Wajah Politik Masa Depan, Ahmad Faizin Karimi, Peneliti Faqih Usman Center.
PWMU.CO – Dalam banyak kesempatan diskusi, saya menyampaikan bahwa Pilkada 2020 ini adalah pemilu terakhir bagi “politik tua”. Politik tua yang saya maksud adalah kontestan tua dan paradigma lama.
Lihatlah tren kemenangan kontestan Pilkada serentak 2020 ini. Maka akan kita dapati semakin banyak calon representasi kaum muda yang memenangkan kontestasi. Tidak hanya di ranah eksekutif, legislatif pun makin banyak diisi politisi muda.
Pada Pemilu 2024, prakiraan saya gelombang peremajaan politisi ini akan semakin menguat. Di level nasional setidaknya dua nama punya kans tinggi untuk dimunculkan: AHY melalui Demokrat dan Puan Maharani melalui PDIP.
PSI leading pada isu belum pada figur, PKS masih baru memulai dengan meremajakan warna logonya, sedangkan partai lain belum tampak signifikan. Dari jalur nonpartai kita perlu berharap muncul tokoh muda dari kalangan ormas atau kelompok profesional.
Meski tidak bisa dimungkiri para politisi muda itu masih belum sepenuhnya otonom. Sebagian besar—untuk tidak menyebut semua—politisi muda yang menang masih menjual nama orang tuanya atau mentor politisi senior, belum cukup dengan menjual reputasinya sendiri.
Faktor Pendorong
Penguatan peran kelompok didorong oleh beberapa faktor niscaya. Di antaranya pergeseran demografis generasi Y (milenial) dan generasi Z menjadi kelompok dominan, mengganti sebagian besar struktur organisasi. Generasi ini punya karakteristik yang berbeda dengan sebelumnya, berdampak perubahan paradigma dalam politik kita. Faktor lain adalah teknologi informasi yang mendorong keterbukaan informasi dan mengutamakan kecepatan.
Praktik klientilisme, politik aliran, dan pragmatisme mungkin tetap ada. Praktik transaksi kapital-oligarki jelas tetap eksis. Namun isu-isu yang diusung akan bergeser. Isu-isu nonpopulis saat ini akan menjadi arus-utama dalam perbincangan politik masa depan.
Isu-isu marginal yang saat ini belum menjadi tema sentral kampanye para politisi tua, seperti lingkungan, inklusivitas, olahraga, hingga seni akan menguat seiring munculnya politisi muda. Wajah politik–khususnya komunikasi politik–masa depan adalah politik yang lebih kreatif, inovatif, inklusif, dan estetis.
Bagaimanapun, tren ini perlu disyukuri karena bisa membawa wajah politik kita sedikit demi sedikit keluar dari patriarki yang kerap menghambat regenerasi. Politik Indonesia masa depan adalah panggung kaum muda, maka partai politik yang akan bersinar adalah yang sejak sekarang menciptakan panggung untuk menjaring calon potensial dari kelompok muda, baik dari kalangan internal maupun eksternal partainya.
Partai yang tidak punya kader muda karena egoisme kader tua yang menyumbat kaderisasi, harus siap-siap gigit jari. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.