M. Mu’inudinillah Basri, Ulama Muda Karismatik dengan Jejak-Jejak Simpatik, ditulis oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah.
PWMU.CO – Inna lillahi wa inna ilaIhi rajiun. Dr M. Mu’inudinillah Basri MA wafat pada Selasa 8 Desember 2020. Ustadz Mu’in, sapaan akrabnya, berpulang dalam usia relatif muda yaitu 54 tahun.
Banyak predikat kebaikan yang melekat pada dirinya: ulama, intelektual, dosen, guru, da’i, penulis, aktivis, penggerak, dan perekat ukhuwah. Maka, sangat banyak kalangan yang berduka dan mendoakannya.
Sangat boleh jadi nama dan catatan kebaikan Ustadz Mu’in akan lama diingat orang. Hal ini karena banyak keteladanan dari almarhum yang bisa kita ikuti.
Awal, mari kita kenang latar-belakang keluarganya. Ustadz Mu’in lahir dan tumbuh-kembang di sebuah keluarga pejuang-pendakwah. Beliau yang lahir pada pada 15 Juni 1966 di Surakarta itu merupakan keturunan dari Kiai Imam Rozi, pendiri Pesantren Singo Manjat, Tempursari, Klaten.
Saat berusia 24 tahun, Kiai Imam Rozi bergabung dengan Pangeran Diponegoro menentang penjajah Belanda. Kala itu, bersama Kiai Mojo dan para pejuang lainnya.
Kiai Imam Rozi menikah dengan RA Sumirah, saudara sepersusuan Pangeran Diponegoro. Dia diangkat sebagai Manggala Yudha atau Panglima Perang dan sebagai penghubung Pangeran Diponegoro dengan Paku Buwono VI Surakarta. Dari silsilah, tampak bahwa Ustadz Muin memiliki hubungan kekerabatan ke atas dengan Pangeran Diponegoro.
15 Jejak Keteladanan
Sekarang, kita susuri jejak-jejak keteladanan Ustadz Mu’in. Pertama, di usia sekolah Ustadz Mu’in hidup prihatin tapi tetap belajar keras dengan optimisme yang tinggi. Ayah Ustadz Mui’n, yaitu Muhammad Basri, seorang dai. Sang ayah meninggal saat Ustadz Mu’in masih sebagai pelajar kelas satu tsanawiyah—sekitar umur 13 tahun.
Ditinggal sang ayah, Ustadz Mu’in harus membantu ibu mengasuh adik-adiknya. Dari delapan bersaudara, salah satu adiknya adalah Dr Setiawan Budi Utomo—ahli di bidang keuangan dan perbankan syariah.
Ustadz Mu’in menyelesaikan SD sampai SLTA di Surakarta. Lulus dari Pendidikan Guru Agama Negeri Solo, Ustadz Mu’in ingin sekali berkuliah, namun terbentur biaya.
Belakangan, dia mendapat informasi bahwa di Jakarta ada kuliah berbeasiswa, yaitu di LIPIA. Dia pun mendaftar dan diterima. Awalnya, diterima di kelas sore dan itu tidak mendapat beasiswa. Merasa tidak punya uang, Ustadz Mu’in terpacu. Caranya, berusaha keras agar bisa masuk kelas pagi. Akhirnya, dia-pun diterima di kelas pagi.
Usaha keras terus berlanjut. Misal, di setiap perkuliahan Ustadz Mu’in selalu aktif termasuk dengan cara bertanya. Atas hal ini, Ustadz Mu’in sempat merasakan, teman-temannya merasa terganggu. Meski demikian, performanya itu tidak sia-sia. Sejak semester pertama sampai akhir, Ustadz Mu’in selalu di ranking pertama.
Hafal dan Paham Al-Quran
Keteladanan kedua, Ustadz Mu’in hafal dan paham al-Quran. Beliau intensif setahun menghafal al-Quran, yaitu pada 1992. Baginya, tak ada motivasi apa-apa menjadi al-Hafidh kecuali mengharapkan apa yang disebutkan dalam al-Quran tentang fadhilah menghafal al-Quran.
