Perdebatan Adam dan Musa ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Perdebatan Adam dan Musa ini berangkat dari hadits riwayat Muslim.
عَنْ طَاوُسٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَّ آدَمُ وَمُوسَى فَقَالَ مُوسَى يَا آدَمُ أَنْتَ أَبُونَا خَيَّبْتَنَا وَأَخْرَجْتَنَا مِنْ الْجَنَّةِ فَقَالَ لَهُ آدَمُ أَنْتَ مُوسَى اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِكَلَامِهِ وَخَطَّ لَكَ بِيَدِهِ أَتَلُومُنِي عَلَى أَمْرٍ قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَنِي بِأَرْبَعِينَ سَنَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى. رواه مسلم
Dari Thawus dia berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: ‘Adam dan Musa saling berdebat. Musa berkata: ‘Wahai Adam, engkau adalah bapak kami. Engkau telah mengecewakan kami dan mengeluarkan kami dari surga karena dosamu.’
Adam menjawab, ‘Wahai Musa, Allah telah memilihmu dengan kalam-Nya dan menulis Taurat untukmu dengan tangan-Nya. Apakah kamu mencelaku atas perkara yang telah Allah tentukan terhadapku empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku.’ Maka Nabi bersabda: ‘Maka argumentasi Adam mengalahkan Musa.'”
Para Nabi Berkumpul
Sebagaimana dalam syarah shahih Muslim Imam Nawawi dijelaskan, dalam hadits yang lain pada saat peritiwa israk mikraj, Rasulullah berkumpul dengan para sabi sebelumnya, shalawatullahi wa salamuhu ‘alaihim ajma’in di langit dan juga di Baitul Maqdis dan menegakkan shalat di dalamnya. Dan tidaklah hal ini beda jauh Allah menghidupkan mereka sebagaimana yang terjadi bagi para syuhada.
وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتٌۢ ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati. Bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (al-Baqarah 154).
Dikisahkan pada saat itu Nabi Musa bertanya setengah menyalahkan kepada Nabi Adam, Musa berkata: ‘Wahai Adam, engkau adalah bapak kami. Engkau telah mengecewakan kami dan mengeluarkan kami dari surga karena dosamu.
Adam menjawab: ‘Wahai Musa, Allah telah memilihmu dengan kalam-Nya dan menulis Taurat untukmu dengan tangan-Nya. Apakah kamu mencelaku atas perkara yang telah Allah tentukan terhadapku empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku.’ Maka argumentasi Adam mengalahkan Musa
Nabi Adam sebagai abul basyar atau bapaknya semua manusia sejak awal diciptakan adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi. Oleh karenanya para mufassir menguraikan bahwa kalimat uskun anta wa zaujukal jannata atau tinggallah engkau dan istrimu di surga sifatnya sementara.
Selanjutnya akan menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi ini, yakni memakmurkan bumi yang memang jauh waktu sudah diciptakan Allah terlebih dahulu. Maka tugas ini sekaligus dilanjutkan oleh anak cucu beliau sampai pada masa yang telah ditentukan yaitu terjadinya hari akhir atau hari kiamat.
Tak Ada Kebebasan Sempurna
Sementara saat di surga Nabi Adam dan Ibu Hawa—yang tercipta dari tulang rusuk bagian atas Nabi Adam—diberikan kebebasan untuk menikmatinya sesukanya, dan tentu ada pembatas yang tidak boleh dilanggar yaitu makan satu buah pohon yang terlarang.
Dalam hal ini perintah dan larangan merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan ini. Sehingga tidak ada kebebasan yang sebebas-bebasnya. Pasti ada yang membatasinya yaitu berupa larangan.
Perintah adalah dalam rangka memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi setiap hamba, baik secara individu maupun masyarakat yang lebih luas, sedangkan larangan adalah dalam rangka menghindarkan dari kemudharatan setiap hamba, baik secara individu maupun masyarakatnya.
Tentu orang yang berfikir cerdas akan senantiasa berpihak pada kepentingan kemaslahatan masyarakat yang lebih luas dari pada kepentingan pribadi dan kelopmpoknya semata. Karena kekhalifahan itu rahmatan lil ‘alamin, dan bukan dipersempit pada rahmat bagi pribadi, kelompok, golongan dan ruang-ruang sempit lainnya.
Iblis Musuh Utama
Di samping diberikan batasan berupa tidak dekat-dekat dengan salah satu pohon di surga, Nabi Adam dan Ibu Hawa juga diberikan musuh yang selalu berusaha menggelincirkan keduanya dari kebenaran dan ketaatan itulah Iblis.
Iblis pada mulanya adalah ahli ibadah sehingga memegang perbendaharaan surga, akan tetapi sifat sombongnya masih melekat dalam jiwanya, dan hal itu yang menyebabkan ia durhaka kepada Allah. Bahkan siap menerima vonis berat karena kedurhakaannya itu. Dan jadilah ia musuh utama dan abadi bagi nabi Adam dan anak cucunya yaitu kita semua.
Iblis durhaka tidak mamatuhi perintah Allah maka ia divonis terkutuk, sedangkan nabi Adam tidak termasuk durhaka akan tetapi bermaksiyat kepada Allah dan taubatnya di terima atau diampuni oleh Allah. Hal ini karena Nabi Adam tersilap lupa.
وَلَقَدْ عَهِدْنَآ إِلَىٰٓ ءَادَمَ مِن قَبْلُ فَنَسِىَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُۥ عَزْمًا
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. (Thaha 115).
Dalam modusnya Iblis ini bahkan bersumpah untuk menggelincirkan Ibu Hawa dan Nabi Adam.
وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ
Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.” (al-Araf 21)
Demikianlah iblis terus berupaya dengan berbagai modusnya untuk menggelincirkan umat manusia dari kebenaran. Semoga kita semua dilindungi Allah dari berbagai macam modus iblis, amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Perdebatan Adam dan Musa ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 6 Tahun ke-XXV, 9 Oktober 2020/22 Safar 1442 H.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.