Periuk Nasrudin Beranak Omnibus Law oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jawa Timur.
PWMU.CO-Nasrudin Hoja, tokoh dari Turki Utsmaniyah ini suka usil. Suatu hari dia menjahili tetangganya. Dia meminjam sebuah periuk.
Sepekan kemudian, ia mengembalikannya dengan menyertakan juga periuk kecil di dalamnya. Tetangganya heran dan bertanya mengenai periuk kecil itu.
”Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan bayinya dengan selamat.” Jelasnya dengan mimik serius. Tetangganya tertawa mendengarnya. Tapi tetangganya itu menerima tambahan periuk itu dengan senang. Nasrudin pun pulang.
Beberapa hari kemudian, Nasrudin meminjam kembali periuk itu. Kali ini ia pura-pura lupa mengembalikannya. Sang tetangga mulai gusar. Maka ia pun datang ke rumah Nasrudin menanyakan periuknya.
Nasrudin menyambutnya sambil terisak-isak.”Oh, sungguh bencana menimpa kita. Takdir telah menentukan, periukmu mati di rumahku. Sekarang telah kumakamkan.”
Tetangganya menjadi marah, ”Ayo kembalikan periukku. Jangan berlagak bodoh. Mana ada periuk bisa mati,” dampratnya kepada Nasrudin.
”Bukankah periuk yang bisa beranak, tentu bisa pula mati,” jawab Nasrudin sambil tertawa dalam hati melihat tetangganya keki dan malu mendengar jawabannya.
Gaya Politikus
Dalam dunia politik, umumnya para politikus bergaya seperti Nasrudin Hoja ini. Awal-awalnya memberikan harapan baik. Membawa janji-janji. Memberi sesuatu. Ketika Pemilu. Setelah hajatan usai maka janji tinggal janji. Harapan baik jadi kabur setelah politikus sudah mengambil untung besar.
Seperti Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang ramai ini. Omnibus Law itu seperti periuk Nasrudin. Undang-undang yang beranak pinak. Karena berisi 76 UU yang sudah direvisi dijadikan satu terdiri 11 klaster bahasan.
Tujuannya menciptakan iklim investasi agar bergairah yang pada akhirnya menciptakan lapangan kerja bagi rakyat. Bagus. Hanya narasi awalnya. Saat dibuka satu per satu pasal-pasalnya ternyata persis seperti kisah periuk Nasrudin yang bisa beranak. Mengejutkan yang tak masuk akal.
Sebab Omnibus Law ini melonggarkan investasi pengusaha dengan mengepras aturan yang merugikan hak rakyat. Pengusaha dapat untung banyak, rakyat malah terjepit di sela aturan itu. Persis seperti periuk Nasrudin. Dia dapat yang besar, tetangganya menerima periuk kecil.
Omnibus law juga mengingkari otonomi daerah dengan menciptakan sentralisasi kembali lewat penghapusan kewenangan daerah mengeluarkan beberapa izin investasi. Pusat menjadi dominan lagi dibandingkan daerah.
Karena itulah begitu DPR mengesahkan UU ini langsung mendapat respon negatif. Muncul kritikan dari para intelektual karena menyalahi prosedur tak meminta pendapat publik.
Reaksi paling keras keluar dari kaum buruh yang merasakan dampaknya langsung. Seperti hak cuti, pesangon, ikatan kerja, penetapan upah dikurangi yang menjadikan posisi tawar buruh melemah.
Omnibus Law Melayani Siapa
Maka tak pelak keluar pertanyaan sebenarnya omnibus law ini melayani siapa. Rakyat kebanyakan ataukah sekelompok pengusaha yang sudah kaya raya. Lebih ironi lagi DPR seperti mengabaikan keberatan-keberatan yang pernah disampaikan rakyat saat RUU ini diajukan ke legislatif.
Jangan-jangan anggota DPR juga tak membaca pasal-pasalnya karena UU Omnibus Law tebalnya mencapai 1.028 halaman. Itu pun tak semua anggota dewan mendapatkan. Sehingga asal gedok setuju saja. Seperti biasanya. Apalagi ada insiden Ketua DPR Puan Maharani mematikan mikrofon anggota DPR yang protes.
Investasi seperti apakah yang diharapkan masuk dengan melonggarkan izin investasi dan tega memotong hak buruh? Apakah seperti investasi Cina yang membawa bahan baku dan tenaga kerja sendiri?
Membangun bisnis tak semudah mengesahkan undang-undangnya. Di lapangan tak hanya menghadapi persoalan izin, juga ada makelar, preman, dan pejabat yang minta suap.
Teringat dagelan ludruk Kartolo dan Basman. Memulai usaha dengan sepasang ayam. Ayam bertelur lalu beranak pinak banyak akhirnya dijual untuk membeli sepasang kambing. Lalu kambing beranak pinak banyak dibelikan sapi. Sapi beranak pinak banyak dibelikan truk. Truk juga beranak pinak banyak lalu dibelikan tank. Setelah beli tank jadi bingung untuk apa. (*)
Editor Sugeng Purwanto