Kemudian, mengharapkan apa yang disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, bahwa orang yang menghafal al-Quran akan diberi mahkota. Berikutnya, penghafal al-Quran bisa memberikan syafaat kepada keluarganya. Belakangan, beliau mendirikan dan menjadi direktur Pondok Pesantren Tahfidhul Quran (PPTQ) Ibnu Abbas, Klaten.
Ketiga, Ustadz Mu’in mendalami fikih hingga meraih gelar doktor di Arab Saudi. Kisahnya, setelah lulus dari LIPIA pada 1996, Ustadz Mu’in sempat mengajar di Ma’had Al-Hikmah, Jakarta. Tak lama mengajar, ada informasi bahwa lulusan LIPIA dengan nilai di rangking 1 sampai 5 mendapat kesempatan melanjutkan studi S2 ke Univeraitas Al-Imam, Arab Saudi. Sayang, kala akan berangkat, batal karena terjadi perang Irak-Kuwait.
Setahun kemudian dia bersama keempat kawannya bisa berangkat. Studi S2 ini, dengan beasiswa penuh, rampung di tahun 2002. Setelah itu, Ustadz Mu’in melanjutkan ke S3 tanpa tes di universitas yang sama.
Keempat, Ustadz Mu’in peduli kepada usaha-usaha merekatkan ukhuwah Islamiyah. Selama di Arab Saudi, Ustadz Mu’in banyak belajar terkait usaha bagaimana membangun tradisi keilmuan. Dia beruntung karena para gurunya santun-santun dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan yang sifatnya furu’iyah. Hal ini, sangat membekas ke diri Ustadz Mu’in. Dia berkesimpulan, kaum Muslimin di Indonesia seharusnya banyak belajar kepada mereka dalam menyikapi perbedaan.
Kelak, posisi Ustadz Mu’in sebagai Ketua Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) menunjukkan bahwa dia berhasil mempraktikkan apa yang diyakininya dalam usaha merekatkan ukhuwah. Hal ini, karena DSKS bisa dibilang menjadi tempat berhimpun semua elemen dan laskar umat Islam di Surakarta. Bukti lain, saat beliau dimakamkan pada Rabu 09 Dsesember 2020, sungguh banyak—ada ribuan—petakziyah yang mengiringinya.
Kelima, Ustadz Mu’in pendidik yang ikhlas. Ustadz Mu’in adalah dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kesehariannya penuh dengan aktivitas mengajar, pagi sampai malam. Kalangan yang dididik, S1 sampai S3 untuk yang formal. Untuk yang di luar itu, tak terhitung forum-forum kajiannya.
Ustadz Mu’in guru dari banyak orang. Murid dan “murid”-nya sangat banyak, ada di mana-mana. Beliau guru yang mudah memberikan ilmunya.
Solikhin Abu Izzudin, penulis sejumlah buku best seller—termasuk Zero to Hero—menulis bahwa Ustadz Mu’in adalah “guru serba bisa”. Solikhin yang mengaku dekat secara pribadi, mengatakan, “Saya banyak terdidik oleh beliau bukan dari kata-kata namun dari keteladanan yang luar biasa.”
Solikhin mengatakan, bahwa dari diskusi dengan beliau, sudah banyak yang menjadi inspirasi dalam penulisan buku-bukunya. “Rasanya tak pernah habis untuk dituliskan,” kata penulis 50-an judul buku itu.
Cahyadi Takariawan atau akrab disapa Pak Cah, penulis dan motivator, mengatakan, “Saya hanya murid. Beliau guru yang amat berwibawa. Kehadirannya di forum pembinaan keislaman, sangat dinanti. … Saya sangat berbangga pernah menjadi murid beliau.”
