Muhammad Ali, petinju legendaris, memilih Islam karena ajarannya tak ada diskriminasi ras. Dia berdakwah bersama Nation of Islam di Amerika serikat.
PWMU.CO– Seorang petinju muda Cassius Marcellus Clay menjelang berangkat ke Olimpiade 1960 melihat pria mengenakan jas mohair hitam menjual koran terbitan Nation of Islam, Muhammad Speaks, di pinggir jalan Louisville.
Dia mengenal organisasi itu. Orang kulit putih menyebutnya Black Muslim. Lalu dia membeli korannya. Saat dibaca, dia tertarik sebuah gambar karikatur di halamannya. Karikatur itu menggambarkan seorang pemilik budak kulit putih memukul budak hitamnya dan meminta berdoa kepada Yesus.
Melihat karikatur itu Cassius Clay tersentak. Menyadarkan identitas dirinya. Nama dan agama yang disandangnya sekarang ini adalah warisan zaman perbudakan. Dia pun bertanya, kenapa tetap menjaga warisan zaman perbudakan?
Sejak itu dia mulai ikut di kegiatan Nation of Islam. Berkenalan dengan pemimpinnya Elijah Muhammad dan juru dakwah ulung Malcolm X. Kadang-kadang ikut keliling dakwah dari kota ke kota. Dakwah soal kemerdekaan orang hitam. Nama belakangnya dia tanggalkan menjadi Cassius X.
Padahal nama pemberian ayahnya itu adalah nama politikus kulit putih Partai Republik yang berjuang untuk hak-hak orang kulit hitam di Amerika Serikat. Ayahnya juga bernama seperti itu. Karenanya dia dipanggil Cassius Marcellus Clay Junior.
Tahun 1964, di usia 22 tahun, dia memenangkan kejuaraan kelas berat melawan juara dunia Sonny Liston. Di saat itulah dia mengumumkan sebagai muslim. Lantas mengganti namanya menjadi Muhammad Ali.
”Saya percaya kepada Allah dan perdamaian,” kata kepada wartawan. ”Saya bukan lagi orang Kristen. Saya tahu ke mana saya pergi dan saya tahu yang sebenarnya. Saya tidak harus menjadi apa yang Anda inginkan. Saya bebas menjadi apa yang saya inginkan,” tandasnya seperti ditulis Jonathan Eig dalam biografi Ali: A Life.
Memilih Islam
Alasan Ali memilih Islam karena agama ini tidak membeda-bedakan warna kulit, etnis, dan ras. ”Semuanya sama di hadapan Allah. Yang paling utama di sisi Tuhan adalah yang paling bertakwa,” tuturnya.
Dia mulai mengaji dan membaca terjemah al-Quran. ”Aku bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang hak, yang tidak mungkin dibuat oleh manusia.”
Dalam wawancara TV, Ali menceritakan, saat kecil bertanya kepada ibunya kenapa Yesus berkulit putih, Santa Klaus berkulit putih, malaikat juga berkulit putih. Lantas orang berkulit hitam seperti dirinya di mana posisinya.
Dari pertanyaan inilah dia menilai Islam ajaran paling pas. Karena ada tokoh kulit hitam seperti Bilal, sang muadzin.
Dia banyak melihat ketidak adilan terhadap kulit hitam. Ada pemuda kulit hitam gara-gara menyiuli gadis kulit putih lalu dibunuh. Pembunuhnya ditangkap tapi dibiarkan. Kejadian seperti ini sering terjadi.
Diskriminasi sangat tajam.Ada restoran, kulit hitam tidak boleh masuk. ”Saya memenangi medali untuk Amerika Serikat di olimpiade, ketika saya pulang ke Louisville, toh saya tetap diperlakukan sebagai negro. Sejumlah restoran tak mau melayani saya,” ujar Ali.
“Sebutan Black Muslims itu datang dari pers. Itu bukan nama yang sah. Nama yang betul adalah Islam. Islam artinya damai. Islam adalah agama, dan 750 juta orang pemeluknya di seluruh dunia. Saya adalah salah satu di antara mereka,” tandasnya.
