Revolusi Mental Vs Revolusi Akhlak oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO-Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah saw bersabda, siapa yang mencela saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati kecuali mengamalkan dosa tersebut. (Sahih Tirmidzi no. 2505)
Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut (sebelum matimu) (Madarijus Salikin, 1: 176)
Imam Syafi’i berkata, kita memberantas penyakit bukan membasmi orang-orang yang lagi sakit. Bencilah terhadap perbuatan maksiat dengan sepenuh hatimu tapi maafkanlah dan kasihanilah orang yang berbuat maksiat.
Syaikh Ibnu Athali’ah rahimahullah dalam kitab Al Hikam berkata, perbuatan maksiat yang membawa taubat lebih baik dibanding perbuatan baik yang membawa sombong.
Jadi jangan pernah sepelekan lonte, penjudi, pemabuk, bandar, kecu atau profesi buruk lainnya yang membawa pelakunya merasa hina, merasa rendah, kemudian bertaubat atau sebaliknya. Bukan membiarkan atau membenarkan perbuatan maksiat tapi berhati-hatilah dengan lisannmu dengan saudaramu yang sedang khilaf.
Dua jargon revolusi: revolusi mental vs revolusi akhlak. Saya tak mau keduanya. Saya suka perang jika yang dilawan jelas: Yahudi, Nasrani atau kaum kuffar lainnya. Head to head. Baku tembak di medan laga. Jihad adalah tujuan mulia. Mati syahid masuk surga siapa tak ingin?
Tapi ini lawan kita sesama muslim. Muslim yang dikafirkan. Muslim yang disesatkan atau dicap munafik karena tak sehaluan. Kebetulan yang satu menang Pilpres, yang satu kalah, terus saya mau bela siapa, berpihak pada yang mana ?
Yang satu bilang curang, zalim, tidak adil, menjual negara. Satunya bilang kamu intoleran, ekstrem, fundamentalis, radikal atau lainnya. Dua muslim bertengkar, bela yang mana?
Perang Jargon
Jadi ini persoalan subjektif. Pada kedua kelompok ada ulamanya ada habibnya, ada kiainya dan berniat sama. Menegakkan izzul Islam. Dua kutub Islam saling berhadapan. Saling menafikkan, saling mengkafirkan dan saling menyesatkan atas nama nahi munkar.
Bawa kitab yang sama, nabi yang sama, iman yang sama, akidah juga sama, lantas apa yang menyebabkan keduanya bertengkar. Kira-kira siapa yang tertawa dan mengambil keuntungan.
Tujuan yang sama. Mungkin caranya berbeda atau kebetulan calon yang didukung keok. Tapi apa yang kemudian dicari. Kekuasaan, kekayaan, pengaruh, harta, perdagangan, wanita, legitimasi atau pujian?
Revolusi mental vs revolusi akhlak. Perang jargon, perang identitas jauh dari substansi. Kejar-kejaran berebut baliho, spanduk dan bendera atau umbul-umbul. Siapa yang dimenangkan sebagai pahlawan atau dikalahkan dicap pecundang. Lantas siapa yang jual negara, jual agama, jual diri untuk sejumput kekuasaan. Wallahu ta’ala a’lam. (*)
Editor Sugeng Purwanto