Mengenang Hj Kholifah, Ibunya para Aktivis IPM, ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan dan Ketua IPM Lamongan 1990-1992
PWMU.CO – Pribadinya dikenal santun dan kalem. Tutur katanya lemah lembut. Selalu menghormati dan menyayangi yang muda.
Tak jarang, yang lebih muda, yang seusia putra-putrinya, sering diajak kromo inggil (berbahasa Jawa halus) dalam percakapan.
Itulah sosok Hj Kholifah dalam membersamai aktivis Ikatan Pelajar Muhammadiya (IPM) di era tahun 80-90-an.
Saya mengenal lebih dekat sosok Ibu Kholifah—begitu kami memanggilnya—sejak tahun 1988. Saat itu saya sebagai salah satu anggota Pimpinan Cabang IPM Paciran.
Sekretariat IPM Cabang Paciran berada di kompleks Pondok Modern Muhammadiyah Paciran. Tapi markas aktifis berada di TPQ (Taman Pendidikan al-Quran) yang lokasinya di depan rumah Ibu Kholifah.
Para aktivis, termasuk saya kalau pagi sering disiapkan sarapan. Atau dibuatkan minuman penghangat tubuh.
Suatu hari, saya pulang dari markas IPM lebih pagi dari biasanya. Saat itu, saya tidak memberitahu ke Ibu Kholifah.
Sepekan berikutnya saat saya ke markas, Ibu Kholifah cerita bila saat itu yang lalu beliau telah menyiapkan makanan untuk sarapan, Mendengar itu saya jadi menyesal. Sejak itu, bila bermalam, paginya saya selalu pamit sebelum meninggakan markas.
Pada saat saya menjadi Ketua Pimpinan Daerah IPM Lamongan (1990-1992) Sekretariat IPM berada di Pondok Muhammadiyah Modern Paciran. Lagi-lagi saya banyak berinteraksi dengan Ibu Kholifah, sebagai ‘ibunya’ para aktivis IPM.
Tak Pernah Marah
Kholifah yang menikah pada usia 19 tahun dengan Abdul Hamid dikaruniai anak delapan orang. empat anaknya sudah wafat dan empat lagi masih hidup. Yakni Nadjib Hamid (Wakil Ketua PWM Jawa Timur), Masruroh Hamid (tinggal di Sidoarjo), Hazim Hamid (sedang studi S3 di Hongaria), dan Maftuhah Hamid (Pendidik di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran).
Pasangan suami istri ini adalah petani tulen. Pagi pagi berangkat ke ladang. Saat Dhuhur pulang untuk shalat dan istirahat sejenak. Setelah kembali ke ladang lagi.
Pak Abdul Hamid dan Ibu Kholifah dikenal sangat penyabar. Hidupnya sangat sederhana. Semua aktivis IPM yang singgah di rumahnya dianggap sebagai putranya. Ada makanan apapun di rumahnya, pasti disuguhkan pada para aktivis yang sering kelaparan.
Dalam mendidik putra-putrinya, Ibu Kholifah penuh dengan kesabaran. Selama bergaul dengan beliau belum pernah saya jumpai ada petkataan bernada tinggi alias marah dengan putra putrinya.
Bu Kholifah meninggal dunia Rabu, 2 Desember 2020 sore sekitar jam 16.00 dalam usia 82 tahun. Jenazah dimakamkan pada Kamis (3/12/2020) pagi di Paciran Lamongan
Menurut Nadjib Hamid, Ibu Kholifah mengalami penyakit degeneratif (usia lanjut) selama sekitar setahun. Semoga amal baik selama hidupnya mendapat pahala di sisi Allah SWT. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.