PWMU.CO– Gosip selalu disebar Abdullah bin Ubay untuk merongrong kewibawaan Rasulullah saw. Itu dilakukan karena dendam. Sejak hijrah Rasulullah ke Madinah, kewenangannya sebagai pemimpin bangsa Khazraj dan Aus jadi hilang. Kaumnya yang memeluk Islam telah menjadikan Rasulullah sebagai pemimpinnya.
Suatu ketika Abdullah bin Ubay membuat gosip Nabi Muhammad memakai harta tebusan tawanan untuk foya-foya makan dan minum enak serta membeli perabotan mewah layaknya Kaisar Persia.
Sambil menebarkan gosip, diam-diam dia mendatangi seorang wanita Anshor dan menyuruhnya memberikan permadani yang indah dan sangat mahal kepada Aisyah, istri Nabi. Tanpa ada rasa curiga, Aisyah yang masih muda itu menerimanya dengan senang.
Ketika Rasulullah saw mendengar gosip ini, segera pulang. Di rumah menemui Aisyah yang sedang duduk-duduk di atas permadani mahal itu. Wajah Aisyah sedang berseri-seri memiliki perabotan indah itu.
”Aisyah, apa ini?” tanya Rasulullah.
”Seorang wanita Anshor datang ke sini dan melihat tikarmu,” jawab Aisyah. ”Ia kemudian mengutus orang agar menyampaikan permadani ini kepadaku.”
Rasulullah menyuruh Aisyah agar mengembalikan permadani itu. Kemudian Nabi tidur di atas tikar daun kurma yang biasa dipakai.
Umar Cek Kebenaran Gosip
Umar bin Khaththab yang mendengar gosip itu bergegas mendatangi rumah Rasulullah. Ia ingin membuktikan desas-desus yang disebarkan orang tentang kehidupan Nabi yang memiliki perabot mewah.
Ketika Umar sampai di rumah Nabi sama sekali tidak melihat ada perabot mewah yang didesas-desuskan itu. Rumah Rasulullah tetap seperti dulu. Kecil menempel di Masjid Madinah. Tidak ada sama sekali yang berubah.
Mengetahui Umar bin Khaththab datang, Rasulullah bangun dari tikarnya. Seketika itu Umar melihat bekas-bekas tikar membekas pada tubuh Rasulullah. Melihat kehidupan Nabi seperti itu, Umar menangis.
Rasulullah berpaling heran lalu beliau bertanya lembut, ”Ya Umar, Apa yang menyebabkan engkau menangis?”
”Bagaimana aku tidak menangis jika melihat bekas-bekas tikar itu melekat pada punggungmu. Hanya inilah harta kekayaanmu yang aku tahu. Sedangkan Kaisar Romawi dan Persia hidup dalam gelimangan harta benda,” kata Umar.
Rasulullah tersenyum melihat keprihatinan sahabatnya. Dijelaskan, nilai seseorang tidaklah ditentukan oleh harta kekayaan yang dimilikinya, tetapi tergantung pada kemampuannya untuk menyebarkan kebahagiaan kepada orang lain. Kebajikan akan membuat seseorang menjadi kekal. Orang yang terus-menerus melakukan kebaikan, akan menghasilkan buah kebaikan pula untuk selama-lamanya.
Rasulullah mengatakan agar selalu bersyukur. ”Apabila di antara kamu sekalian melihat orang yang dianugerahi harta dan rupa, maka hendaklah ia melihat orang yang lebih rendah dari mereka, karena hal itu lebih pantas agar kamu tidak merasa kekurangan nikmat yang Allah berikan kepadamu.” (*)
Editor Sugeng Purwanto