Refleksi 109 Tahun Pendidikan Muhammadiyah, ditulis oleh Dr Hidayatulloh MSi, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim; Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
PWMU.CO – Milad Muhammadiyah yang ke-108 menjadi momentum yang sangat penting untuk melakukan refleksi atas perjalanan Muhammadiyah di dalam menjalankan gerakannya di berbagai bidang.
Salah satu bidang yang sangat mengemuka dalam gerakan Muhammadiyah adalah pendidikan.
Ada tiga alasan, mengapa bidang pendidikan ini kami anggap sebagai bidang yang paling mengemuka.
Pertama, sebelum Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan, terlebih dahulu beliau mendirikan sekolah “Madrasah Diniyah Al-Islamiyah”.
Kedua, secara kuantitatif jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah telah mencapai puluhan ribu.
Ketiga, dilihat dari segi jenjang dan jumlahnya pendidikan Muhammadiyah sangat beragam, dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, pondok pesantren, dan perguruan tinggi dengan jumlah lebih dari 10.000 lembaga pendidikan.
Secara historis, perkembangan pendidikan Muhammadiyah yang berdiri sejak tahun 1911 hingga sekarang, tahun 2020, telah berusia 109 tahun, dan selama itu pula pendidikan Muhammadiyah tetap survive, sejak masa pemerintah kolonial Belanda, pemerintahan orde lama, pemerintahan orde baru, hingga masa pemerintahan saat ini.
Pada masa-masa awal, kelahiran pendidikan Muhammadiyah dinilai sebagai respon atas kondisi masyarakat Indonesia yang terbelakang dan termarjinalkan.
Hal ini bisa dibuktikan dengan langkah yang diambil oleh KH Ahmad Dahlan ketika mendirikan Madrasah Diniyah Al-Islamiyah di rumahnya untuk memberikan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak tetangganya yang tidak mampu atau tidak punya akses pada sekolah-sekolah pemerintah Belanda.
Pendirian Madrasah Diniyah Al-Islamiyah pada tahun 1911 ini adalah sebuah alternatif pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat, di mana pendidikan di madrasah ini memadukan keilmuan agama yang biasa diberikan di pondok pesantren dan keilmuan umum yang biasa diberikan di sekolah Belanda.
Abuddin Nata dalam bukunya Tokoh-Tokoh Pembaharu Pendidikan Islam di Indonesia menyatakan ketika awal didirikannya madrasah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ini hanya ada sembilan siswa yang mendaftar.
Ini menggambarkan bahwa madrasah ini belum mendapatkan tanggapan yang baik dari masyarakat. Tanggapan yang kurang baik ini tidak mengendorkan semangat KH Ahmad Dahlan.
Ia tidak segan-segan mendatangi anak-anak ke rumahnya untuk diajak masuk sekolah. Usaha yang sungguh-sungguh ini kemudian membuahkan hasil dengan bukti meningkatnya jumlah siswa menjadi 20 anak dalam waktu enam bulan.
Pendirian sekolah-sekolah Muhammadiyah terus berkembang di berbagai daerah. Abuddin Nata menyatakan, pada tahun 1913 berdiri di Karangkajen, tahun 1915 berdiri Lempuyangan, dan tahun 1916 Pasargede (1916).
Pada tahun 1920, madrasah diniyah di pindah ke Suronatan, karena gedung yang lama tidak lagi cukup untuk menampung siswa yang jumlahnya terus bertambah. Sekolah yang baru di Suronatan ini dikhususkan untuk siswa putra, sementara siswa putri masih tetap di sekolah lama di Kauman; kemudian sekolah ini diberi nama baru: Sekolah Pawiyatan Muhammadiyah. Pada tahun 1920 di sekolah-sekolah Muhammadiyah terdapat 787 siswa dengan 32 guru.
Perkembangan sekolah Muhammadiyah mengalami booming pasca-1921, di mana pada tahun 1921 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang membolehkan pendirian cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta.
Mengikuti diberlakukannya peraturan ini, Muhammadiyah melakukan restrukturisasi organisasi, di mana urusan sekolah yang semula ditangani langsung oleh KH Ahmad Dahlan, kemudian ditangani oleh Bagian Sekolah.
Pada tahun 1923 Muhammadiyah telah memiliki 14 cabang yang tersebar di 5 propinsi: Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Perkembangan Cabang Muhammadiyah ini juga diikuti oleh tumbuhnya sekolah-sekolah Muhammadiyah, demikian seterusnya.
Selanjutnya perkembangan lembaga pendidikan Muhammadiyah, mulai PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah terus berkembang se Indonesia, bahkan beberapa ada di luar negeri, yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 10.000 lembaga pendidikan.