Pindah Islam Tak Bikin Heboh
Kepindahannya ke agama Islam tak banyak membuat heboh. Orang lebih melihat kehebatannya sebagai petinju dunia yang menghasilkan banyak uang daripada mempermasalahkan agamanya. Hubungan dengan orangtuanya juga tak terganggu.
Bahkan ayahnya sudah tahu keislamannya sebelum pengumuman terbuka itu. ”Anak saya bergabung dengan Black Muslims,” kata ayahnya ketika wartawan 18 hari sebelum pertarungan itu.
Ali bercerita tentang ibunya. ”Ibuku seorang Baptis. Ketika saya besar, ia mengajari segala yang ia ketahui tentang Tuhan. Setiap Minggu, ia mendandani saya, dan membawa saya dan abang saya ke gereja. Ia mengajari kami hal-hal yang dianggapnya benar. Ia mengajari kami supaya mencintai sesama dan memperlakukan siapa pun dengan baik. Ia mengajari kami bahwa berprasangka dan membenci itu salah.”
”Ketika saya beralih agama, Tuhan ibuku tetap Tuhan saya hanya menyebutnya dengan nama yang lain. Pandangan tentang ibu saya tetap seperti yang saya katakan jauh sebelumnya. Dia baik, gemuk, perempuan menawan yang suka memasak, makan, menjahit, dan senang berada bersama keluarga. Ia tidak minum, merokok, dan tidak mencampuri urusan orang, atau menggangu siapa pun. Tak seorang pun lebih baik kepadaku sepanjang hidupku, kecuali dia.”
Anti Perang Vietnam
Muhammad Ali lahir di Louisville, Kentucky, 17 Januari 1942. Ibunya Odessa O’Grady Clay dan ayahnya Cassius Marcellus Clay Senior. Seperti ditulis britannica.com, Ali menjadi petindu gara-gara kehilangan sepeda saat menonton bazaar kota saat berumur 12 tahun.
Sambil menangis dia lapor polisi Joe Martin dan berkata akan menghajar pencurinya. Martin menawarkan ikut berlatih tinju dulu sebelum menghajar pencurinya. Sejak itu Ali ikut latihan tinju di sasana milik Martin. Ketika remaja dia mengikuti kejuaraan tinju amatir dan selalu juara.
Ali teguh memegang prinsip
hidupnya. Tahun 1967, ketika diminta ikut wajib militer untuk dikirim perang ke
Vietnam dia menolak. ”Saya tidak
punya masalah dengan Vietcong. Mereka tidak pernah memanggil saya negro, mereka
tidak pernah menggantung saya, mereka tidak mengejar saya dengan anjing, mereka
tidak merampok kebangsaan saya, tidak memerkosa ibu dan membunuh ayah saya.
Lalu menembak mereka untuk apa? Bagaimana saya bisa menembak mereka,
orang-orang malang itu. Silakan bawa saya ke penjara!”
”Saya tidak akan mempermalukan agama saya, kaum saya atau
diri sendiri dengan menjadi alat untuk memperbudak orang-orang yang berjuang
untuk keadilan mereka sendiri, kebebasan dan kesetaraan. Jika saya berpikir
perang akan membawa kebebasan dan kesetaraan untuk 22 juta orang, mereka tidak
perlu memanggil saya, saya akan bergabung besok.”
Penolakannya ini menyebabkan dia masuk penjara dan didenda 10 ribu dollar AS. Gelar juaranya dicabut. Larangan bertanding tinju sepanjang 1967-1970. Namun Ali malah mendapat dukungan gerakan anti perang Vietnam. Dia diundang untuk ceramah anti perang. Pada 3 Januari 1972, Muhammad Ali berhaji ke Mekkah. Dia meninggal 3 Juni 2016 di Phoenix, Arizona dalam usia 74 tahun. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto