PWMU.CO– Pemerintah diminta memahami suasana psikologis dan kekecewaan masyarakat atas pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Kekecewaan itu meluap dalam banyaknya aksi demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat di banyak kota.
”Mestinya pemerintah perlu dialog dengan elemen masyarakat, terutama dengan yang berkeberatan. Pemerintah hendaknya tidak menggunakan pendekatan kekuasaan semata-mata,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti dihubungi Kamis (8/10/2020).
Muhammadiyah, sambung dia, masih mempelajari UU Cipta Kerja setelah resmi diundangkan oleh pemerintah. ”Judicial Review dilakukan apabila terdapat pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 dan ada kerugian konstitusional akibat pelaksanaan suatu undang-undang,” tandasnya.
Sementara demonstrasi menolak UU Omnibus Law sudah berlangsung di berbagai kota hari ini. Seperti di Surabaya, Jakarta, Bandung, Malang, Jember, dan Blitar.
Mengutip detik.com melaporkan, kericuhan juga terjadi saat demonstrasi di Jl. Daan Mogot Tangerang. Polisi menyemprotkan air dari mobil water cannon untuk membubarkan massa.
Kekuatan massa demonstran mencapai 2.000 orang lebih. Itu pun masih terus mengalir. Polisi yang menghadang agar tak menuju Jakarta akhirnya tak bisa menahan. Akhirnya demonstran bergerak ke ibukota.
Demonstrasi di Gedung DPRD Kota Malang ricuh. Massa melemparkan batu dan benda-benda lainnya ke gedung wakil rakyat. Polisi langsung membubarkan demonstran.
Kericuhan berawal saat demonstran dari berbagai elemen mulai berkumpul di Bundaran Tugu depan gedung DPRD dan Balai Kota Malang. Sekelompok massa di sudut barat laut gedung DPRD Kota Malang mulai merusak kawat berduri yang dipasang untuk mengamankan aksi demo. Lolos masuk lokasi mereka melemparkan batu ke gedung. Polisi langsung menghalau massa.
Aliansi Mahasiswa Kediri yang unjuk rasa di Kantor DPRD Kota Kediri berusaha menerobos pagar gedung yang dijaga ketat polisi. Muncul kericuhan karena mahasiswa mendesak ingin masuk ke gedung.
Polisi menghadang akibatnya terjadi tarik menarik dan saling dorong pintu pagar dengan aparat polisi. Saat suasana memanas Kapolres Kediri Kota AKBP Miko Indrayana mengambil alih pengeras suara memberi ultimatum kepada mahasiswa untuk tertib. Suasana tertib lagi kembali.
Demo di Kediri
Peserta aksi demo Aliansi Mahasiswa Kediri terdiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan sejumlah LSM.
Mereka menyuarakan penolakan Undang-undang Omnibus Law yang telah disahkan DPR. Massa mengusung spanduk dan poster. Mahasiswa beralasan menolak undang-undang karena tidak berpihak kepada rakyat.
IMM Kota Bandung juga ikut demo di DPRD setempat. Pimpinan Cabang IMM Wildan Mulkan Hakim mengungkapkan, merasa penting menyampaikan suara pada DPRD untuk disampaikan kepada DPR RI dan Pemerintah Pusat. ”Alhamdulillah aksi demo damai kami diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, H. Edwin Senjaya,” kata Wildan.
Menurut dia, model Omnibus Law tidak cocok diterapkan di ranah hukum Indonesia. Model peraturan seperti itu mencederai sistem pemerintahan demokrasi.
Ketiga bahwa pasal-pasal yang dimuat didalamnya pun banyak merevisi pasal-pasal pasal yang melindungi hak-hak normatif pekerja yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Demo di Jember
Di Jember, demo penolakan diikuti 2.000 mahasiswa dari 25 aliansi. Massa bergerak dari Double Way Unej sekitar pukul 9.00 menuju bundaran DPRD Jember Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari.
Aliansi mahasiswa terdiri KHM, FNKSDA, IMM, GMNI, PMII, HMI, KAMMI, LMND, PMKRI, IBEMPI. Juga terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa terdiri BEM Unmuh Jember, Universitas Jember, KM Polije, Universitas Islam Jember, Soebandi Jember, STIE Mandala, STIA Pembangunan Jember, DEMA IAIN Jember, Mapala Unmuh Jember, Puger Melawan, Gedrik, Aksi Kamisan Jember, Aliansi Pelajar, Aliansi Rakyat dan Aliansi Papua.
Omnibus law Cipta Kerja dinilai melanggar amanat Reformasi yang tertuang dalam TAP MPR XVI/1998 tentang Demokrasi Ekonomi dan TAP MPR IX/2001 tentang Reforma Agraria dan SDA. (*)
Editor Sugeng Purwanto