Lahirnya lembaga pendidikan Muhammadiyah banyak tumbuh dari bawah, didirikan oleh pimpinan dan anggota Muhammadiyah di tingkat daerah, cabang, dan ranting. Dengan jumlahnya yang sangat besar itu, maka lembaga pendidikan Muhammadiyah memberikan konstribusi yang sangat besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahkan Muhammadiyah dikatakan sebagai organisasi terbesar di dunia juga karena jumlah lembaga pendidikannya yang sangat banyak
Membangun Ego Komunal
Dari jumlah lembaga pendidikan yang mencapai lebih dari 10.000 itu ternyata belum seluruhnya menjadi lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembangan dengan baik. Masih banyak yang “kembang kempis”, hidup seadanya, tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. Bahkan ada beberapa sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah yang mengalami kemunduran serta ada yang tutup usia.
Kondisi lembaga pendidikan yang kurang baik itu tidak boleh dibiarkan sedirian dalam mengurusi dirinya, mereka punya banyak keterbatasan dan ketidakmapuan, mereka butuh bantuan, motivasi, dan pendampingan.
Lembaga pendidikan yang sudah mapan, apalagi besar, perlu memberi perhatian kepada lembaga pendidikan yang kembang kempis tersebut. Pimpinan lembaga pendidikan yang sudah besar dan mapan tidak boleh berbangga diri, sementara masih banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah lain yang masih kecil tumbuh seadanya.
Kita perlu merasa bersedih, ketika melihat dan mendengar ada lembaga pendidikan Muhammadiyah yang kembang kempis itu, tentu saja tidak cukup hanya bersedih, kita harus melakukan sesuatu untuk memberi pertolongan kepada lembaga pendidikan Muhammadiyah yang masih kecil itu.
Di sinilah perlunya kita mengembangkan ego komunal yang melampaui ego sektoral. Dengan begitu kita merasa ikut bertanggung jawab di dalam menjalankan amanah yang dititipkan oleh KH Ahmad Dahlan yang merintis pendidikan Muhammadiyah.
Pendampingan Terstruktur
Sebagai ikhtiar untuk menyelamatkan lembaga pendidikan Muhammadiyah yang kecil dan lemah—baik yang ada di tingkat PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, pondok pesantren, dan perguruan tinggi—maka diperlukan gerakan pendampingan secara terstruktur oleh Majelis Dikdasmen, Lembaga Pengembangan Pesantren, dan Majelis Diktilitbang, serta serta lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sudah mapan dan besar.
Pendampingan yang diberikan tidak cukup hanya sekali atau dua kali, tetapi perlu berkelanjutan sampai lembaga pendidikan yang kecil dan lemah ini bisa tumbuh berkembang, baru kemudian dilepas untuk mandiri.
Majelis dan lembaga yang membawahi perlu membuat kebijakan untuk mengatasi masalah di atas. Sekolah dan madrasah yang sudah besar dan mapan diberi tugas untuk memberikan pendampingan terstruktur kepada sekolah dan madrasah yang perlu ditolong.
Perguruan tinggi yang sudah besar dan mapan diberi tugas untuk memberikan pendampingan terstruktur kepada perguruan tinggi yang perlu ditolong. Demikian pula untuk PAUD dan pondok pesantren, yang sudah besar dan mapan diberi tugas untuk memberikan pendampingan terstruktur kepada yang perlu ditolong.
Jika pendampingan terhadap lembaga pendidikan yang kecil ini memerlukan dana yang cukup besar, selain dari lembaga pendidikan yang besar dan mapan itu, sangat mungkin bisa konsolidasikan dengan Lazismu pusat, wilayah, dan derah untuk bisa menyuport kebutuhan dananya. Untuk itu diperlukan adanya rapat koordinasi antara majelis dan lembaga yang membawahi pendidikan Muhammadiyah dengan Lazismu.
Majelis dan lembaga yang membawahi perlu mendapat penguatan dari pimpinan Persyarikatan yang membawahinya, sehingga kebijakan yang diambil untuk menolong dan menyelamatkan lembaga pendidikan yang kecil ini bisa berjalan dengan baik.
Peringatan Milad Ke-108 Muhammadiyah ini menjadi momentum yang sangat bagus untuk membangun kesadaran kolektif di dalam menyelamatkan amal usaha bidang pendidikan yang masih kecil dan hidup seadanya itu.
Ketika semua lembaga pendidikan Muhammadiyah tumbuh berkembang dan sehat, maka sumbangsihnya di dalam mencerdaskan kehidupan bangsa lebih besar lagi. Selamat bermilad Muhammadiyah ke-108, semoga Muhammadiyah terus menyinari dunia. (*)
Refleksi 109 Tahun Pendidikan Muhammadiyah, Editor Mohammad Nurfatoni.