PWMU.CO– Kisah Nasruddin Hoja dan para politikus terjadi saat menyaksikan demonstrasi rakyat di gedung parlemen yang sudah berlangsung tiga hari. Demonstran menolak undang-undang yang banyak memangkas hak buruh. Tapi anggota parlemen tak menanggapi.
Seorang politikus berkomentar soal demonstrasi itu. ”Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi hukum dan etika maka tenteram dan nyaman negeri ini.”
Nasruddin Hoja menukas,”Bukan rakyat yang harus mematuhi hukum, tetapi justru hukumlah yang harus disesuaikan dengan kepentingan rakyat.”
Politikus itu ngotot, ”Hukum apa pun yang dibuat parlemen dan pemerintah pasti masih ada rakyat yang protes menyatakan tak puas.”
”Berarti Anda belum bertugas dengan baik padahal sebagai anggota parlemen sudah banyak menikmati gaji dan fasilitas,” tegas Nasrudin.
Politikus itu tersinggung tapi tak dia tampakkan. Lalu dia bertanya kepada Nasrudin dengan memberi pilihan. ”Kalau Anda diminta memilih antara kekayaan atau kebijaksanaan, mana yang akan Anda pilih?”
Nasruddin langsung menjawab,”Tentu saya memilih kekayaan.”
Politikus itu mencibir. ”Nah, Anda pun bukan orang bijak. Pilih kekayaan daripada kebijaksanaan.”
Dengan tenang Nasruddin kemudian balik bertanya,”Kalau pilihan Anda sendiri, kekayaan atau kebijaksanaan?”
Politikus itu menjawab menjawab dengan percaya diri. ”Tentu saya memilih kebijaksanaan.”
Nasruddin tertawa mendengar jawaban itu. Lalu dia berkata,”Pilihan itu membuktikan siapa diri Anda. Sebab orang memilih itu untuk memperoleh sesuatu yang belum dimilikinya.”
Nasruddin Menang Tender Proyek
Di lain waktu kisah Nasruddin mencoba jadi kontraktor. Dia menangkan tender sebuah proyek pembangunan. Untuk itu dia harus menemui pejabat kota meminta tanda tangan persetujuannya.
Kebiasaan yang berlaku untuk memperlancar urusan ini, kontraktor harus memberi sesuatu. Maka Nasruddin membawa guci madu murni. Melihat hadiah yang cukup mahal itu, pejabat kota keluar ke ruang tamu menyambut Nasruddin dengan hangat.
Tanpa banyak bertanya dia membubuhkan tanda tangannya pada berkas-berkas proyek. Setelah mendapat tanda tangan, Nasruddin pamit sambil tersenyum mengucapkan terima kasih memandang pejabat kota dengan penuh makna.
Dua hari kemudian pejabat kota menerima hadiah roti dari kontraktor lain. Mendapat hadiah roti ini, pejabat kota teringat hadiah madu dari Nasruddin. Alangkah nikmatnya roti diolesi madu.
Ia pun membuka guci madu tersebut. Ternyata guci itu berisi tanah. Marah sekali dia dilecehkan seperti ini. Ia menyuruh bawahannya memanggil Nasruddin. ”Suruh dia datang segera,” perintahnya.
Bawahan itu pun mengontak Nasruddin. ”Tuan Nasruddin, berkas-berkasnya masih ada yang kurang. Tuan diminta datang menghadap pejabat kota.”
Nasruddin menjawab enteng sambil menahan tersenyum. ”Berkas-berkasku tidak ada yang kurang. Yang kurang justru ada pada pikiran pejabat kota. Semoga Allah meluruskannya.” (*)
Editor Sugeng Purwanto