PWMU.CO – Menulis itu ibarat naik sepeda. Tidak ada pelatihan naik sepeda yang paling efektif kecuali langsung praktik.
Hal tersebut ditegaskan Dhimam Abror Djuraid pada kegiatan PWMU.CO Sapa Kontributor II dengan tema Menulis Gampang Artikel Opini via Zoom, Sabtu (24/10/2020)
Mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos itu mengatakan, kalau mau menjadi penulis yang produktif dan hebat, maka harus cinta membaca.
“Karena jika yang masuk bagus, tentu yang keluar akan bagus. Menulis berita atau opini itu ibarat kulakan. Kita membaca berbagai macam sumber kemudian kita olah dan kita tuangkan dalam tulisan,” tuturnya.
Menulis ibarat Naik Sepeda
Selain merupakan keterampilan, Dhimam juga mengatakan, menulis itu ibarat naik sepeda. Tidak ada pelatihan naik sepeda yang paling efektif kecuali langsung praktik.
“Tidak mungkin bisa naik sepeda kecuali dengan langsung mencoba. Konsekuensinya yang pertama pasti jatuh, tersungkur. Itu biasa. Menulis juga begitu. Awal-awal pasti takut, sulit, menantang,” tegasnya.
Namun, dia menambahkan, jika seseorang sudah bisa dan terbiasa menulis pasti akan merasa asyik, keren, dan terampil.
“Kalau sudah bisa pasti akan lebih terampil. Berani pakai tangan satu. Bahkan juga berani tidak memakai tangan. Itu karena keterampilan dasar sudah dimiliki,” katanya.
Untuk membuat tulisan opini, dia menuturkan, kuncinya ada tiga, yang pertama adalah lead (pembuka).
“Lead itu harus menarik serta menantang. Ia ibarat window (jendela), etalase. Sehingga seorang penulis opini harus memberi pembukaan yang menarik,” tandasnya.
Yang kedua adalah isi (pembahasan) dan yang ketiga kesimpulan. Namun dia berujar, bagian isi akan tergantung bagaimana seseorang membangun lead yang menarik.
Referensi Kauliah dan Kauniah
Dhimam Abror uga menegaskan, menulis adalah peradaban manusia tertinggi. Dia merupakan keterampilan dan jalan menuju surga.
Mengutip penggalan ayat al-Quran, Dhimam menuturkan, menulis opini juga harus dimulai dengan membaca (iqra).
“Iqra itu selain dengan mencari referensi buku (kauliah) juga bisa menggunakan referensi kauniah dengan melihat apa yang terjadi di sekitar untuk menjadi ide,” terangnya.
Jika dulu orang tradisinya bicara kemudian menulis, dia mengatakan saat ini kita berada pada era teknologi informasi.
“Semua itu bisa menjadi sumber referensi kita. Kalau dulu tradisi dongeng, hikayat, cerita masa lalu, legenda menjadi referensi, di zaman ini berarti referensi kita bisa diperoleh dari internet atau media sosial,” jelasnya.
Dia pun memberikan semangat kepada kontributor PWMU.CO agar selalu mengasah kemampuan dengan rajin menulis.
“Hanya dengan latihanlah yang bisa membuat sempurna. Harus selalu diasah agar tajam, karena kalau berhenti akan tumpul. Ibarat bersepeda tadi, mungkin kita tidak akan pernah lupa cara bersepeda, namun kita akan gratul-gratul lagi sehingga harus selalu dilatih agar bisa tidak pegangan bahkan seperti sirkus,” imbuhnya.
Dia juga berbagi tips agar penulis selalu fokus pada diri-sendiri dan keunikan masing-masing.
“Kita ini punya kemampuan dan gaya sendiri-sendiri. Nah caranya gimana agar kita punya kekhasan? Kita boleh menyontek orang lain untuk kita tiru dan modifikasi,” tutur penulis rutin di Harian DI’s Way ini.
Dhimam juga mengaku selalu senang menulis di PWMU.CO karena dibaca orang se-Indonesia dan bisa menyapa teman-temannya di berbagai kota.
“Saya senang menulis di PWMU.CO yang kadang-kadang dibaca lebih dari seribu pembaca atau kurang dari itu. Jadi teman-teman di NTB, Kalimantan, Makassar dan lain-lain pun selalu WA karena membaca tulisan saya,” ujarnya bangga. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni