Mantra Kiai Syukri Zarkasyi untuk Santri Gontor, kolom ditulis oleh Ma’mun Afani, Wakil Direktur Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya.
PWMU.CO – Saya hanyalah santri di periode 1999-2004. Pada masa itu Ustadz Syukri—pangggilan Pengaus Pondok Modern Darussalam Gontor KH Abdullah Syukri Zarkasyi—masih sangat energik, gesit, dan jika berbicara memberi nasihat seperti tidak pernah habis tenaganya.
Ketika beliau sakit, semua santri terkejut. Sosok yang begitu bersemangat lebih banyak berbaring. Kini beliau sudah pergi unuk selamanya, sejak Rabu (21/10/2020). Semua grup alumni Gontor riuh ingin mengantar ke tempat persinggahan akhir beliau.
Tiga Mantra untuk Santri
Ada beberapa pesan yang selalu beliau ulang-ulang pada kami, para santri. Pertama, “No time for ecek-ecek“. Mungkin ini seni beliau dalam menyampaikan pesan. Dengan bahasa campuran Inggris-Jawa yang unik ini kami selalu ingat hingga menjadi alumni. Intinya kami tidak boleh berleha-leha.
Kedua, “Taharrak fa Inna fil harakati barakah.” Kita diminta untuk terus bergerak. “Di manapun dan kapanpun. Jangan diam, nanti lama-lama ketemu sendiri.” Begitulah yang selalu kami ingat. Maka selepas menjadi santri kami dituntut untuk menelusup di setiap aspek kehidupan.
Ketiga, “Tanamkan pada dirimu dalam lima tahun ke depan, kamu akan berprestasi!” Kami merasa pesan ini sebagai evaluasi dari pesan pertama dan kedua. Kalau lima tahun belum ada fase penting dalam hidup. Rasanya ada yang salah dalam hidup kami.
Namun mengartikan prestasi bukan dalam arti duniawi. Ada beberapa kriterianya. Di antaranya musta’mal, kita harus terpakai di lini yang kita masuki. Di masyakat yang kita diami.
Selanjutnya kesuksesan berarti mau’tabar. Jangan hanya terpakai saja, tapi kedudukan kita dianggap. Dengan kata lain perlahan kita punya posisi penting.
Satu lagi adalah mu’taman. Ini yang sulit. Harus jadi orang yang bisa diberikan amanat. “Jangan hanya terpakai dan dianggap, sudah banyak. Yang penting mampu menjaga amanat,” begitu nasihantnya.
Terakhir adalah puncak kesuksesan, muhtaram. Orang yang dihormati. Tapi dengan catatan jangan minta penghormatan. Apalagi gila kehormatan. Karena kehormatan datang setelah bergerak dan berbuat.
Pesan-pesan ini seolah jadi “mantra” untuk kami sebagai santri. Meskipun beliau sudah pergi kami selalu mengingat pesan penting ini dalam setiap detak langkah sebagai santri. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.