PWMU.CO – Pesan Din Syamsuddin untuk para guru disampaikan dalam Webinar Pendidikan Jarak Jauh Ke-3 yang digelar Forum Silaturrahmi Kepala Sekolah Muhammadiyah (Foskam) dan Majelis Dikdasmen PWM Jawa Timur, Selasa (13/10/2020).
Webinar diikuti sekitar 700 partisipan Zoom Clouds Meetings dan 50 peserta live streaming YouTube yang terdiri dari guru sekolah Muhammadiyah se-Jawa Timur.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Dr Din Syamsuddin MA, mengatakan guru saat ini lebih dipandang sebagai profesi. “Namun saya lebih senang dengan istilah pendidik, sebagaimana yang sudah saya terapkan di pesantren. Semua yang disebut guru adalah pendidik,” jelasnya.
Tentu, lanjutnya, kepentingannya lebih menekankan pendidikan dari pada sekadar pengajaran—yang bermakna memindahkan ilmu dari benak guru kepada benak murid.
Menurut dia, guru harus dipandang sebagai pendidik, karena selain tugas-tugas pengajaran, guru juga harus terlibat dalam pendidikan dan penanaman nilai dalam rangka pembentukan watak.
Selain membedakan pegertian guru sebagai pendidik dan pengajar, Din Syamsuddin juga menyampaikan beberapa istilah yang merujuk pada guru.
Dia menjelaskan, kata guru dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yang dipakai pada masa lampau di anak benua India. Kata ini dikaitkan dengan agama yaitu ereka yang mengajarkan agama. Tapi pesangan kata guru, yaitu murid, berasal dari bahasa Arab, dari kata muridun, artinya yang punya kenginan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini juga menyampaikan istilah guru dalam bahasa Arab. “Dari sudut pandang Islam, istilah guru adalah muallim yang berfungsi melakukan taklim, yaitu memindahkan ilmu. Kalau sudah ilmu itu lebih dari sekadar pengetahuan,” jelasnya.
Taklim atau pemindahan ilmu itu yang dilakukan Allah terhadap manusia pertama, Adam seperti dalam surat al-Baqarah ayat 31. Di situ Allah men-taklim-kan, memindahkan ilmu kepada Adam.
Selain muallim Din Syamsuddin menjelaskan juga istilah murabbi untuk guru. Dan proses yang dilakukan adalah tarbiyah yakni memindahkan.
“Dalam Islam juga pendidikan dikaitkan dengan takdib atau adab yaitu pembentukan adab. Adab dalam masa lampau ada kaitan dengan berbahasa yang tinggi sehingga merefleksikan akal budi,” jelasnya.
Din Syamsuddin menegaskan, guru Muhammadiyah bisa mengkombinasikan fungsi yang banyak itu dengan tampil sebagai muallim. Sekali-kali tampil sebagai murabbi. Perlu pula tampil sebagai muaddib (guru sebgai pembntuk adab).
“Guru Muhammadiyah harus bisa menjadi guru yang menyeluruh atau holistik. Tidak sekadar transfer knowledge,” tegas dia.
Tugas Guru Kembali pada Al-Quran
Din Syamsuddin juga mengusulkan agar mengembalikan tugas guru sesuai al-Quran. Yaitu di antaranya tazkiyah, taklim, dan memberi hikmah seperti dalam surat al-Jumuah ayat 2:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Dia juga mengusulkan pendekatan ESQ dalam proses belajar mengajat. “Karena anak sekarang mengalami kecepatan pendewasaan dan pematangan intelektual,” ujarnya.
Hilangnya Potensi di Masa Pandemi
Din Syamsuddin juga menyinggung soal pendidikan di masa pandemi Covid-19. “Di masa pandemi ini, di seluruh dunia termasuk di Indonesia, pendidikan mengalami masalah,” katanya.
Yakni menghadapi masalah yang disebut potential loss—hilangnya potensi terutama karena ketidaksiapan Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh ini.
“Infrastruktur pendidikan kita tidak siap, sehingga bisa disimpulkan kita terjadi depotential loss. Para pakar pendidikan juga menyimpulkan bahwa pendidikan saat ini mengarah pada generation loss,” jelasnya.
Kondisi ini, menurut dia, akan berlangsung beberapa semester ke depan. “Besar kemungkinan tahun depan masih dilaksanakan PJJ. Dampak-dampak tersebut harus didiskusikan,” pesannya.
Pesan untuk Guru Muhammadiyah
Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Modern Intenasional Dea Malela Sumbawa ini mengajak guru Muhammadiyah untuk siap dengan segala kenyataan, tidak lari dari kenyataan; siap menghadapi masalah, dan tidak lari dari masalah.
Menurutnya masa pandemi Covid-19 ini adalah peluang bagi sekolah Muhammadiyah kita, namun menuntut guru yang hebat.
Salah satunya memiliki kreativitas dan langkah-langkah baru yang tidak sama dengan masa-masa dalam keadaan normal biasanya. Ada tiga langkah yang diusulkan Din Syamsuddin.
Pertama, memperbarui konten secara kreatif seperti yang sudah ada di perencanaan (RPP). Kedua, adanya upaya lain untuk menyapa anak-anak di rumah, tidak dalam konteks belajar mengajar, dan ketiga memperbarui metode penyampaian.
Menurut dia, metode itu lebih penting dari isi atau konten. Dan guru lebih penting dari metode. Namun jiwa dan watak guru lebih penting dari guru itu sendiri. “Itulah syarat menjadi guru hebat Muhammadiyah,” tegas Din Syamsuddin. (*)
Pesan Din Syamsuddin untuk Para Guru; Penulis Firdausi Nuzula. Editor Mohammad Nurfatoni.