Jihad Muhammadiyah Menuju Elite Filantropi oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makshsyar.
PWMU.CO-Membangun sekolah adalah jihad melawan kebodohan. Mendirikan rumah sakit adalah jihad melawan kemusyrikan. Mendirikan bait amal, adalah jihad melawan kemiskinan. Lazismu dan MDMC adalah jihad melawan Kesengsaraan Oemoem. Itulah jihad yang dipahami Muhammadiyah. Pikiran maju yang digagas Kiai Ahmad Dahlan ini memiliki kekuatan dan daya ubah yang luar biasa melampaui jutaan laskar.
Saya lebih suka menyebutnya harakah ketimbang jam’iyah. Muhammadiyah bukan sekadar federasi pemikiran atau gagasan. Tapi harakah humanitas, liberasi dan transendesi, yang tertuang dalam surat Ali Imran: 110.
Sejak awal berdiri Muhammadiyah didesain sebagai harakah. Sebuah pergerakan atau harakah yang berpihak pada pemurnian dan pemodernan, tajdid dan purifikasi, pada gerakan pemikiran dan gerakan amal, dalam satu tampilan sekaligus.
Gagasan Kiai Dahlan sangatlah unik. Seorang ulama waskita yang jeli memandang tanda-tanda zaman. Carl Whiterington menyebut Kiai Dahlan bukan ulama biasa. Gagasan dan pemikirannya tak pernah lekang oleh panas dan tak lapuk karena hujan. Futuristik atau memasa depan.
Dr Alfian memberi catatan khusus tentang pikiran maju Kiai Dahlan dalam ikhtiar mengubah tradisi jumud, kolot, stagnan menjadi modern, dinamis dan mengedapan. Umat Islam yang semula banyak direndahkan karena kebodohan dan tertidur, berubah dinamis dan kompetitif.
Selanjutnya Dr Alfian, Ketua LIPI tahun 80-an itu menyebutkan dalam Islamic Modernism in Indonesian Politics, the Muhammadiyah Movement during the Dutch Colonial Period 1912-1942 (1989) menemukan bahwa karena Muhammadiyah merupakan gerakan nonpolitik, keterlibatannya berbeda dengan organisasi lain yang menjadikan politik sebagai titik tuju. Tapi di situlah menjadi kelebihannya.
Fastabiqul Khoirat
Berlomba-lomba dalam kebaikan. Fastabiqul khoirat adalah mind framing yang ditawarkan Kiai Dahlan agar pikiran maju terbarukan terus bergema. Kiai Dahlan terilhami oleh strategi Rasululah saw saat mengubah kota Yastrib yang berarti gelap, malas, dan stagnan menjadi Madinah al Munawarah yang berati kota harapan penuh cahaya.
Cara Rasululah saw mengubah Yastrib menjadi Madinah al Munawarah terbukti efektif mengubah pola pikir dan perilaku penduduk Yastrib yang semula malas dan sulit berubah menjadi modern, kompetitif, terbuka dan dinamis.
Narasi Rasulullah mengubah Yastrib menjadi Madinah Al-Munawarah dikenal dengan nama mind programing yang dalam bahasa aplikasi psikologi disebut sebagai projectory imaginary.
Kiai Dahlan melakukan persis Rasulullah pada saat Muhammadiyah awal berdiri. Kondisi umat Islam saat itu sangat tertutup, jumud, kolot tidak berkelas dan direndahkan diubah menjadi kekuatan yang memesona. Gus Dur menyebut kemenangan dialektik. Awalnya dibantah dan dilawan kemudian dibenarkan ramai-ramai.
Kurang lebih 20 rumah sakit besar berikut tenaga medis, Lazismu, MDMC, dan semua amal usaha Muhammadiyah berubah menjadi posko-posko yang lincah bergerak berada di garis depan melawan bermacam bencana dan kesengsaraan oemoem lainnya.
Pesan Kiai Ahmad Dahlan sangat relevan direnungkan: Janganlah kamu berteriak-teriak sanggup membela agamamu dengan menyumbangkan jiwamu, jiwamu tak usah kamu tawarkan. Kalau Tuhan menghendakinya, entah dengan jalan sakit atau tidak, tentu kamu akan mati. Tapi beranikah kamu menawarkan harta bendamu untuk kepentingan agama? Itulah yang lebih diperlukan pada waktu sekarang ini.
Para aktivisnya multitasking dengan banyak talenta, bisa berubah menjadi relawan, atau paderi dengan kekuatan dan spirit al Maun. Satu pemandangan penuh pesona dan atraktif karena setiap aktivisnya bisa berubah posisi dan fungsi dengan cepat sesuai kebutuhan. Bergerak bersama selamatkan negeri. (*)
Editor Sugeng Purwanto