Kisah Jenderal Soedirman Menyamar Jadi Tawanan dilakukan saat perjalanan gerilya memasuki Tulungagung. Akibatnya fatal. Dia dicurigai tentara sendiri.
PWMU.CO-Dalam perang gerilya yang dimulai 19 Desember 1948, Jenderal Soedirman memakai nama samaran Pak De. Dengan kawalan pasukannya harus bergerak dari satu desa ke desa lainnya untuk menghindari incaran serangan Belanda.
Dalam buku tulisan TB Simatupang, Laporan dari Banaran Kisah Pengalaman Seorang Prajurit selama Perang Kemerdekaan, menceritakan, tanggal 23 Desember 1948, perjalanan perang gerilya memasuki Desa Bendo, 24 km dari Tulungagung. Batalion 102 yang menguasai desa ini menghentikan rombongan Pak De yang naik mobil.
Kapten Soepardjo, ajudan Jenderal Soedirman dan kepala rombongan dibawa ke markas. Dia mengatakan sedang membawa seorang tawanan untuk dibawa ke komandannya.
Suasana di zaman itu tentara bisa saling curiga jika tidak kenal dan kelompok tentara merasa lebih unggul dibanding kelompok lain. Komandan Batalion Mayor Zainal Fanani tidak ada di markas. Jadi yang memeriksa para perwiranya yang tak mengenal rombongan ini.
Saat perwira itu menggeledah Kapten Soepardjo ditemukan buku hariannya yang berisi lengkap catatan ketentaraan dan gambar pertahanan. Mereka curiga. Hampir saja Kapten Soepardjo membuka samaran Pak De agar lolos pemeriksaan ini. Beruntung ada perwira yang segera memanggil komandannya untuk melaporkan temuan ini.
Komandan Hormat pada Tawanan
Saat adzan Magrib, Pak Dirman minta shalat di masjid dekat markas. Tak berapa lama Komandan Batalion Mayor Zainal Fanani datang langsung menuju masjid untuk melihat seseorang yang dilaporkan sebagai tawanan.
Dia berpapasan dengan Harsono Tjokroaminoto yang keluar masjid usai shalat. Lalu Zainal Fanani bertanya di mana tawanannya. Harsono menunjuk seseorang yang duduk berdzikir di dalam masjid. Zainal Fanani menghampiri orang itu.
Terperanjatlah sang komandan ketika melihat wajah orang yang disebut tawanan ini. Langsung dia memberi hormat militer. Dia terharu bisa melihat Panglima Besarnya dalam situasi perang ini. Kemudian dia memerintahkan anak buahnya membawa Pak De ke tempat yang baik dan aman.
Semua prajurit batalion, termasuk para perwiranya heran melihat komandannya memberi hormat kepada tawanan yang berpakaian sipil, pakai peci lusuh, bermantel hijau, dan kakinya pakai selop. Mereka ikut terperanjat sewaktu mendengar tawanan itu adalah Panglima Soedirman dalam perjalanan perang gerilya yang menyamar.
Malam itu beberapa orang pergi ke Tulungagung mencari telepon untuk menghubungi Komandan Divisi Brawijaya Kolonel Sungkono yang berada di Kediri. Beberapa jam kemudian datang mobil dari Kediri menjemput Pak De. Sampai di Kediri pukul 04.00 disambut oleh Kolonel Sungkono. Kisah Jenderal Soedirman pun selamat di kota ini. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto