
PWMU.CO– Khadijah ra, janda kaya di Kota Mekkah, sebenarnya sudah memperkirakan bahwa seorang pemuda bernama Muhammad yang berusia 25 tahun punya keistimewaan spiritual yang tak dimiliki setiap manusia.
Dugaan itu bisa dibaca di kitab Sirah Nabawi Ibnu Hisyam. Kitab itu menceritakan, meskipun kerabat jauh, Khadijah binti Khuwailid sudah mendengar tentang kemuliaan perilaku dan kejujurannya. Dari budak laki-lakinya bernama Maisarah, dia mendapatkan informasi peristiwa menakjubkan selama perjalanan dagang ke Syam.
Misalnya tentang pernyataan pendeta di Syam bahwa orang yang duduk di bawah pohon dekat gerejanya adalah orang yang punya sifat kenabian. Juga selama perjalanan pulang ke Makkah ketika matahari sangat terik, Maisarah seperti melihat dua malaikat menaungi Muhammad dari sengatan panas matahari.
Cerita budaknya itu makin membuat Khadijah terkesima dengan pemuda itu. Lalu dia diskusikan kejadian istimewa Muhammad itu dengan pamannya Waraqah bin Naufal, seorang Nasrani yang mempelajari kitab suci. Kedekatan dia dengan pamannya ini menjadikan dia tahu soal agama tauhid dan kenabian.
Waraqah berkata, ”Jika ini benar, Khadijah, sesungguhnya Muhammad adalah nabi untuk umat ini. Aku tahu persis, umat ini akan mempunyai nabi yang ditunggu kedatangannya dan sekarang telah tiba masanya kemunculan nabi tersebut.” Namun Waraqah kemudian mempertanyakan kapan masa penantian dia menjadi nabi itu datang.
Khadijah ra kemudian menikah dengan Muhammad. Menikmati keluarga bahagia, punya anak, bisnis berkembang, hidup yang mapan. Hingga satu hari di bulan Ramadhan datanglah peristiwa aneh yang mengubah segala kemapanan hidupnya.
Wahyu Kenabian
Tiba-tiba suaminya pulang dari tahanuts di Gua Hira dengan ketakutan. Lalu suaminya tidur di pangkuannya dengan rasa cemas. Kemudian berceritalah Muhammad tentang kejadian di Gua Hira. Ada seseorang datang mendekapnya meminta membaca tulisan. Hingga orang itu menuntunnya membaca sebaris kalimat iqra bismi rabbika aladzi kholaq/kholaqol insana min alaq…
Dia mendengarkan cerita suaminya dengan tenang. Tidak panik. Teringat pernyataan Waraqah. Inilah waktunya penantian menjadi nabi itu tiba. Dia kemudian menenangkan suaminya dengan kata lembut, ”Suamiku, bergembiralah dan tegarlah. Sungguh aku berharap engkau menjadi nabi untuk umat ini.”
Lalu dia menyelimuti suaminya supaya bisa tidur dengan tenang. Setelah itu dia ke rumah pamannya, Waraqah, menceritakan peristiwa suaminya yang merasa melihat dan mendengar sesuatu keanehan di gua Hira’.
Waraqah langsung berkomentar, ”Mahasuci Allah. Demi Dzat yang jiwa Waraqah ada di tanganNya, jika apa yang kamu ceritakan benar, Khadijah, sungguh suamimu didatangi Jibril yang dulu pernah datang kepada Musa.”
”Sungguh suamimu adalah nabi untuk umat ini. Katakan padanya agar ia bersabar. Sebab semua nabi akan ditentang dan diusir oleh kaumnya ,” sambung Waraqah.
Dia pulang menemui suaminya lalu menceritakan perkataan Waraqah. Setelah Muhammad tenang hatinya lalu keluar ke Masjidil Haram untuk thawaf.
Jibril Datang Lagi
Ketika sedang thawaf, bertemu dengan Waraqah. Waraqah minta Muhammad menceritakan kejadian di gua Hira. Orang tua itu mengulangi komentarnya. ”Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh engkau adalah nabi untuk umat ini. Sungguh telah datang kepadamu malaikat Jibril yang dulu pernah datang kepada Musa.”
Dia mengingatkan,”Sungguh, engkau akan didustakan, diganggu, diusir, dan diperangi. Seandainya aku berada pada hari itu, pasti aku meminta pertolongan Allah.” Waraqah mendekatkan kepalanya kepada Muhammad dan mencium ubun-ubunnya.
Hari berlalu, Khadijah ra berkata kepada suaminya agar bercerita tentang malaikat Jibril yang mendatanginya. Lalu Khadijah berkata,”Jika ia datang lagi kepadamu, maka ceritakan kepadaku.”
Tidak lama setelah itu, Jibril datang. Nabi Muhammad berkata kepada istrinya, ”Ini Jibril datang kepadaku.” Istrinya segera mendekat. Lalu meminta suaminya duduk di atas paha kirinya.
”Apakah kamu melihatnya?” tanyanya.
Suaminya menjawab,”Ya.” Kemudian suaminya diminta ganti duduk di paha kanannya. ”Apakah kamu masih melihatnya?” Suaminya menjawab, ”Ya.” Khadijah berkata, ”Coba duduk di pangkuanku.”
Suaminya duduk di pangkuan istrinya. ”Apakah masih melihatnya?” Suaminya menjawab, ”Ya.” Khadijah lalu melepas kerudungnya. ”Apakah masih kamu melihatnya?”
”Tidak,” jawab suaminya.
”Bergembiralah. Demi Allah, sungguh itu malaikat, bukan setan,” komentar istrinya dengan gembira. Hari itu dia yakin suaminya menjadi nabi seperti cerita pamannya dalam kitab suci. Maka dia kuatkan hatinya mendukung setiap dakwah suaminya menyampaikan wahyu dan menerima Islam.
Dia sudah siap menyerahkan seluruh harta dan setia menemaninya jikalau kaumnya mendustakan, memusuhi, dan mengusirnya. Dia relakan kemapanan hidupnya hilang demi menjalankan perintah Allah. Kisah Khadijah menjadi pendamping setia Nabi penuh tantangan dimulai.
Atas kemuliaannya itu, suatu hari Nabi Muhammad mengatakan,” Aku diperintahkan menyampaikan berita gembira kepada Khadijah berupa rumah dari qashab (mutiara yang berongga) yang di dalamnya tidak ada teriakan keras dan kelelahan.”
”Hai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam Allah kepadamu,” kata Nabi.
Khadijah menjawab,”Allahu salam, minhu salam, wa ala Jibril salam.”
Penulis/Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post