Euforia kemenangan Perang Uhud, akibatnya malah membalik keadaan ketika datang serangan balasan.
PWMU.CO-Strategi Rasulullah dalam Perang Uhud bisa memukul mundur pasukan Mekkah meskipun jumlah pasukan muslim hanya 700 orang menghadapi musuh 3.000 orang.
Penempatan pasukan panah 50 orang di atas bukit menjadi penghadang pertama pasukan musuh yang bergerak maju. Ketika pasukan musuh bergelimpangan tertembus panah, Nabi Muhammad saw memerintahkan pasukan kavaleri menyerang sisa barisan musuh.
Barisan-barisan Quraisy jadi kelabakan lalu menyelamatkan diri dengan bergerak mundur. Panji perang Quraisy yang jatuh diambil oleh Amrah binti Alqamah Al Haritsiyah. Ia mengangkatnya tinggi-tinggi hingga orang-orang Quraisy berkumpul kembali di sekitar panji. Abu Sufyan mengoordinasi lagi pasukannya bersama sisa pasukan sayap kiri pimpinan Ikrimah.
Pasukan Khalid bin Walid di bagian sayap kanan yang bersiaga agak jauh belum turun. Saat pertempuran terjadi dia menahan pasukannya tidak ikut terjun apalagi saat Ikrimah dan Abu Sufyan dipukul mundur. Dia menunggu kesempatan baik untuk melancarkan serangan.
Barisan cheerleaders pimpinan Hindun ikut lari terbirit-birit menghindari kejaran pasukan muslim hingga gelang kaki Hindun dan teman-temannya tertinggal tanpa diambil sedikit pun. Lantas wanita-wanita ini berteriak-teriak memberi semangat agar maju lagi berperang.
Sementara di padang perang, pasukan muslim mengalami euforia kemenangan. Mereka langsung mencari harta dari pasukan kafir yang mati. Mengumpulkan senjata, perisai, baju zirah, perhiasan, dan uang.
Pasukan pemanah pun diselimuti euforia. Ketika melihat pasukan kavaleri berebut ghanimah di lapangan, langsung ikut turun seperti takut tak kebagian harta rampasan. Menyangka perang sudah berakhir mereka meninggalkan posnya di bukit Rumat. Di pos itu hanya tinggal sepuluh pemanah yang tetap mematuhi perintah Nabi.
Pasukan Khalid Menyerang
Di kejauhan, Khalid bin Walid melihat kondisi lapangan itu sebagai peluang untuk menyerang. Maka dia perintahkan pasukan berkudanya maju bergerak cepat menyerbu pasukan muslim yang tak waspada. Barisan barisan kavaleri mengikuti di belakangnya.
Para pemanah melihat kedatangan pasukan sayap kanan Khalid bin Walid segera berteriak mengingatkan teman-temannya. Tapi terlambat dengan cepat pasukan Khalid menyerang dan membabatkan pedangnya kepada orang-orang muslim yang terkejut ada serangan balasan.
Jumlah anak panah yang dilesatkan dari atas bukit tak mampu lagi menghambat pasukan itu. Hanya satu dua orang langsung jatuh, ribuan orang lainnya menyerang pasukan muslim yang lari mundur. Namun pasukan Khalid mengobrak-abrik kemana pun mereka lari.
Melihat pasukan Khalid berhasil menyerang, segera saja Abu Sufyan dan Ikrimah memerintahkan pasukannya kembali turun ke medan perang. Barisan belakang pasukan muslim langsung bergerak menghadang. Tapi jumlah mereka sudah berkurang.
Kekuatan pasukan muslim yang sudah sedikit itu tak bisa lagi mengimbangi serangan balasan. Mereka terdesak kemudian berlindung ke bukit Uhud.
Wahsyi Membunuh Hamzah
Sementara di padang perang, Hamzah menghadapi musuh dengan garang. Pedangnya menyabet membunuh lawannya. Dibunuhnya Artha bin Abdul Syurahbil dan beberapa orang pemuka Quraisy lainnya.
Saat perang berkecamuk Wahsyi, budak Jubair bin Muth’im, mencari Hamzah. Dia melihat Hamzah berhadapan dengan Siba bin Abdul Uzza. Wahsyi mengayun-ayunkan tombaknya mengarahkannya ke sasaran.
Begitu Hamzah merobohkan lawannya, Wahsyi melemparkan tombaknya.Tepat mengenai bagian bawah perut Hamzah hingga keluar di antara kedua kakinya. Darah mengucur. Hamzah berbalik menghadapi Wahsyi. Tapi kesakitan dan tubuhnya yang makin lemah menjadikan tangannya terkulai.
Akhirnya Hamzah roboh. Wahsyi menghampiri lalu mencabut tombak kemudian pergi ke markas komando. Tugasnya sudah selesai hanya membunuh Hamzah untuk kemerdekaannya. Dia memang tak ikut perang. Sesudah perang dia kembali ke Mekah mendapatkan kebebasan dari majikannya.
Di akhir pertempuran, Hindun mendatangi jasad Hamzah. Dia belah dadanya. Dia ambil jantung Hamzah lalu menggigitnya berkali-kali sebagai balas dendam atas kematian bapaknya, Utbah bin Rabi’ah, di Perang Badar. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto