PWMU.CO – Lima kepentingan ini halangi ditundanya pilkada. Pakar otonomi daerah Prof Djohermansyah Djohan memaparkannya dalam sarasehan kebangsaan.
Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) menyelenggarakan Sarasehan Kebangsaan #33 dengan tema Pilkada di Tengah Corona Mengapa Harus Ditunda via Zoom, Kamis (24/9/2020).
Menurut Djohermansyah Djohan pilkada di tengah pandemi Covid-19 yang belum landai tidak sehat bagi otonomi daerah. “Kalau ada persoalan penyakit maka bisa dikatakan Virus Corona ini sebetulnya membahayakan kesehatan otonomi daerah kita,” ujarnya.
Manfaat Otonomi Daerah
Secara sederhana, lanjutnya, otonomi daerah itu sebetulnya tidak lain adalah satu transfer otoritas dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Itu penting karena kalau diberikan ke daerah sebagian urusan kekuasaan, pemerintahan, dan keuangan maka dirasakan oleh daerah itu berkeadilan.
“Pusat tidak memborong semua urusan pemerintahan. Dan tidak mungkin di negara sebesar Indonesia yang penduduknya banyak dan multikuktur ini. Dengan demikian daerah tenang dan akan menyebabkan terjadinya kestabilan di daerah. Dan relasi pusat daerah lebih harmonis,” ungkapnya.
Pusat memberikan otonomi daerah supaya daerah bisa membantu negara ini meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Jadi kalau daerah diberi ruang dan peluang dalam soal mengurus pemerintahan dan rumah tangganya maka itu akan membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Juga terjadinya pelayanan publik yang baik,” jelasnya.
Otonomi daerah itu, sambungnya, juga untuk penguatan demokrasi. Demokrasi nasional itu basisnya ada di demokrasi lokal.
“Demokrasi nasional tidak akan kuat jika demokrasi lokal tidak diberi ruang dan kesempatan. Jadi demokrasi tumbuh subur dan hidup,” terangnya.Saat ini, ujarnya, penyelenggara pilkada, pengawas, calon bahkan masyarakat banyak yang terpapar Covid-19. Apakah kita masih mau lanjut pilkada? Mengapa pemerintah dari perspektif otonomi daerah pilkada tidak ditunda sampai 2021?
Kepentingan Petahana dan Parpol
Saat ini, ujarnya, penyelenggara pilkada, pengawas, calon bahkan masyarakat banyak yang terpapar Covid-19. Apakah kita masih mau lanjut pilkada? Mengapa pemerintah dari perspektif otonomi daerah pilkada tidak ditunda sampai 2021?
Pertama yang menjadi dasar pilkada tidak ditunda karena ada kepentingan petahana. Petahana itu dalam praktek berusaha ketika masih menjabat digelar pilkada. Saat ini 200 petahana dari 270 daerah yang pilkada.
“Kalau dia mau menang dengan mudah maka pilkada harus tahun ini. Saya menduga petahana melakukan lobi-lobi dan melakukan berbagai upaya ke para pembuat kebijakan. Termasuk ke partai politik supaya tundanya jangan lama-lama. Tetap tahun ini sehingga masih dalam jabatan,” urainya.
Kedua, lanjutnya, kepentingan partai politik pengusung dan pendukung. Terutama partai pengusung calon. Parpol ingin cepat sekali supaya jangan jauh-jauh membelanya.
“Tunda sih tunda tapi jangan jauh-jauh. Saya menduga parpol ini keras sekali dugaan menerima uang mahar dari para calon. Supaya dapat kendaraan dari partai pengusung. Itu ramai-ramai ke Jakarta supaya dapat surat rekomendasi. Jangan tunda lama-lama karena sudah komitmen,” paparnya.
“Pejabat yang terlibat membuat kebijakan ada yang jagoannya tetap maju pilkada. Mungkin ada calon-calon yang sudah kehilangan pekerjaan, ada yang sedang menjabat. Nah pilkada jadi harus 2020,” ungkapnya.
Kepentingan Pebisnis dan Pemilih
Keempat, pilkada tidak ditunda karena ada kepentingan pebisnis. Dalam pilkada ada the political economy. Pebisnis yang ekonominya tidak bergerak maka ada ruang untuk mencari duit.
“Pilkada itu ada yang bisa dimainkan. Ada dana APBN dan APBD yang dikucurkan untuk penyelenggaraan pilkada. Juga dana dari pasangan calon yang digunakan untuk kampanye,” jelasnya.
Kelima adalah kepentingan pemilih sendiri. Tidak ditunda karena pemilih memiliki kepentingan dengan banyaknya money politic.
“Mereka dengan pilkada senang-senang juga. Karena bisa dapat sembako. Ada yang dapat uang 100 ribu, 200 ribu, bahkan di Indonesia Timur bisa dapat 1 juta. Inilah penyebab pilkada ditunda hanya sampai Desember 2020,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.