Pidato Bung Tomo mengobarkan semangat pejuang dalam perang 10 November 1945 yang dikenal sebagai Hari Pahlawan.
PWMU.CO-Tanggal 9 November 1945, di Kantor Keisatsubu (Departemen Kepolisian) Kota Malang, Sulistina, gadis yang bekerja di situ bersama pegawai lainnya mengelilingi sebuah radio.
Di zaman itu meskipun proklamasi kemerdekaan sudah lewat dua bulan, kantor Jepang masih buka. Orang-orang Jepang tetap mondar-mandir di kantor. Mereka menunggu datangnya tentara Sekutu untuk urusan pelucutan senjata dan tawanan perang.
Sulistina dalam buku Bung Tomo Suamiku menceritakan, kabar dari mulut ke mulut semua orang tahu Bung Tomo sore itu akan berpidato. ”Kami pegawai Indonesia mengerumuni sekitar radio kecil itu. Sedang pegawai Jepang acuh tak acuh saja,” tuturnya.
Gema suara Bung Tomo menggelegar. Kami semua terpukau. Ada getaran di dada ingin berontak dan berjuang untuk negara.
Itulah kesan Sulistina, aktivis Palang Merah Indonesia (PMI) di Malang, saat mendengarkan pidato Bung Tomo. Tahun itu siaran radio pidatonya sudah terdengar sampai Malang. Pidato itu mendorong Sulistina dan teman-teman PMI serta pemuda pejuang Malang berangkat ke Surabaya bergabung dalam Perang 10 November.
Ultimatum Inggris
Pas tanggal 9 November 1945 itu, di Surabaya pasukan Sekutu mengultimatum rakyat dan Pemerintah Kota Surabaya untuk menyerahkan senjata dan pembunuh Brigjen Aubertin Walter Sothern Mallaby, Komandan Brigade 49, yang tewas dalam baku tembak di Jembatan Merah pada 30 Oktober 1945.
Rakyat Surabaya menolak ultimatum pasukan Inggris dan memilih perang. Bung Tomo lewat siaran Radio Pemberontak yang stasiunnya berpindah-pindah menyampaikan pidato membakar semangat sekaligus pengumuman perang.
Radio Pemberontak bagian dari perjuangan laskar Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) yang didirikan Bung Tomo pada 12 Oktober 1945. Dia membangun radio empat hari kemudian yaitu 16 Oktober. Awalnya Bung Tomo menjadi Ketua Bagian Penerangan Pemuda Republik Indonesia (PRI) pimpinan Soemarsono. Kemudian dia keluar mendirikan BPRI yang lebih radikal.
Lewat radio itu, Bung Tomo setiap sore mengudara dengan pidatonya mengobarkan perang 10 November. Ternyata pidato itu banyak pendengarnya. Inilah pidato Bung Tomo pada 9 November 1945 sore yang bisa didengarkan.
Pidato Bung Tomo
Bismillahirrahmaanirrahiim…
Merdeka!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya.
Kita semuanya telah mengetahui.
Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua.
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan,
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang.
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara.
Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku,
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan,
Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera,
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing.
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung.
Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol.
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.
Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara.
Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini. Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran.
Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri.
Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.
Jawaban Rakyat Surabaya
Saudara-saudara kita semuanya.
Kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu,
dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya.
Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia.
Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Dengarkanlah ini tentara Inggris.
Ini jawaban kita.
Ini jawaban rakyat Surabaya.
Ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.
Hai tentara Inggris!
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu.
Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu.
Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita:
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak,
Baru kalau kita ditembak,
Maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara.
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita,
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!!
Penulis/Editor Sugeng Purwanto