Ustadz Rohmadi, dosen dan pengasuh di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah al-Furqon, Ponorogo, bertutur sesaat setelah Ustadz Mu’in wafat, “Aku menyesal belum mengambil semua ilmu darimu. Ada janji kita mau mengadakan pendidikan ushul fikih yang tertunda oleh badai Covid. … Betapa berat perjuangan ini tanpamu. Kami masih anak-anak yang belum siap menjadi penerusmu.”
Keenam, Ustadz Mu’in adalah dai yang tak mudah menyerah. Perhatikanlah, Ustadz Mu’in terpapar Covid-19. Banyak yang tahu, secara fisik sangat berat penyakit itu. Tapi, sambil terbaring di rumah sakit, beliau masih bersemangat memberikan pencerahan. Keinginan beliau untuk terus berbagi kebaikan tak pernah surut, termasuk di hari-hari terakhir hidupnya. Lima hari sebelum wafat beliau menyampaikan taushiah secara live streaming dari akun media sosial-nya.
“Pesan Ustadz Mu’in dari Rumah Sakit Moewardi, Solo, Kamis 3 Desember 2020,” demikian catatan Ustadz Umarulfaruq Abubakar al-Hafidh, Sekretaris dan Muhafidz PPTQ Ibnu Abbas Klaten, salah satu kader Ustadz Mu’in. “Dengan berlinang air mata dan suara yang terbata-bata, beliau menyampaikan pesan kebaikan,” tulis.
Pesan atau taushiah itu disampaikan Ustadz Mu’in seperti sedang memberi kuliah. Semua disampaikannya dengan sepenuh ketulusan. Terasa, sangat menyentuh hati. Awal taushiahnya bertema, “Iman kepada Hari Akhir dan Tanda-Tanda Kiamat”. Berikutnya, bertema “Kewajiban Tadabbur”.
Bagi Ustadz Mu’in, sakit adalah pembuktian. Melalui sakit ini, Allah telah mengingatkan bahwa kematian itu dekat, akhirat itu dekat.
“Saudara semuanya, saya telah mengalami pembuktian-pembuktian apa yang Allah katakan kepada diri saya bahwa semua apa yang Allah kehendaki pasti terjadi. Ketika Allah ingin menyelamatkan saya, maka tidak akan mustahil Allah menyelamatkan hamba-Nya. Allah selalu mengingatkan kepada saya bahwa apapun akan kembali kepada Allah,” pesannya.
Ustadz Mu’in juga membahas “Trias Politika”. Tema ini memang menjadi salah satu fokus almarhum saat masih aktif berdakwah. Intinya, sila jalankan prinsip itu dengan tetap selalu berpegang kepada kebenaran dan keadilan.
Lebih khusus beliau jelaskan, pada jajaran eksekutif, harus dipegang oleh orang-orang yang ahli dan bertakwa. Di jajaran legislatif, harus diisi oleh orang-orang yang amanah dan tegak di atas kebenaran: Benar secara konseptual dan benar secara operasional. Lalu, di jajaran yudikatif, penyelenggaranya harus bisa menegakkan keadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan uang.
Sakit Tetap Pikirkan Nasib Umat
Ketujuh, Ustadz Mu’in selalu memikirkan nasib umat Islam. Meski terinfeksi Covid-19 dan sejak 15 November 2020 dirawat di rumah sakit, beliau tak putus memikirkan kaum Muslimin. Hal yang menyentuh lalu terjadi lewat fragmen di rumah sakit berikut ini.
Menyentuh, karena penyampaiannya diwarnai cucuran air mata beliau. Menyentuh, karena beliau menyempatkan diri mendoakan segenap lapisan umat Islam. Benar, beliau mendoakan seluruh santri, mahasiswa, guru, ulama, dan segenap kaum Muslimin.
Di tengah-tengah sakit itu, beliau sempatkan berdoa: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, sebagaimana engkau janjikan bahwa doa orang sakit Engkau kabulkan. Aku bermohon, sembuhkanlah Saudara-Saudaraku yang sakit di mana saja berada. Jauhkanlah Saudara-Saudaraku dari penyakit, agar dapat melanjutkan perjuangan mereka yaa Allah.”
