PWMU.CO – Pertarungan Partai Amanat Nasional dan Partai Ummat bisa berakhir mati sampyuh alias mati semua karena saling bunuh. Untuk itu sebelum ibarat nasi menjadi bubur, Amien Rais dan Zulkifli Hasan harus melakukan rekonsilisasi total.
Demikian Deklarator PAN Jawa Timur Anwar Hudijono, Jumat (2/10/2020). Anwar mengaku sejak pasca-Pemilu 1999 sudah tidak aktif di PAN dan partai apapun.
Menurut dia, kedua partai ini sama-sama didirikan Amien Rais. Jika PAN didirikan untuk mengisi reformasi, sementara Partai Ummat ini didirikan dengan semangat mengalahkan PAN sebagai buntut konflik internal. Mau tidak mau keduanya kini pada posisi saling berhadapan ibarat dua gladiator di koloseum.
“Saya khawatir pertarungan kedua partai ini akan berakhir seperti dalam film Gladiator. Sang penguasa, Commodus maupun sang pejuang, Maximus sama-sama mati. Akhirnya orang lain yang memperoleh keuntungan,” katanya.
Tahap awal Partai Ummat mesti berusaha merebut massa PAN. Khususnya pendukung fanatik Amien Rais atau PAN garis lurus. Mungkin ini tidak tidak terlalu sulit karena yang fanatik Amien Rais itu masih banyak meski tidak sebanyak awal era reformasi.
Di samping itu juga massa PAN yang kecewa dengan politik pragmatisme dan langkah zigzag pimpinan PAN. Sebagian warga PAN menduga ada pimpinan yang menggunakan partai untuk tameng dari jeratan hukum kasus korupsi.
“Saya kira di Indonesia ini ada invisible hand politik yang menginginkan PAN dan Partai Ummat ini mati sampyuh. Tujuannya untuk menyingkirkan Amien Rais dari orbit politik. Karena Amien itu dianggap seperti telusup di jari. Meski tidak membunuh tapi mengganggu. Kalkulasi saya, Partai Ummat nanti akan mudah lolos persyaratan administratif di Kemenkumham agar bisa tarung dengan PAN,” tegasnya.
Zamzam Tower
Ditanya tentang prospek Partai Ummat, Anwar Hudijono mengatakan, langkahnya amat sangat berat sekali. Layaknya naik bukit yang terjal sambil memanggul batu sebesar gardu. Saat ini zamannya tidak berselera terhadap partai dakwah atau yang berbasis idealisme keagamaan. Hidup partai dakwah dan partai relijious saat ini seperti menggenggam bara api.
“Ini zaman yang dapat disimbolisasikan dengan bayangan Zamzam Tower menutupi Kakbah. Maknanya silakan terjemahkan sendiri ha-ha-ha..,” katanya.
Di samping itu, masyarakat sendiri sudah tidak banyak peduli dengan partai politik. Pilihan partai politik itu seperti hafalan. Tidak mudah masyarakat berpaling ke partai baru. Lihat saja nasib partai baru seperti Perindo, PSI, Partai Berkarya, Partai Garuda yang gagal. Padahal partai ini duitnya nyaris tidak terbatas.
“Bisa-bisa Partai Ummat nanti juga gagal mencapai ambang batas parlemen. Kemungkinan nasibnya serupa Partai Gelora yang terkesan cuma jadi semacam taksi online-nya Fahri Hamzah ha-ha-ha..,” katanya sambil tertawa.
Bagi PAN sendiri, menurut Cak Ano—panggilan akrab Anwar Hudijono—jelas semakin berat langkah ke depannya. Sebenarnya tanpa kehadiran Partai Ummat, PAN sudah tertartih-tatih. Kecuali PAN melalukan perubahan manajemen partai secara total. Dari mengandalkan figur tokoh, ke manajemen berbasis institusi seperti Golkar, PPP.
“Kan selama ini PAN itu jualan Amien Rais. Sama dengan Gerindra jualan Prabowo, Partai Demokrat jualan SBY, PDIP jualan Megawati. Dengan tidak ada Amien, PAN harus jualan kinerja partai. Saya kira Zulkifli Hassan tidak cukup menarik pasar,” katanya.
Ditanya peluang rekonsiliasi Amien dengan Zul, Cak Ano mengatakan, pintu rekonsiliasi itu belum tertutup sama sekali. “Mereka ini kan besan. Kalau keduanya tukaran, kan bisa merembet ke suasana perkawinan anaknya. Hubungan perbesanan ini sebenarnya faktor pendukung. Meskipun sering kali, seperti yang dikatakan Kubilai Khan dalam film Marco Polo, musuh paling berbahaya itu justru kerabat dekat,” tegasnya.
Editor Mohammad Nurfatoni (*)