Biden Menang, Jangan Berharap Berlebihan oleh Ali Murtadlo, jurnalis di Surabaya.
PWMU.CO-Joe Biden menang. Banyak orang Indonesia yang senang. Terutama umat Islam. Sejak dia nyalon memang sudah bersikap Islam-friendly. Pertama, dia mengadakan pertemuan dengan tokoh muslim Amerika.
Kedua, dia mengutip hadits yang berbunyi jika engkau melihat kemungkaran, ubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu ubahlah dengan lisanmu, kalau itu pun tidak bisa ubahlah dengan hatimu. Kini, Biden sudah sia-siap mengubahnya dengan ketiga-tiganya: tangannya, lisannya, dan hatinya.
Sekarang bandingkan dengan saat Trump in power. Dia justru menjadi kepala negara pertama yang mendukung perpindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem Desember 2017 lalu.
Dan yang sangat menyakitkan lagi, pada 2017 lalu juga saat Donald Trump baru menduduki Gedung Putih, dia melarang kunjungan penduduk tujuh negara muslim ke negerinya. Dan, bandingkan dengan pidato President-elect Joe Biden yang mengatakan, mencabut kebijakan Trump ini, pada hari pertama dia dilantik pada Januari 2021 nanti.
Tapi, tetaplah jangan terlalu berharap banyak kepada POTUS, President of the United States. Bukan untuk mengecewakan di tengah kesenangan kita melihat Biden meng-KO Trump. POTUS jelas-jelas memimpin untuk mayoritas warganya yang Kristen-Protestan.
Kepadanyalah, dia pertama kali akan berdedikasi. Kedua, sepanjang sejarah, POTUS selalu dekat dengan Yahudi. Kebijakan-kebiakan Presiden AS selalu pro-Israel. Mengapa? Karena Jew lobby mereka sangatlah kuat. Baik di Kongres, Senat, media, maupun para konglomeratnya.
POTUS siapa pun, termasuk Biden kelak, tetap tidak akan terlalu berani untuk kritis kepada Israel. Buktinya sekarang ini. Setiap kali Israel melakukan serangan brutal yang memperoleh kecaman seluruh dunia, termasuk dari Uni Eropa, AS tetap diam seribu bahasa. Dan, bagi negeri Yahudi, itu lebih dari cukup. Satu dukungan dari satu negara saja, asal itu dari Amerika.
Bentuk Lobi Muslim
Ini contoh mutakhirnya. Uni Emirat Arab dan Bahrain berhasil diyakinkan oleh Trump untuk mengakui Israel. Siapa yag tidak sakit hati, di tengah saudaranya, tiap hari dianiaya, disiksa, tanahnya kian hari diambili, negeri sesama muslim malah menyatakan dukungannya kepada Israel.
Sangat pantas, jika delegasi Uni Emirat Arab yang berkunjung ke Masjidil Aqsa, diusir dari masjid. Mereka dihukum oleh rakyat Palestina.
Lantas sikap apa yang perlu kita lakukan? Mensyukuri tentu saja boleh. Jelas, terbukti bahwa POTUS dari Partai Demokrat selalu lebih moslems-friendly dari pada Republik. Tapi berharap berlebihan, bisa membuat kita nanti kecele.
Yang perlu dilakukan adalah ini: menjadikan lobi muslim kuat. Bukan lemah seperti beberapa negara di Timur Tengah saat ini. Mereka seperti mengabdi kepada Amerika, bukan kepada saudaranya sesama muslim. Mengapa? Takut rezimnya diganggu, takut dinastinya ambyar.
Kembali terpilihnya dua tokoh muslim menjadi anggota Kongres, Rashida Tlaib dan Ilhan Omar, salah satunya. Tentu, mereka akan berbunyi, bersuara yang sesuai dengan aspirasinya.
Jika dari ke hari, dari waktu ke waktu, jumlahnya semakin banyak, tak hanya anggota Kongresnya, juga cendekiawannya, profesornya, konglomeratnya, teriakannya akan semakin kuat dan diperhitungkan. Sebagaimana Jew Lobby yang sudah merajalela hingga sekarang ini. Bagaimana menurut Anda? Salam!
Editor Sugeng Purwanto