PWMU.CO – Kultur keilmuan perlu digalakkan dalam dunia akademik. Untuk membangun budaya tersebut harus dibentuk forum-forum kajian keilmuan. Dengan demikian akan tercipta atmosfer keilmuan yang melahirkan sumber daya manusia potensial.
Pada acara sarasehan budaya di FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Saad Ibrahim Kamis lalu (29/9), menegaskan bahwa forum-forum kajian sangat penting dalam membangun kultur keilmuan. Untuk itu, pada acara yang digelar dalam rangka Milad 1 Forum Kajian Dosen (FKD) Padang Wetan ini, Saad mendorong Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) untuk menciptakan forum-forum itu.
“Forum-forum kajian seperti Padang Wetan ini sangat strategis dalam membangun budaya keilmuan di PTM. Maka forum-forum semacam ini harus terus digalakan,” tegas Saad saat menyampaikan kuliah umumnya.
(Baca: Inilah Keunggulan Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Siapkan Diri Jadi Research University)
Pengasuh Forum Padang Wetan Sholihul Huda mengatakan bahwa forum yang diasuhnya itu memang bertujuan untuk menjadi ruang kultural dalam membangun budaya keilmuan di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Forum ini lahir dari kegelisahan hati dan pikiran atas lesunya ruang-ruang Kajian keilmuan di dunia kampus.
“Forum ini menjadi bagian dari membangun UM Surabaya dalam rangka membangun keselarasan kehidupan di kampus dengan langkah noto ati, noto pikir lan noto laku (menata hati, menata pikir, dan menata laku),” jelas kandidat doktor UIN Surabaya ini.
Untuk programnya, lanjut Sholih, forum ini melakukan muhasabah dan kajian keilmuan setiap bulan di minggu ke-3 dengan narasumber internal dosen FAI. Sedangkan dalam rangka Milad 1, forum ini mengambil tema menuju FAI Berkemajuan dan berkeadaban.
(Baca: Mantan Rektor UMM Tersukses Ini Berbagi 5 Jurus Membesarkan Perguruan Tinggi)
Guru Besar UIN Surabaya Prof Masdar Hilmi PhD sebagai narasumber dalam acara itu menyampaikan, dalam keilmuan di Perguruan tinggi Agama Islam diperlukan rekonstruksi metodologi untuk pengembangan kajian-kajian Islam.
“Dulu kajiannya hanya terkonsentrasi pada persolan ketuhanan (teosentris). Kemudian bergeser fokus pada poros kajian manusia (antroposentrisme). Maka diperlukan sinergi dalam pengembangan antara keduanya ( teo-antroposentrisme),” urainya.
Selain kuliah umum dari Saad Ibrahim dan materi dari Masdar Hilmi, dalam acara tersebut juga dilakukan launching jurnal Islam kontemporer FAI Karya Sholihul Huda berjuduk Benturan Ideologi Muhammadiyah. Serta buku karya Dr Arfan Muamar dengan judul Sejarah Puritan di Pesantren. Dalam acara yang di Aula Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM) Surabaya juga ditampilkan musikalisasi puisi. (ilmi)