Kedelapan, Ustadz Mu’in aktivis dan organisatoris. Ustadz Mu’in adalah Ketua Dewan Syariah Kota Surakarta. Kemudian, sekadar menyebut yang lain, beliau ikut mendirikan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indosesia (MIUMI) dan hadir saat dideklarasikan di Jakarta pada 28 Desember 2012. Khusus di Solo, almarhum menjadi Ketua MIUMI sampai akhir hayatnya. Juga, beliau penasihat Sahabat Al-Aqsha.
Kesembilan, Ustadz Mu’in intelektual yang kritis. Misal, terkait Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Ada pernyataan Ketua Dewan Syariah Kota Surakarta, Ustadz Mu’inudinillah Basri, yang menilai BSSN bisa digunakan untuk menzalimi umat Islam. “Saya melihat harus kita perhitungkan karena Badan Siber itu bisa digunakan ‘menzalimi’ kaum Muslimin,” katanya seperti dikutip panjmas.com.
Kesepuluh, Ustadz Mu’in tegas dalam bernahi mungkar. Lihat, pada September 2020, ada pernyataan Menteri Agama yang bikin heboh. Dia bilang, adanya relasi antara radikalisme dengan performa seseorang yang good looking. Bahwa, pada 2 September 2020 Menteri Agama Fachrul Razi membeberkan cara masuknya kelompok maupun paham-paham radikalisme ke masjid-masjid yang ada di lingkungan pemerintahan, BUMN, dan di tengah masyarakat.
“Caranya masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal al-Quran), mereka mulai masuk,” kata Fachrul dalam webinar bertajuk ‘Strategi Menangkal Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara’ di kanal Youtube Kemenpan RB.
Atas pernyataan Menteri Agama itu, inilah respon Ustadz Mu’in: “Saya berikan peringatan ….. kepada salah satu pimpinan di negeri ini, yang harusnya diberikan amanah untuk menjaga agama. Tapi mengatakan, radikalisme dari anak-anak yang good looking, dari anak-anak yang hafidh Quran, dari anak-anak yang aktif ke masjid. Ini adalah bentuk kemunafikan dan kebencian kepada Islam…
Omongan semacam ini yang memojokkan Islam, memojokkan hafidh Quran, memojokkan Quran. …. Orang yang memojokkan aktivis, langsung dicap oleh Allah sebagai orang munafik dan orang yang kafir dan murtad dari agamanya. Maka siapapun yang ngomong itu-yang mengatakan orang yang hafal Qur’an, yang menjadi imam masjid, mereka adalah gembong teroris- ….. saya katakan, omongan ini adalah kebodohan.
Omongan ini adalah kemunafikan. Omongan ini adalah framing buruk terhadap Islam. Mudah-mudahan Allah Swt tidak membiarkan orang-orang semacam ini sehingga Allah memberikan peringatan melalui dia, dengan turunnya adzab sebagai pelajaran bagi orang-orang yang ingin selalu memojokkan Islam” (https://www.youtube.com/watch?v=shnvThm0Xig).
Atas sikap berani bernahi mungkar yang ditunjukkan Ustadz Mu’in, ada kesaksian Cahyadi Takariawan menulis, “Singa dari Surakarta”. Kata Cahyadi Takariawan, “Kecintaan beliau terhadap Islam, luar biasa tingginya. Tak heran jika beliau menjadi ‘singa’ yang selalu tampil membela.”
Masih tentang sikap Ustadz Mu’in dalam aktivitas nahi mungkar. Solikhin Abu Izzudin memiliki catatan: “Beliau sangat apresiatif terhadap dakwah nahi mungkar yang terwakili oleh IB HRS (Imam Besar Habib Rizieq Shihab).”
