PWMU.CO– Penembakan 6 laskar FPI (Front Pembela Islam) mendapat sorotan dari Dr Ian Wilson, dosen senior di Murdoch University, Australia Barat. Dia mengatakan, peristiwa penembakan tersebut sebagai extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum oleh polisi.
”Saya rasa akan banyak dari pendukungnya yang melihatnya jika ada atau akan ada upaya dari otoritas untuk mengancam keselamatan Rizieq,” ujar Ian Wilson yang pernah menulis buku soal jatah preman di Indonesia pada tahun 2018 lalu.
”Enam pria muda yang meninggal pada dasarnya adalah korban dari extrajudicial killing,” tandas Ian kepada wartawan abcnews.
Ian mengatakan, meski ada perbedaan keterangan soal siapa yang mulai melakukan penyerangan, namun peristiwa penembakan tersebut dikhawatirkan akan semakin meningkatkan ketegangan dan berbahaya secara politik.
Menurutnya, tentu ada persepsi di kalangan pendukung Habib Rizieq Shihab jika ”FPI sedang diserang” dan membuat mereka tidak akan percaya apa pun yang dikatakan polisi.
”Jika pemerintah melakukan pendekatan dengan cara yang membuat Rizieq jadi tokoh jihad, maka akan memperkuat daya tariknya dan statusnya sebagai pahlawan,” tandas Ian yang pernah studi dan penelitian politik dan keamanan di Indonesia.
Karenanya, Ian mengatakan pendekatan yang dilakukan Pemerintah Indonesia nantinya akan menjadi ”tes sesungguhnya” soal kemampuan dalam mengatasi FPI, tanpa membuat lebih banyak konflik.
Sejumlah pengamat telah menjelaskan bagaimana sosok Rizieq yang banyak dimaki tapi menarik banyak simpati. ”Rizieq adalah sosok pahlawan dan perjuangan bagi sejumlah orang, khususnya di kalangan pemuda di Jakarta,” jelas Ian.
”Saya rasa ini harus menjadi bagian dari strategi penanganan untuk meminimalkan konflik dan menenangkan, serta tidak memperkuat pengaruhnya,” tuturnya.
Misi Tertentu
Sementara mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali menuliskan pendapatnya tentang penembakan 6 laskar FPI dalam operasi intelijen ini. Dia menjelaskan tujuan penguntitan atau dalam istilah ilmu intelijen disebut penjejakan fisik (physical surveillance) dilakukan.
”Terjadinya aksi kekerasan antara beberapa anggota Polri dengan FPI di Karawang, mengusik saya untuk berbagi ilmu tentang ”penguntitan.” Istilah yang lazim dalam dunia intelijen adalah penjejakan fisik atau physical surveillance. Tujuannya untuk mengetahui keberadaan lawan,” tulis As’ad Said Ali di Facebook-nya, Selasa (8/12/2020).
Mantan wakil ketua BIN yang menjabat sembilan tahun di era tiga presiden ini yakni Presiden Abdurahman Wahid, Megawati, dan SBY ini menjelaskan, jika penguntitan dilakukan menggunakan mobil, minimal yang digunakan dua kali lipat dari jumlah mobil yang diikuti.
”Kalau lawan curiga, penjejak bisa membatalkan misinya atau menekan lawan untuk menghentikan mobil, tetapi tetap berpura pura tidak menjejaki yang bersangkutan. Misalnya, mengatakan ada kesalahpahaman.”
Namun, sambung dia, jika penguntitan sampai berujung pada aksi kekerasan apalagi pembunuhan, menurutnya ada misi lain. ”Kalau sampai terjadi aksi kekerasan apalagi pembunuhan, maka misinya bukan surveillance, tetapi ada misi lain atau kecerobohan petugas. Walllahu a’lam,” ujarnya. (*)
Editor Sugeng Purwanto