PWMU.CO – FISIP UMJ Launching Program Studi Magister Ilmu Politik me-launching Program Studi Magister Ilmu Politik, Rabu (16/12/2020).
Acara dirangkai dengan seminar nasional dengan tema “Quo Vadis Pembangunan Politik di Indonesia?” Hadir sebagai pembcara Wakil Ketua DPR RI Dr Azis Syamsuddin, Chusnul Mar’iyah (Departemen Ilmu Politik UI), Rahmawati Husein (MDMC), dan Pramono U. Tantowi (KPU RI). Moderatornya Dr Endang Sulastri.
Dekan Fakultas llmu Sosial dan Politik (FSIP) Universtas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr Ma’mun Murod Al-Barbasy menjelaskan Program Magister Ilmu Politik merupakan program studi ke-7 di lingkungan FISIP UMJ. Enam program studi lainnya adalah Ilmu Kesejahteraan Sosial, Administrasi Publik, Ilmu Politik, Magister Ilmu Administrasi dan Magister Ilmu Komunikasi.
“Dengan lahirnya Program Magister Ilmu Politik, ada ikhtiar lain yang tengah kami lakukan, yaitu menggolkan Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Program Doktor Administrasi Publik. Insya Allah, keduanya sedang berproses secara berbarengan,” ungkapnya.
Ma’mun menambahkan, bahwa akan dibuka juga tiga konsentrasi, yaitu Politik Kebencanaan, Demokrasi dan HAM di Dunia Islam, dan Manajemen Partai Politik, serta Tata Kelola Pemilu.
Kritisi Demokrasi dan HAM
Sebagai pemateri pertama, Chusnul Mar’iyah menyoroti perkembangan demokrasi dan HAM yang semakin memprihatinkan. Menurutnya, praktik demokrasi dan HAM sejak Jokowi menjadi presiden, semakin memburuk.
“Pada Pilkada yang baru lalu misalnya tercapat cukup banyak daerah dengan calon tunggal,” ujarnya. Hal ini disebutnya sebagai bentuk kegagalan demokrasi di Indonesia.
Terkait HAM, dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia mengkritisi secara tajam beberapa praktek pelanggaran HAM, termasuk yang paling terkini terkait dengan pembunuhan enam orang pengikut Habib Rizieq yang dilakukan secara biadab.
Sementara Rahmawati Husein lebih banyak menyoroti aspek bencana dari sisi politik. Mbak Amah, sapaan akrabnya, menyebut bahwa bencana dalam banyak kasus merupakan produk politik.
Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengakui bahwa praktik demokrasi masih belum ideal. Banyak titik-titik lemah dari demokrasi yang perlu pembenahan.
“Dalam hal yang terkait dengan pelaksanaan pemilu, termasuk pilkada, banyak hal yang perlu untuk diperbaiki, bukan saja terkait regulasi pemilu, tapi juga para kontestan pemilu atau pilkada,” ujarnya. (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.