Al-Jamaah, 1 dari 73 Kelompok yang Masuk Surga ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Al-Jamaah, 1 dari 73 yang Masuk Surga ini berangkat dari hadits riwayat Abu Dawud:
عن مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ : أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ : أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً ، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ، ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ. رواه أبو داود
Dari Mu’awiyyah bin Abu Sufyan berkata bahwa Rasûlullâh berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: “Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian dari ahli kitab terpecah atas tujuh puluh dua kelompok. Sedangkan millah ini (Islam) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Tujuh puluh dua kelompok masuk neraka dan hanya satu yang masuk surga, yaitu al-jamaaah.” (HR. Abu Daud).
Makna Al-Jamaah
Al-jamaah di antaranya didefinisikan dengan thaifatun minannaasi yajma’uha gharadlun waahidun. Yakni sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga al-jamaaah juga dapat disebut sebagai komunitas.
Sebagai sebuah komunitas tentunya memiliki ciri yang sama antara satu dengan lainnya. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi lafadz al jamaaah diganti menjadi maa ana ‘alaihi wa ashhabiy (مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي ). Yakni apa yang ada padaku dan shahabat-shahabatku.
Suatu keniscayaan akan banyak sekali terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat manusia, apapun agama dan ideologinya. Termasuk bagi orang Yahudi, Nasrani, dan juga pada umat Islam ini.
Dalam redaksi hadits lainnya yang bersumber dari sahabat ‘Auf bin Malik, juga dijelaskan bahwa baik orang Yahudi dan Nasrani hanya satu kelompok yang akan masuk surga dan yang lainnya akan masuk neraka. Definisinya juga jelas adalah yang masuk surga tersebut adalah al-jamaaah.
Konsisten Mengikuti Ajaran Nabi
Al-jamaaah sebagaimana dalam penjelasan para ulama adalah kelompok yang tetap konsisten dengan apa yang ada pada Rasulullah dan shahabat-shahabat beliau, sebagaimana dalam riwayat hadits lainnya tersebut. Sehingga antara satu hadits dengan hadits lainnya saling menguatkan dan menjelaskan.
Konsistensi ini penting karena menjadi persyaratan utama dan mutlak bagi sebuah komunitas atau jamaah tersebut, sehingga tetap disebut sebagai satu jamaah.
Umat Nabi Musa yang senantiasa taat kepadanya disebut al-jamaaah. Demikian pula umat Nabi Isa yang tetap konsisten disebut al-jamaaah. Termasuk umat Rasulullah SAW yang tetap konsisten dengan ajaran beliau dan juga para shahabat beliau maka itulah al-jamaa’h.
Jadi al-jamaa’h adalah sikap konsistensi pada ajaran yang dibawa oleh para nabi-nabi. Dan kelompok demikian di antaranya juga disebut sebagai al-firqatunnaajiyah atau kelompok yang selamat.
Jangan saling Klaim yang Benar
Masalahnya, ada fenomena saling klaim kebenaran. Semua kelompok akan mengklain kelompoknya sebagai pengusung kebenaran dan dapat menjadi jalan menuju surga.
Tentu dalam hal ini adalah sah-sah saja. Tetapi jika kemudian kita kehilangan cara pandang obektif dan membabi-buta, kemudian terjebak fanatisme kelompok atau golongan, hal ini menjadikan kita bercerai-berai dan berpecah-belah.
Bahkan hal itu dapat menjadikan kita lupa akan tujuan dan misi kehidupan yang sesungguhnya. Karena hanya membesarkan permusuhan antara satu kelompok dengan yang lainnya. Sehingga energi kita habis hanya untuk berebut klaim kebenaran ini.
Padahal ukhuwwah islamiyah itu hukumnya fardlu ain. Dan dalam hal ini ditegaskan bahwa perbedaan boleh terjadi tetapi perpecahan dan permusuhan sesama muslim adalah hal yang sangat terlarang. Apalagi sikap takfir yakni menuduh kelompok di luar dirinya adalah kafir.
Peran Pemimpin Satukan Umat
Maka dalam hal ini sangat penting bagi pemimpin umat untuk saling bersilaturrahmi dan kemudian dapat saling menghargai terhadap hujjah masing-masing tanpa harus saling memusuhi, terutama untuk dikalangan bawah atau masyarakat yang menjadi binaan atau anggota kelompoknya.
Bukankah semua anggota tersebut adalah amanah yang harus dipimpinnya dengan benar. Pengkhianatan terhadap amanah ini dampaknya akan jauh lebih berat diderita oleh para pemimpin umat tersebut nantinya.
Tafarruq (perpecahan) sebagaimana prediksi Rasulullah di atas merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Tetapi di balik itu mestinya menjadikan kita semakin berhati-hati dan waspada, apakah kita masih termasuk dalam kelompok al-jamaaah tersebut atau tidak.
Tentu kriterianya sangat jelas dan gamblang, sebagaimana apa yang sudah dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW. Kemudian kita tidak terjebak pada fanatisme kelompok atau ta’ashshub yang menyebabkan diri kita menjadi orang-orang yang sombong yang pasti juga tidak akan disukai oleh Allah SWT. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 4 Tahun ke-XXV, 25 September 2020/8 Safar 1442 H.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.