PWMU.CO – Ganjar Pranowo bawakan puisi Taufik Ismail di Resepsi Milad Ke-108 Muhammadiyah yang berlangsung virtual, Rabu (18/11/20) siang.
Dalam sambutannya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membuka dengan sebuah cerita. “Beberapa hari yang lalu saya melihat dua foto yang viral di media sosial. Sepertinya itu foto lama yang diunggah kembali oleh netizen. Di foto pertama, terlihat lelaki tua yang sedang berada di barisan antrean, sambil tangannya bertopang ke tongkat,” ujar dia.
Puisi Taufik Ismail
Sama halnya dengan foto yang pertama, lanjutnya, foto yang kedua juga terlihat lelaki yang tengah duduk di samping tas dan kardus bawaannya, sambil memegang handphone.
Ganjar lalu membacakan sajak Kerendahan Hati karya penyair ternama Taufik Ismail.
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit, jadilah belukar, tetapi belukar yang baik yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput, tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau kau tak sanggup menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil. Tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air
Menurut Ganjar, dua foto yang disampaikan tadi adalah Buya Syafi’I Ma’arif di foto yang pertama. Sementara yang kedua adalah Profesor Haedar Nashir. “Terkadang jejak gambar yang seperti itu, akan lebih menancap di sanubari masyarakat, dibanding berjam-jam pelajaran akhlak yang kita sampaikan,” tuturnya.
Laku dua tokoh itu, kata dia, jadi jalan setapak yang membawa orang ke mata air. “Jika kita memilih menjadi minyak dalam sebejana air, bukan manfaat yang akan lahir. Karena jika tidak dibuang, pastilah air itu tidak bisa digunakan,” paparnya.
Sejak di proses kelahirannya oleh KH Ahmad Dahlan, sambungnya, Muhammadiyah sudah memilih untuk tidak jauh atau beda dari masyarakat. “KH Ahmad Dahlan menjadi beringin yang tegak di puncak bukit dalam keilmuan. Menjadi belukar baik dalam pergaulan. Jadi rumput penguat, baik dalam tatanan kehidupan. Beliau melahirkan bukan hanya jalan raya, tapi juga jalan setapak yang mengantarkan kita pada air,” jelas Ganjar.
Gerakan keagamaan ini bisa teguh, lanjutnya, karena seluruh elemen di Muhammadiyah menempatkan diri dalam satu bejana yang bernama kebangsaan dan kemanusiaan.
“Panti asuhan, lembaga lembaga pendidikan dan kesehatan, ruang ibadah dan pengajian disodorkan Muhammadiyah demi umat berkemajuan. Jalan kemajuan yang ditetapkan bukan sekadar jadi slogan. Tapi jadi semboyan yang solutif untuk menghadapi segala tantangan zaman,” ungkapnya.
Pencet Tombol
Maka begitu pandemi menyerbu bangsa ini, kata Ganjar, Muhammadiyah tinggal memencet tombol untuk langsung mengoptimalkan seluruh lembaga kesehatan yang dimiliki. “Ibarat perang, Muhammadiyah tidak akan khawatir strategi dan senjata apa yang akan digunakan untuk membasmi musuh,” papar dia.
Karena dari segala lini sudah diperkuat jauh-jauh hari. Muhammadiyah akan selalu ada dan dibutuhkan republik ini. “Jangan tinggalkan umat, jangan tinggalkan masyarakat. Selamat Milad ke-108. Ya Allah Tuhan Rabbiku, Muhammad junjunganku, Al Islam agamaku, Muhammadiyah gerakanku,” pungkas Ganjar.
Dalam Resepsi Virtual Milad Ke-108 Muhammadiyah bertema Meneguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri, itu disiarkan langsung via Zoom dan streaming YouTube. (*)
Penulis Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.