Strategi Belajar Kreatif dan Tetap Bahagia di Masa Pandemi. Itulah misi yang ingin disampaikan PDNA Gresik dengan menggelar webinar pendidikan anak.
PWMU.CO – Pendidikan anak kreatif penting untuk tetap diterapkan khususnya saat pandemi Covid-19 seperti saat ini. Hal tu diungkapkan Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kabupaten Gresik Ifa Faridah SPdI dalam sambutan pembukaan Webinar Pendidikan Anak Kreatif: Tetap Bahagia di Tengah Pandemi, Ahad (18/10/20).
Menurutnya, saat ini proses pendidikan yang pada biasanya berada di sekolah harus beralih ke rumah. Karena itu, lanjutnya, orangtua berkewajiban menciptakan suasana rumah menjadi tempat pendidikan kreatif bagi anak-anaknya sehingga tidak bosan.
Ifa Faridah juga menyapa peserta webinar yang berasal dari Sulawesi Barat, Padang, Depok, serta 18 Kabupaten dan Kota di Jawa Timur. Profesi peserta pun beragam. Mulai dari guru TK Aisyiyah se-Kabupaten Gresik, guru PAUD Dinar Nasyiatul Aisyiyah, guru SD, SMP, SMA, hingga peserta umum termasuk ibu-ibu rumah tangga.
Kegiatan yang difasilitasi oleh SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik dengan menyediakan ruang Zoom berkapasitas 1000 peserta ini diikuti oleh 225. Mereka sebelumnya telah mendaftar melalui Google Form.
Tuntutan Adaptasi
Webinar menghadirkan narasumber Lely Ika Mariyati MPsi Psikolog dari Lembaga Pendidikan Orangtua dan Anak (LPOA) Dinar milik Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur.
Dia mengatakan, Covid-19 menuntut kita untuk melakukan adaptasi sebagai bentuk evolusi. Dalam teori evolusi itu, kata dia, bagaimana kita bisa mempertahankan.
“Siapa yang hidup maka dia yang bisa beradaptasi. Siapa yang berkarya maka dia itulah yang bisa beradaptasi,” ujarnya.
Perempuan kelahiran Sampang, 4 Mei 1975 itu mengingatkan, pandemi Covid-19 ini paling tidak memberikan budaya baik yaitu budaya bersih dan budaya IT. Ia menjelaskan, ketika orang yang terbiasa melakukan aktivitas di luar, lalu dituntut untuk di dalam rumah dengan fasilitas yang minim, maka yang terjadi adalah stress.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo itu mengatakan, dampak psikologi akibat pandemi ini adalah cemas dan khawatir yang bisa menjadi stress. “Kalau stresnya itu mengarah ke positif maka yang terjadi adalah eustress,” ujarnya.
Eustress ini, kata dia, adalah orang-orang yang bisa memanfaatkan situasi cemas menjadi suatu yang produktif. “Berbeda dengan cemas yang akhirnya menjadi distress. Ini kumpulan-kumpulan frustasi yang tidak terselesaikan satu persatu akhirnya menjadi gunung es dan meledak,” paparnya.
Contoh distress ini, lanjutnya, seperti berita ibu yang tega menyiksa anaknya akibat belajar daring. “Ini kumpulan frustasi, tidak hanya terkait dengan anak tapi mungkin ada masalah lain seperti ekonomi, dan lainnya,” kata dia.
Mengubah Stres menjadi Eustress
Lely Ika Mariyati mengatakan, untuk mengubah stres menjadi eustress dibutuhkan kreativitas. Eustress ini bisa terjadi pada siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Ia menjelaskan, seseorang dikatakan memiliki kreativitas jika memiliki daya imajinasi yang kuat. Daya imajinasi itu bisa ditunjukkan dalam bentuk bahasa atau dalam bentuk produk yang lain.
Ciri yang lain, kata dia, mempunyai inisiatif, memiliki minat yang luas, bebas dalam berpikir, selalu ingin tahu, ingin mendapat pengalaman baru, percaya pada diri sendiri, dan penuh semangat.
Berani mengambil risiko dan menyatakan pendapat serta keyakinan, kata Lely Ika Mariyati, juga termasuk ciri seseorang memiliki kreativitas.
