level strategis. Dia lebih sebagai seorang wali kota di istana presiden.
Ben mengatakan masih ada harapan untuk melihat kepemimpinannya berlanjut di Indonesia hingga 2024 mendatang.
”Tapi kita perlu mengakui adanya kekecewaan terhadap Jokowi dari para pendukungnya sendiri,” ujar Ben. ”Ini menunjukkan Indonesia sebagai sebuah negara yang besar, kompleks, dan terus menghadapi banyak tantangan,” jelasnya.
Buku ini juga membahas sejumlah kontradiksi bukan sekadar pada sosok dan kepemimpinan seseorang, tapi mencakup hal yang lebih luas. Dalam delapan tahun terakhir, Ben mengatakan ia terpikat dengan kemunculan dan kerja keras Jokowi.
Penggalian Data
”Selain dari wawancara dengan presiden, saya juga berbicara dengan puluhan menteri, pejabat, pengusaha pendukung Jokowi serta pengikut-pengikutnya untuk memahaminya,” jelas Ben.
Ben menuturkan dia menemui langsung warga masyarakat biasa di luar Jakarta, mendatangi berbagai tempat di Indonesia, dengan menggunakan pesawat, mobil, feri, perahu, becak hingga dokar.
“Saya bersyukur sekali kebanyakan orang Indonesia yang saya temui selalu menyambut baik segala pertanyaan saya,” katanya.
Ben mengakui karyanya ini bukan biografi dalam bentuk konvensional, namun ia juga tak bisa menguraikan seluruh aspek kehidupan Jokowi.
”Saya hanya ingin memanfaatkan kisah pembuat mebel dari kota kecil yang menjadi pemimpin dunia untuk mengangkat cerita tentang Indonesia,” jelasnya.
Hanya dengan memahami kontradiksi-kontradiksi Jokowi, katanya, maka orang bisa memahami sepenuhnya arah Jokowi dan negara yang dipimpinnya. (*)
Editor Sugeng Purwanto