Jumat Bukan Hari Keramat yang penuh dengan jimat dan segala hal yang menakutkan. Jumat adalah hari kemuliaan. Bahkan jadi aksi “wukuf” per pekan.
PWMU.CO – Jumat bukanlah hari pendek, seperti sering dipersepsikan selama ini. Dengan alasan: waktu kerja terpotong oleh kegiatan shalat Jumat.
Jumat justru hari yang panjang. Sebab hari itu akan “memperpanjang” daftar amal kebajikan kita. Di dalamnya ada shalat Jumat yang menyediakan pahala berlipat.
Jumat juga hari yang bersih karena kita dianjurkan membersihkan badan secara fisik. Kuku dan rambut dipotong. Mandi besar dan pakai wewangian.
Bukan Hari Keramat
Selain Jumatan, di hari itu umat Islam tetap diminta beramal saleh di luar masjid. Bekerja dan berkarya. Wah, ini semakin memperpanjang catatan amal kebaikan.
“Apabila telah ditunaikan shalat (Jumat), maka bertebaranlah kamu di muka bumi. Dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (al-Jumuah 10).
Karena itu Jumat bukan hari keramat—dengen pengertian mistis, horor, dan karena itu dianggap hari yang menakutkan.
Sebab dalam pengertian aslinya, keramat (bahasa Jawa) sebenarnya berasal dari bahasa Arab. Dari kata karamah yang berarti mulia, kemuliaan, dari bentukan kata:
كرم – يكرم – كرما و كرامة
Jika hari Jumat disebut keramat dalam konotasi kemuliaan, maka itu benar adanya. Tetapi, sekali lagi, jika diidentikkan dengan hantu, sundel bolong, jaelangkung, “Suster Ngesot”, atau persepsi menakutkan lainnya, maka itu tidak benar. Jumat bukan hari keramat seperti itu.
Tapi, memang, Jumat pernah jadi hari yang menakutkan bagi koruptor yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada periode kepemimpinan sebelum era ini, sering diungkap penangkapan koruptor di hari Jumat.
Jadi, gak papa deh jika Jumat itu menakutkan bagi para koruptor. Tapi sayangnya, saat ini tak lagi terdengar operasi tangkap tangan para koruptor yang diumumkan di hari Jumat.
Mungkin karena KPK lagi dilemahkan ya? Untuk menyadap koruptor saja harus pakai izin segala.
Jumat Konerensi Umat
Jika haji adalah konferensi Muslim sedunia bertempat di Mekkah setahun sekali, maka Jumat adalah konferensi sedunia per pekan dan bersifat lokal.
Jika shalat Dhuhur selain di hari Jumat biasa dilakukan tidak serentak tidak demikian dengan shalat Jumat. Tidak lazim Jumatan sendirian. Kecuali di masa pandemi Covi-19 seperti saat ini, Jumatan bisa diganti dengan shalat Dhuhur di rumah.
Maka Jumatan sebenarnya adalah konferensi Muslim sedunia tapi bersifat lokal. Masing-masing masjid lokal menjadi penyelenggaranya.
Jumat adalah Wukuf
Jumat juga hari perbersihan jiwa dengan laku “wukuf”. Saya sebut wukuf (dalam tanda petik), karena jamaah disyaratkan tenang, diam, dan tidak bicara sepatah kata pun. Itulah hakekat wukuf, yang seakar kata dengan iktikaf (berdiam di masjid) dan wakaf (tanda berhenti) dalam pelajaran tajwid.
Dalam wukuf yang sebenarnya saat haji, kita diam untuk mendengar langsung Tuhan “berbicara”, memberi perintah-perintah subjektif.
Namun dalam diam saat Jumatan perintah-perintah Tuhan kita dengar secara tak langsung melalui ulama, lewat para khatib. Sungguh mulia kedudukan khatib.
Khatib berbicara bukan mewakili dirinya. Karena itu ada pakem-pekem tertentu yang membedakan khutbah Jumat dengan ceramah biasa.
Di antara pakem khatib Jumat ialah memuji Tuhan, bersyahadat, bershalawat pada Nabi SAW, memberi nasihat tentang takwa, dan mendoakan jamaah.
Karena yang disampaikan adalah pesan-pesan Tuhan dan Nabi-Nya, maka jaamah Jumat tak boleh membantahnya. Ingat jamaah sedang “wukuf”. Harus diam.
Maka jamaah Jumat sering diingatkan: ansitu, wasmau, waatiu (diamlah, dengarkanlah, dan taatilah). Itu merujuk sabda Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ : أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ ؛ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika kamu berkata kepada temanmu, ‘Diamlah!’ sementara imam sedang berkhutbah di hari Jumat, sungguh ia telah berbuat sia-sia.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Jamaah diam dalam Jumat bukan berarti tidur—seperti banyak terjadi. Tapi diam untuk mendengarkan Tuhan atau Nabi SAW “berbicara” lewat khatib.
Maka diam, dengar, dan taat adalah pintu masuk rahmat dan barakah Tuhan bagi para jamaah Jumat.
Jumat mubarak, semoga! (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni