H Mas’udi Ridlwan, sang Pembangkit HW Lamongan ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Kebangkitan kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Lamongan tak bisa dilepaskan dari nama H Mas’udi Ridlwan.
Kisah ini bermula pada tahun 1999. Saat itu secara nasonal Hizbul Wathan (HW) dibangkitkan lagi melalui SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 tanggal 10 Sya’ban 1420 (18 November 1999). SK itu lalu dipertegas dengan SK Nomor 10/Kep/I.O/B/2003 tanggal 1 Dzulhijjah 1423 (2 Februari 2003).
Di Lamongan kebangkitan itu diinisiasi oleh Mas’udi Ridlwan yang saat itu menjadi Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan. Selain dia, penggagasnya adalah saya yang waktu itu menjadi Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Lamongan.
Maka terbentuklah kepengurusan Kwartir Daerah (Kwarda) HW Lamongan periode 2003-2005 yang dilantik oleh Ketua Kwarwil HW Jawa Timur Haji Asmara Hadi pada tanggal 3 Juli 2003 di Pondok Karangasem Paciran.
Ramanda Mas’udi Ridlwan—panggilannya di HW—ditunjuk sebagai Ketua, didampingi Yusup Ismail sebagai Sekretaris dan Masram sebagai Bendahara. Dengan anggota-anggota Hudlori, M. Hatta, Muslich Asnawi, Sutono Niran, Faridah Lukman, dan saya.
Pada era periode Ramanda Mas’udi Ridlwan ini keberadaan Hizbul Wathan disosialisasikan di sekolah dan madrasah Muhammadiyah. Lalu diselenggarakan Jaya Melati I—pelatihan untuk pembina. Para kepala SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan calon pembina HW wajib mengikuti pelatihan ini.
Menurut Yusup Ismail, Jaya Melati I yang dilaksanakan selama tiga hari dua malam ini langsung dipandu pelatih-pelatih dari Kwarwil HW Jawa Timur. Seperti Moeslimin, Asmara Hadi, HR Tauhid el-Amin, Samanan.
Pada tahun 2005 Kwarda HW Lamongan berhasil menyelenggarakan Perkemahan Besar Athfal-Pengenal bertitel “Perkesa Hizbul Wathan” di Lapangan Desa Solokuro. Perkesa yang kali pertama digelar ini diikuti 2.500 peserta se-Kabupaten Lamongan. Saat itu menjelang pelaksanaan Pilkada secara langsung untuk kali pertama di Lamongan
Riwayat Hidup Singkat
Mas’udi Ridlwan, lahir di Blimbing Kecamatan Paciran pada tanggal 2 Agustus 1952. Ia anak kedua pasangan Ridlwan dan Masfufah. Saudara Mas’udi sebanyak lima orang yaitu Maslihan, Masudi Ridwan, Umi Athiyah, Ahmad Sathori, Marzuki, dan Muhammad Muflih
Pendidikan formalnya ditempuh pada Sekolah Rakyat (SDN) Brondong dan lulus pada tahun 1965. Lalu dia melanjutkan ke SMP Muhammadiyah 7 Blimbing (lulus tahun 1968), dan SMA Negeri 1 Tuban (lulus tahun 1971).
Sedangkan pendidikan nonformal diperoleh di Pondok Pesantren Al-Ma’hadul Islamy Tuban yang diasuh oleh KH Mahbub Ikhsan—Ketua PDM Tuban saat itu. Berbagai kursus Kemuhammadiyahan dan administrasi organisasi juga dia ikuti.
Pada usia 32 tahun, tepatnya tahun 1984, Mas’udi menikah dengan Kasmiyatik. Namun sampai akhir hayatnya belum dikaruniai putra. Ia mengambil anak saudaranya untuk dibantu biaya hidup dan pendidikannya.
Kasmiyatik dikenal aktif pada kegiatan Nasyiatul Aisyiyah dan Aisyiyah di Ranting Blimbing. Bila ada pengajian di tingkat Cabang dan Daerah, ia selalu hadir bersama pimpinan lainnya. Bila ada kegiatan bersamaan antara Muhammadiyah dan Aisyiyah, misalnya milad Muhammadiyah atau tabligh akbar bisa dipastikan Mas’udi dan Kasmiyatik hadir bersama.
Guru dan Politisi
Pemilik Nomor Baku (NBM) Muhammadiyah 499.213 ini menjadi guru sejak tahun 1972 di berbagai madrasah Muhammadiyah. Ia mengajar di MIM Blimbing, MIM Dengok, SMPM Blimbing, SMAM Blimbing, Madrasah Mualimin Mualimat Blimbing. Yang disebut terakhir itu Mas’udi pernah sebagai wakil kepala sekolah. Selain itu dia menjadi dosen di STIT dan STIE Muhammadiyah Paciran sejak berdiri sampai wafatnya.
Sebagai aktivis sejak pelajar, Mas’udi banyak ditempa pengalaman berorganisasi. Di organisasi otonom, dia pernah sebagai Sekretaris Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PD IPM) Tuban (1969-1970), PD IPM Lamongan (1971-1975); Sekretaris Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Paciran dan Wakil Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Lamongan (1977-1985). Saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Palembang tahun 1989, ia ikut hadir menjadi utusan Lamongan.
Sementara di Muhammadiyah sebagai Pimpinan Ranting Muhammadiyah Blimbing (1975-1985), Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Paciran (1985-2000), Wakil Ketua Badan Pendidikan Kader (BPK) PDM Lamongan (1990-1995).
Selanjunya Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PDM Lamongan (1995-2000), Ketua Majelis Dikdasmen PDM Lamongan (2000-2005). Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (2005-2010), Badan Pengurus Harian (BPH) STIT dan STIE Muhammadiyah Paciran, dan BPH STIKES Muhammadiyah Lamongan,
Tdak hanya sebagai guru dan aktivis persyarikatan Mas’udi juga terlibat aktif di di ormas lain dan partai politik. Ia adalah Sekretaris Gerakan Pemuda Islam (GPI) Pimpinan Daerah Istimewa Blimbing (1975-1977), Pengurus PPP Paciran (1977-1985), Ketua DPC PAN Paciran (1999-2000), Sekretaris DPD PAN Lamongan (1999-2000), Wakil Ketua DPD PAN Lamongan (2000-2005). Anggota DPRD Lamongan (1999-2004) dari Fraksi PAN.
Selama menjadi anggota DPRD Lamongan, kontribusinya cukup banyak. Sebagai Ketua Fraksi PAN, suara dan pandangannya cukup didengar pemerintah daerah. Ia kerap bersuara lantang terhadap kebijakan pemerintah daerah. Media massa pun sering memberitakan dan mengutip pernyataannya.
Idealis dan Suka Membantu
Menurut Marzuki, adik Mas’udi, kakahnya itu sangat idealis. “Cak Udi (panggilan) itu orangnya sangat idealis dan bila mempunyai ide atau gagasannya seolah-olah harus terlaksana. Cak Udi orangnya tidak tegaan. Ia suka membantu bila ada masalah,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Suntari, Dosen STIT Muhammadiyah Paciran. Menurutnya Mas’udi mempunyai banyak kelebihan. Orangnya idealis dan tak punya rasa lelah. Ia tidak gentar berhadapan dengan aparat bila ada masalah di Persyarikatan. Loyalis pada Muhammadiyah, memasyarakat, dan orator (penceramah ulung) walau tingkat lokal,” ujarnya.
Mas’udi juga dikenal sebagai administrator dan konseptor yang ulet. Seperti disampakan Marzuki—Wakil Kepala SMPM 7 Blimbing. “Ia sangat menguasai tata aturan persyarikatan. Argumen argumennya selalu merujuk pada kaidah dan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dan ia banyak menduduki jabatan sebagai sekretaris,” terangnya.
Menurutnya, Ma’udi mengoleksi semua kaidah dan keputusan yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. “Ada satu lemari yang dikhususkan untuk menyimpan dokumen persyarikatan,” tamnah dia. Bahkan dua maalah: Suara Muhammadiyah dam Matan menjadi koleksi dan referensinya.
Lelaki yang energik dan tak kenal lelah itu akhirnya pasrah. Setelah beberapa bulan sakit Ramanda H Mas’udi Ridlwan dipanggil menghadap Allah SWT pada tanggal 13 April 2007 dalam usia 55 tahun. Beberapa tahun kemudian istrinya menyusul wafat.
Semoga Allah mengampuni doas beliau berdua. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.