PWMU.CO – Jangan jadikan rumah sekadar rest area disampaikan Prof Dr Abdul Mu’ti MEd dalam Kajian Ahad Malam secara virtual dengan tema “Pendidikan Agama Anak di Masa Pandemi”, Ahad (22/11/20).
Dalam kajian yang diselenggarakan Mulia Institute pimpinan Dr M Sulthon Amin MM tersebut, Abdul Mu’ti berpesan hendaknya rumah kita jangan hanya sebagai tempat istirahat atau rest area dan restoran. Atau seperti kuburan menurut hadits Nabi SAW, yakni rumah yang tak terdengar bacaan al-Quran.
“Rumah kita bukan sekadar untuk tidur (sleeping) tetapi juga untuk belajar memasak (cooking). Makanan yang dimasak sehat dan halal, enak dan bergizi, sehingga anak-anak mengerti bagaimana memasak dan sekaligus apa yang seharusnya dimakan,” jelasnya.
Dia menjelaskan pada masa pandemi ini rumah sebagai tempat belajar, mendidik, dan berdialog dengan anak. Cerita-cerita yang berkaitan dengan pembunuhan tidak perlu diceritakan pada anak, karena tidak berpikir sejauh itu.
“Anak-anak hendaknya juga diberi kesempatan sharing. Untuk itu, orangtua dituntut dapat menjawab pertanyaan anak dengan baik,” tegasnya.
Anak Diajari Akidah dan Akhlak
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini mengungkapkan anak tidak cukup diajari shalat, tetapi harus diajar akidah dan akhlak. “Ini penting.” Selain itu, lanjutnya, orangtua juga harus mengajari anak aspek kepemimpinan (leadership), tanggung jawab, dan juga teladan.
Abdul Mu’ti juga mengajak para guru selektif dalam berkisah pada siswa. “Guru agama hendaknya selektif jika bercerita. Boleh diambilkan dari cerita inspiratif sebab cerita itu sangat berpengaruh pada jiwa anak,” ujarnya.
Dia juga menceritakan ada anak yang memerintah temannya agar shalat. Anak tersebut malah balik bertanya. “Kamu saja tidak shalat mengapa menyuruh saya shalat?” Mendengar pertanyaan balik tersebut, anak itu berujar, “Tuhan kan juga memerintah tetapi Dia tidak melakukan.”
Dari percakapan tersebut, Abdul Mu’ti menegaskan anak-anak sekarang bisa berpikir kritis. Bercermin dari hal inilah, sambungnya, orangtua atau guru agama harus bisa menerangkan pada anak.
Mengajari dengan Keteladanan
Abdul Mu’ti memaparkan saat ini keagamaan para remaja lebih longgar, agama dianggap tidak penting. Mereka memilik curhat ke teman daripada orangtuanya. Bahkan, di era teknologi ini para remaja menjadikan Google sebagai gurunya, padahal jawaban yang diberikan tidak selalu tepat dan benar.
Untuk itu, lanjutnya, ketika para remaja bertanya, orangtua harus mampu memberikan jawaban yang masuk akal.
Abdul Mu’ti juga menyinggung pentingnya interaksi orangua dengan anak. Anak juga harus didik dengan keteladanan. Jika orangtua menyuruh putranya shalat, maka dia harus memberi contoh untuk shalat juga.
“Selain mengajari dengan keteladanan, anak juga perlu diajari membangun hubungan dengan orang lain agar nantinya dia tidak menjadi orang yang egois,” tandasnya. (*)
Penulis Hilman Sueb. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.