Pidato Bung Karno yang menunjukkan isyarat bakal meletus perang saudara G30S/PKI diucapkan jelang hari H di Senayan.
PWMU.CO-Sore tanggal 30 September di Stadion Olahraga Senayan Jakarta, Presiden Sukarno menghadiri acara Musyawarah Besar Teknik yang digelar Persatuan Insinyur Indonesia.
Para pejabat tak banyak hadir di acara itu sehingga membuat Bung Karno kecewa. Di antara sedikit pejabat yang hadir adalah Ketua PKI DN Aidit, pendukung setia Nasakom.
Pidato Bung Karno dalam acara itu bercerita perang Mahabharata, perang saudara keluarga Pandawa dan Kurawa. Victor Miroslav Fic, dalam bukunya Kudeta 1 Oktober 1965 mengatakan, pidato itu sebagai isyarat bahwa Bung Karno mengetahui rencana PKI membunuh petinggi Angkatan Darat yang dituduh membentuk Dewan Jenderal.
Apalagi sebelumnya Bung Karno telah menerima sepucuk surat dari Letkol Untung Syamsuri, Komandan Cakrabirawa, yang menjelaskan, bahwa Jam H pembersihan para jenderal telah ditentukan pada pukul 04.00 esok pagi.
Pidato Bung Karno itu juga mendapat perhatian Menhankam Abdul Haris Nasution yang hadir di acara itu. Dia menulis buku mengenang peristiwa itu berjudul 1 Oktober 1965, Kebangkitan 1966, Koreksi/Pembaharuan Pembangunan: beberapa keterangan ceramah, dialog dengan generasi muda 1965-1974, Ganeco Bandung 1974. Dia tak menyangka setelah pidato itu esok pagi ada gerakan menyingkirkan dia.
Isyarat Perang Saudara
Pidato yang dianggap sebagai isyarat bakal terjadi perang saudara seperti ini penggalannya..
”Ini cerita Mahabarata ada pertentangan yang hebat antara dua negara, negara Hastina dengan negara milik Pendawa. Dua negara ini konflik hebat. Tetapi pimpinan-pimpinan dan panglima-panglima Hastina itu sebenarnya masih keluarga dari pemimpin-pemimpin dan panglima-panglima Pendawa.
Jadi masih saudara satu sama lain. Arjuna yang harus mempertahankan negara Pendawa, yang harus bertempur dengan orang- orang Hastina, Arjuna berat dia punya hati karena ia melihat di barisan tentara Hastina itu banyak ipar-iparnya karena isteri Arjuna itu banyak lho! Bahkan gurunya ada disana, guru peperangan yaitu Durno ada di sana.
Arjuna lemas, lemas, lemas. Bagaimana aku harus membunuh kawan lamaku sendiri. Bagaimana aku harus membunuh guruku sendiri. Bagaimana aku harus membunuh saudara kandungku sendiri, karena Suryoputro sebetulnya keluar dari satu ibu.
Arjuna lemas, Kreshna memberi ingat kepadanya. Arjuna, Arjuna, Arjuna engkau ini ksatria. Tugas ksatria adalah berjuang. Tugas ksatria ialah bertempur bila perlu. Tugas ksatria adalah menyelamatkan, mempertahankan tanah airnya.
Ini adalah tugas ksatria. Ya benar di sana ada engkau punya saudara sendiri. Engkau punya guru sendiri. Mereka itu mau menggempur negeri Pendawa, gempur mereka kembali. Itu adalah tugas kewajiban tanpa hitung-hitung untung atau rugi. Kewajiban kerjakan,” tutur Bung Karno.
Aidit Temui Pranoto
Menurut Victor M. Fic, pidato Bung Karno itu seperti memotivasi kelompok Untung dan kelompoknya di seluruh negeri, untuk memukul sesama saudaranya yaitu para jenderal di semua tempat, karena itu adalah dharma mereka, sebuah tugas yang mulia, sebagaimana yang terjadi dengan Arjuna yang memukul saudara-saudara sepupunya di medan perang Kurusetra.
”Ini adalah sebuah pesan yang kuat sekali, dan Aidit, yang juga hadir, segera meninggalkan stadion itu setelah mendengarnya untuk menemui Mayjen Pranoto di rumah Sjam di Jalan Salemba Tengah, Jakarta, untuk menawarkan kepadanya jabatan Panglima AD, karena Yani, komandannya yang sekarang, akan dihabisi dalam beberapa jam lagi,” kata Victor M. Fic.
Setelah acara itu, esok hari jelang Subuh pukul 04.00 benar-benar terjadi penculikan dan pembunuhan petinggi Angkatan darat yang dituduh anggota Dewan Jenderal berencana kudeta terhadap presiden. Kelompok Gerakan 30 September pimpinan Letkol Untung ini hanya berjalan sehari. Setelah itu diserang balik oleh Mayjen Soeharto, Komandan Kostrad (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto