Nasib Surat kepada Presiden Jokowi tulisan Prof Dr Achmad Jaenuri, guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya.
PWMU.CO-Banyak surat kepada presiden yang telah beredar melalui Whatsapp. Banyak pula yang mempertanyakakan apakah surat-surat itu sampai kepada presiden atau tidak. Bukan suatu hal yang penting. Isi surat bermacam, terutama terkait keluhan kondisi kehidupan bangsa.
Banyak juga yang secara khusus menyorot pandemi covid-19. Penulis surat datang dari berbagai latar belakang. Tetapi bisa diduga umumnya mereka ini dari kalangan yang tidak puas dengan kondisi yang ada karena kebijakan rezim penguasa.
Namun tampaknya nasib surat kepada presiden itu belum/tidak mendapat jawaban. Karena kalau mendapat tanggapan akan dengan senang hati, tentunya, para penulis itu akan meng-forward ke akun WA ketika surat-surat itu mendapat tembusan pertama kali dikirim.
Berbeda dengan surat-surat terdahulu yang ditujukan kepada presiden, surat yang katanya ’bocor’ yang dikirim Ahmad Syafi’i Ma’arif, cukup ramai mendapat tanggapan dari netizen.
Ada yang biasa-biasa saja menanggapinya. Karena melihat pengalaman selama ini yang namanya surat selalu tidak mendapat perhatian dari presiden. Bahkan ada juga yang terkesan seolah surat itu hanya unjuk kepopuleran diri, karena di-posting dan di-forward ke banyak akun whatsapp. Mungkin juga, pengabaian presiden terhadap surat itu karena bahasanya yang tajam, menukik, meskipun fakta memang demikian.
Syafi’i Ma’arif Pendukung Rezim
Tetapi surat yang dikirim oleh Pak Syafi’i, demikian biasa saya memanggilnya, lain dengan surat-surat yang alamatnya ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia. Kekhasan surat ini, pertama, ditulis oleh Pak Syafi’i, yang merupakan salah seorang pendukung Presiden Joko Widodo.
Kedua, bahasanya yang lugas dan padat (lihat Matan edisi 171). Straight forward, kata orang, tanpa basa basi. Ketiga, ia adalah tokoh Muhammadiyah, yang secara gamblang dekat dengan rezim Orde Maju. Berbeda dengan kebanyakan tokoh Muhammadiyah yang lain.
Dari sini banyak orang berharap surat itu diperhatikan oleh presiden. Mengingat, korban covid-19 yang terus berguguran, utamanya para dokter yang berada di garis terdepan dalam penanganan covid-19.
Keempat, kesan umum terhadap Pak Syafi’i selama ini dinilai diam dalam melihat gonjang-ganjing kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang berdampak pada masyarakat. Harapan mereka mbok iyoo ia menggunakan pengaruhnya untuk menyuarakan hati dan pikiran warga masyarakat, dengan modal kedekatan itu. Harapan seperti ini, telah ia lakukan.
Tenaga medis, terutama dokter yang terus berguguran, menjadi entry point (pintu masuk) surat Pak Syafi’i ke Presiden Joko Widodo. Pilihan ini merupakan tema yang tepat.
Pertama, jika tenaga yang berada di the very front line (garis paling depan) ini terus berjatuhan, dampaknya korban covid-19 juga akan berlipat, karena banyaknya korban yang tidak akan tertanganinya secara medis.
Pak Syafi’i menyampaikan Duka Buya terhadap Tenaga Kesehatan merupakan pilihan tema surat yang sesungguhnya mewakili kondisi umum yang dihadapi oleh bangsa. Ia sadar, meskipun tidak terungkapkan, bahwa semuanya akibat dari amburadulnya sistem yang belum tertata dan terlaksana dengan baik.
Kedua, isu yang diangkat dalam surat itu adalah masalah kemanusiaan. Isu yang sesuai dengan perhatian Pak Syafi’i selama ini. Ia menghindari kritik langsung tentang kebijakan (politik) rezim yang sudah banyak kalangan melakukannya.
Menunggu Respon Presiden
Dengan upaya seperti ini, masyarakat umum, minimal mereka yang berkesempatan membaca surat Pak Syafi’i serta komentar para netizen, berharap kepada Pak Syafi’i akan menyatakan sikap serupa terhadap kebijakan lain yang keluar dari rezim ini.
Harapan ini dipicu oleh usia beliau yang sudah paling tua, kapan lagi kalau tidak sekarang. Di samping itu kondisi kehidupan bangsa digambarkan laksana sebuah kapal yang akan oleng jika kematian para dokter ini terus dibiarkan.
Mudah-mudahan sebelum kapal tenggelam, harapan Pak Syafi’i dan juga banyak orang mendapat respon yang selayaknya dari Pak Presiden. Kalau tidak, maka (ternyata) benar seperti yang dikatakan oleh kebanyakan orang bahwa rezim ini adalah raja tega melihat kesengsaraan rakyatnya.
Jika keluhan seperti yang ada dalam isi surat, dari salah seorang pendukung rezim saja diabaikan, apalagi masukan dari mereka yang bukan pendukung. (*)
Editor Sugeng Purwanto