Anggota Divisi Preventif-Kuratif MCCC Jawa Timur itu menegaskan, saat ini dibutuhkan kreativitas yang membantu anggota keluarga menciptakan alternatif-alternatif baru untuk bertindak keluar dari permasalahan yang dihadapi.
Peluang Jadi Kreatif
Lely Ika Mariyati menjelaskan, manusia pada dasarnya secara alamiah adalah kreatif. Hal itu terlihat pada anak-anak yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi.
“Orang dewasa ini kan lebih dominan rasionalnya, sehingga bereksperimennya tertutup,” kata dia.
Menurutnya, peran pelatih (orangtua) adalah mendorong agar anak-anak secara spontan kreatif. Orangtua perlu menciptakan situasi lingkungan yang kondusif. “Karena kreativitas itu sebenarnya keterampilan yang bisa dilatihkan,” tuturnya.
Strategi Merangsang Kreativitas Anak
Cara merangsang kreativitas anak ada beragam. Lely Ika Mariyati mengatakan, pemilihan media bahasa yang tepat dapat merangsang dan memperkaya bahasa mereka.
Selain itu, lanjutnya, dibutuhkan pula media sebagai penguat bahasa, informasi baru atau contoh, serta pengalaman sebelumnya untuk melakukan asosiasi dalam kasus yang mirip. “Anak juga membutuhkan waktu dan pengulangan untuk memahami hingga menajdi keterampilan,” tuturnya.
Menurut Lely Ika Mariyati, kreativitas harus diciptakan oleh orangtua di rumah selama pandemi. “Saya katakan harus karena situasi tuntutan tadi sebagai bentuk adaptasi,” tegasnya.
Pertama, memahamkan anak tentang kondisi saat ini, Covid-19, isolasi diri, dan pentingnya tetap berpikir positif. “Ajak anak berdiskusi, misalnya kisah Ashabul Kahfi,” ujarnya.
Kedua, menanamkan pola hidup bersih (berwudlu/mandi). Ketiga, membiasakan pola hidup sehat (pengaturan makan, tidur, olahraga).
Selain itu penting juga mengelola aktivitas belajar atau mengaji pada anak, merancang aktivitas menyenangkan bersama, memanajemen waktu hiburan dengan televisi (tayangan, kapan, dan durasi waktu), serta memanajemen waktu hiburan dengan gadget.
Strategi Bahagiakan Anak Sekolah di Rumah
Pentingnya membahagiakan anak saat sekolah di rumah juga disampaikan Lely Ika Mariyati. Pertama, menciptakan kesadaran dan komitmen bersama keluarga.
“Bagaimana peran ayah jangan sampai nanti ketika menyampaikan ini bertolak belakang antara ayah dan ibu,” tuturnya.
Ia menuturkan, perlu orangtua menyampaikan sekolah itu sepanjang hidup. “Tempat belajar tidak selalu di sekolah, tetapi di rumah, apalagi situasi pandemi saat ini. Tinggal pindah sekolahnya, jamnya tetap,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, dibutuhkan fasilitas dan tempat belajar. Tugas orangtua, kata dia, memfasilitasi sehingga anak lebih mudah memperoleh informasi.
Kedua, membuat kesepakatan dengan anak-anak. Ketiga, membuat agenda kegiatan keluarga, mulai dari shalat berjamaah, ngaji bareng, dan lain-lain.
Ketiga, memberi ruang privasi bagi anggota keluarga.
Solusi jika Anak Jenuh di Rumah
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk membuat anak tidak jenuh di rumah. Lely Ika Mariyati menyebutkan, membuat permainan kreatif, humor, tebak-tebakan, atau permainan tradisional menjadi salah satu solusinya.
Selain itu, kata dia, berkemah di dalam rumah, melukis atau menggambar harapan, membaca, dan menulis buku juga menjadi alternatif lain yang mungkin menarik. “Libatkan anak dalam aktivitas di rumah (berbenah, bersih-bersih, memasak), berkreasi dengan rumah (menghias rumah dengan pernak pernik, berkebun), dan mengajak anak merancang aktivitas membantu sesama,” tambahnya.
Aktivitas lain yang dapat dilakukan di rumah, lanjut Ika Mariyati, adalah dengan melakukan hobi dan mengaji bersama (hafalan). “Biarkan anak merancang kegiatannya, mengembangkan bahasa, olahraga. Berikan ruang anak untuk say hello kepada teman atau sahabatnya,” kata dia. (*)
Penulis Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.