Keajaiban Teladan, kolom oleh Bahrus Surur-Iyunk, Guru SMA Muhamamdiyah I Sumenep, penulis buku-buku motivasi Islam
PWMU.CO – “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah terhadap kamu yang mengatakan tentang sesuatu yang kamu sendiri tidak mengerjakannya.” (Ash-Shaf: 2-3)
Suatu saat Mahatma Gandhi mengeluarkan sebuah statemen, “Untuk mengubah dunia, Anda harus menjadikan perubahan yang dimulai dari diri Anda sendiri.”
Kesimpulan Gandhi ini lahir dari sebuah kejadian mendalam yang ia alami. Suatu hari ada seorang ibu amat gusar melihat begitu senangnya sang anak dengan permen. Bukan apa-apa, tapi gigi sang anak telah sedemikian rusak dan seringkali sakit gigi.
Sudah berulang-ulang sang ibu menasIhatinya agar menghentikan kebiasaan buruk itu. Anehnya, kebiasaan anak itu layaknya batu karang di tepian pantai yang sepertinya tak kan pernah goyah, meskipun tiap hari dihantam badai dan gelombang besar.
Sampai akhirnya sang ibu berinisiatif untuk meminta nasIhat Mahatma Gandhi yang dihormatinya. Saat sang ibu dan anaknya tersebut bertemu Mahatma Gandhi, ibunya menumpahkan segala curahan hatinya tentang kebiasaan sang anak yang enggan mendengarkan nasehat ibunya.
Ibu yang gundah berkata, “Pak Gandhi, tolong nasihati anak saya supaya berhenti makan permen. Dia sudah saya nasihati berulang-ulang, tapi tetap saja tidak mau menghentikan kebiasaannya itu”.
Mahatma Gandhi terdiam beberapa saat. Sampai akhirnya dia berujar, “Tunggu sepekan lagi ya Bu. Ibu dan anak ibu nanti datang ke sini lagi.”
Setelah sepekan berlalu sang ibu dan anaknya kembali menemui Mahatma Gandhi. Saat itu Gandhi menasihati sang anak, “Nak.. jangan makan permen lagi ya!” Maka pulanglah ibu dan anak tersebut.
Ajaib! Setelah menerima nasihat dari Mahatma Gandhi, kebiasaan sang anak makan permen berhenti. Hanya dengan nasehat dari Mahatma Gandhi.
Tentu saja, sang ibu penasaran. Lalu dia menemui Mahatma Gandhi untuk menanyakan mengapa nasihatnya begitu merasuk ke dalam hati sang anak.
Ibu itu bertanya, “Terima kasih Pak Gandhi, anak saya sudah berhenti makan permen. Kalau boleh tanya, apa rahasianya? Lalu, mengapa saya harus menunggu seminggu lagi hanya untuk menasehati anak saya?”
Dengan tersenyum Mahatma Gandhi pun menjawab, “Waktu ibu menemui saya untuk pertama kalinya, saya juga masih suka mengkonsumsi permen, sehingga saya meminta ibu untuk kembali menemui saya sepekan kemudian. Selama sepekan itu pula saya menghentikan kebiasaan saya makan permen.”
Mulai dari Diri Sendiri
“Ibdak binafsika. Mulailah dari dirimu sendiri!” Begitu kita sering diingatkan oleh guru-guru kita. Membangun peradaban, negara, atau kelompok masyarakat berawal dari diri pribadi dan keluarga.
Ibarat sumber mata air, jika sumbernya jernih maka air yang dialirkan pun akan jernih. Air bisa menjadi kotor, ketika alur yang dilewati air tersebut kotor. Namun, jika air jernih yang dialirkan cukup deras dan besar, maka ia akan menyapu dan justru akan menjernihkan kotoran yang dilaluinya.
Begitu juga dengan patuh-taatnya anak kepada orangtua. Dipatuhi dan ditaatinya orangtua sering diinspirasi oleh perbuatan baik yang dilakukan oleh orangtua.
Menjadi sangat ironis tatkala orangtua menyuruh anaknya membaca al-Quran, namun dirinya sendiri tidak pernah melakukannya.
Di sinilah makna penting tauladan, uswatun hasanah. Kewibawaan seorang pemimpin juga muncul saat ia mampu memberi tauladan dan telah memulai apa yang dia ucapkan atau perintahkan kepada bawahannya. Wallahu a’lamu. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.