Ustadz Mu’in adalah salah satu pengurus inti dari Majelis Permusyawaratan Umat Islam Indonesia (MPUII) yang didirikan oleh Habib Rizieq Shihab. Beliau mengikuti rapat-rapat pentingnya di Mekkah Al-Mukarramah.
Kesebelas, Ustadz Mu’in fasih lisannya saat berceramah atau berorasi. Dengan kefasihannya itu, terbuka peluang bahwa nasihat-nasihatnya bisa menggerakkan orang.
Mari rasakan, suara lantang beliau pada 2019 di acara “Parade Ukhuwah”. Lewat orasinya, terlihat sikapnya yang tegas. Pokok-pokok pikirannya disampaikannya dengan sepenuh ghirah.
Dengan lugas beliau menyatakan, “Bagi yang membenci tauhid, ingatlah itu berarti menyombongkan diri, neraka bagi kalian. Segera-lah tobat. ….. Jangan mengaku Islam jika tidak berjihad. Jika tidak berjihad, (itu) tidak yakin dengan pertolongan Allah. ….. Ketika bendera tauhid dicurigai, ketika syariah dicurigai, maka kita harus siap membela. Selamatkan Indonesia dengan Islam.”
Keduabelas, Ustadz Mu’in aktif menulis. Karyanya yang berupa buku, ada sekitar sepuluh judul, antara lain: Al-Qur’an; Tafsir Perkata, Tajwid, Bimbingan Shalat Lengkap sesuai Sunnah, 24 Jam Dzikir dan Doa Rasulullah SAW Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, Cahaya di Atas Cahaya: Misykat, Penuntun Hidup Qur’ani, Khusnul Khotimah; Jalan Menggapai Indahnya Kematian Menuju Kebahagiaan Abadi. Adapun buku terakhir yang sedang dikerjakannya bertema ibadah dalam Islam.
Ketigabelas, Ustadz Mu’in menguasai banyak kecakapan. Tak hanya fasih bicara agama, dia juga faham teknik terkait bangunan. Tak hanya terampil berceramah, tapi juga cakap dalam masalah managemen keuangan.
Keempatbelas, Ustadz Mu’in memiliki pergaulan yang luas. Perhatikanlah saat beliau wafat, sungguh sangat banyak yang menyampaikan ucapan duka cita dan doa. Mereka itu terdiri dari perorangan dan dari berbagai organisasi.
“Beliau adalah seorang pejuang yang tak kenal menyerah. Juga, visioner dengan kafaah ilmiah mumpuni. Pun, memiliki jaringan internasional yang sangat luas,” kata Ustadz Junaedy Alfan, aktivis dakwah di Solo.
Duka dan apresiasi atas amaliah Ustadz Mu’in selama hidup juga datang dari luar negeri. Misalnya, dari Perhimpunan Ulama Palestina di Luar Negeri. Mereka menyampaikan bahwa Ustadz Mu’in adalah sosok ulama Indonesia yang telah lama mengabdi pada umat termasuk mengenai persoalan Palestina. Memang, Ustadz Mu’in adalah anggota Dewan Permusyawaratan Perhimpunan Ulama Palestina di Luar Negeri (Hai’ah Ulama Filistin fil Kharij).
Kelimabelas, Ustadz Mu’in sukses membangun keluarga yang sakinah. Dari dua istrinya, almarhum dikaruniai amanah sepuluh anak. Sepuluh anak itu, penghafal Al-Qur’an. Di samping itu, salah seorang putranya telah memimpin sebuah pesantren di Jakarta.
Ustadz Mu’in, semoga setidaknya lima belas spirit dakwah Antum di atas bisa terus turut menginpirasi umat Islam.
Ustadz Mu’in, semoga Antum bahagia di Sisi Allah dan termasuk yang dipanggil mesra oleh-Nya seperti yang tergambar di dalam al-Fajr 27-30 ini: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 12 Tahun ke-XXV, 11 Desember 2020/25 Rabiul Akhir 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.