Membidik HRS, Tertusuk Duri Papua oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jawa Timur.
PWMU.CO-Tiap memasuki awal Desember situasi politik jadi panas karena isu separatis Papua. Ada pengibaran bendera Bintang Kejora dan demonstrasi menuntut merdeka di mana-mana. Bukan hanya di tanah Papua, tapi di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, bahkan di luar negeri.
Tahun ini panasnya suhu politik menjadi-jadi karena berbarengan dengan sikap pemerintah terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS). Dua peristiwa isu Papua dan HRS menjadi diperbandingkan oleh netizen bagaimana cara pemerintah menyikapinya.
Sikap pemerintah kepada HRS dinilai begitu keras. Mulai dari rencana kedatangan 10 November lalu dengan mengerahkan banyak tentara dan polisi ke Bandara Soekarno-Hatta. Penindakan atas keramaian kegiatan HRS sampai dengan pencopotan Kapolda, Kapolres, hingga kepala KUA. Pencopotan baliho oleh tentara Kodam Jaya dengan show of force panser.
Belum lagi pengusutan perawatan HRS di RS Ummi. Terakhir drama horor pengiriman surat panggilan kedua dengan pengawalan pasukan Brimob. Sepertinya pemerintah ingin membidik HRS. Dianggap musuh yang harus dilenyapkan.
Sementara menyikapi separatis Papua langgamnya tampak lemah gemulai. Padahal jelas-jelas tuntutannya ingin merdeka. Mungkin karena isu Papua terjadi tiap tahun di bulan Desember, pemerintah menganggap biasa saja. Sebab gerakan penumpasan gerombolan Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus berlangsung di Papua.
Namun bagaimana cara mengatasi gerakan OPM yang sekarang sudah menyebar di berbagai kota di luar Papua? Tahun ini sangat berhati-hati menangani. Bisa jadi belajar cara penanganan tahun lalu di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya yang menimbulkan dampak buruk bagi posisi pemerintah. Apalagi sorotan luar negeri makin gencar soal HAM dan kekerasan di Papua.
Tentu saja sikap hati-hati terhadap demonstrasi tuntutan merdeka Papua dan pengibaran Bintang Kejora menjadi pertanyaan bagi rakyat jika dikaitkan dengan pernyataan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Dia menyatakan akan menindak tegas siapa pun yang berusaha memecah belah persatuan bangsa.
Lha ini di depan mata di banyak kota banyak orang demonstrasi menuntut kemerdekaan Papua. Sementara HRS terus saja dicari-cari kesalahannya hingga menjadi heboh. Dikhawatirkan kalau pemerintah salah mengambil sikap terhadap gerakan separatis Papua, bisa terjadi kasus lepasnya Timor Timur terulang lagi. Slogan NKRI harga mati hanya jadi ucapan kosong.
Ilusi Bisa Jadi Nyata
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang mengatakan deklarasi pembentukan Pemerintah Sementara West Papua oleh Benny Wenda sebagai deklarasi ilusi patut berhati-hati. Sebab ini peristiwa politik yang bisa dengan cepat berubah. Hari ini dikatakan ilusi, terbuka kemungkinan besok menjadi kenyataan.
Apalagi sudah terbukti penilaian Mahfud ada kelirunya. Misalnya meremehkan yang datang menyambut HRS hanya sedikit, buktinya bisa memadati kawasan Bandara Cengkareng. Pernyataan Mahfud sebelum jadi menteri dan setelah menjabat bertolak belakang isinya.
Seperti Timor Timur dahulu banyak orang mengatakan kemerdekaan itu hanya ilusi. Tapi angin perubahan reformasi berpihak kepadanya. Pejuang Timor Timur dapat berkah. Presiden BJ Habibie menganggap isu Timtim ibarat duri dalam daging yang mengganggu Indonesia di politik internasional. Dia ingin mencabut duri itu sehingga pemerintah berikutnya tak terganggu lagi dengan mengadakan referendum.
Duri Timur Timor tercabut. Ternyata kemudian muncul duri Papua Merdeka. Berikutnya duri Aceh Merdeka. Kalau semuanya ini diselesaikan dengan referendum seperti pilihan Habibie, tak ayal akan banyak provinsi yang memilih merdeka sendiri. Sebab NKRI tak banyak memberi keuntungan. Kekayaan alam habis disedot oleh pusat dan dikorupsi para pejabatnya.
Dalam situasi politik yang panas inilah kepemimpinan seorang presiden diuji. Bagaimana dia menyelesaikan masalah. Bung Karno merebut Papua dari kekuasaan Belanda dengan mengerahkan segala kemampuan diplomasi internasional. Memanfaatkan posisi kekuatan negara superpower Uni Soviet dan Amerika Serikat yang sedang bersaing. Akhirnya perjuangan itu berhasil.
Kini pemerintah penggantinya yang mewarisi Papua harus bisa mengerahkan kemampuan diplomasinya untuk mempertahankan. Jangan cuma berkata NKRI harga mati. Jangan hanya bertindak keras kepada warga sipil seperti membidik HRS. Buktikan semua itu dengan menumpas musuh yang sebenarnya. Gerombolan separatis bersenjata yang mencolok mata. (*)
Editor Sugeng Purwanto