Ghuluw, Melampaui Batas dalam Agama ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Ghuluw, Melampaui Batas dalam Agama ini berangkat dari hadits riwayat Nasa’i.
عن ابن عباس قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ هَاتِ الْقُطْ لِي فَلَقَطْتُ لَهُ حَصَيَاتٍ هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ فَلَمَّا وَضَعْتُهُنَّ فِي يَدِهِ قَالَ بِأَمْثَالِ هَؤُلَاءِ وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
Dari Ibnu Abbas berkata; Rasulullah SAW bersabda kepadaku pada pagi hari di ‘Aqabah dan beliau berada di atas kendaraannya: “Ambilkan untukku.” Lalu aku mengambilkan beberapa kerikil untuk beliau yaitu kerikil untuk melempar.
Ketika aku meletakkan di tangannya, beliau bersabda sembari memberi permisalan dengan kerikil-kerikil tersebut: “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama.”
Definisi Ghuluw
Ghuluw dari akar kata ghalaa, yaghluu yang didefinisikan mujawazatul haddi yakni hal melampui batas. Sebagaimana sebuah ungkapan takallama biduuni ghuluwwin yakni berkata tidak berlebih-lebihan, apa adanya tanpa dikurangi ataupun ditambah. Adanya kesesuaian dengan apa yang diamanahkan kepadanya.
Allah SWT pernah memberikan peringatan kepada para pemuka agama sebelum diutusnya Rasulullah SAW, supaya tidak melampaui batas dalam agama.
يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ وَلَا تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ إِنَّمَا ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ وَكَلِمَتُهُۥٓ أَلۡقَىٰهَآ إِلَىٰ مَرۡيَمَ وَرُوحٞ مِّنۡهُۖ فََٔامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦۖ وَلَا تَقُولُواْ ثَلَٰثَةٌۚ ٱنتَهُواْ خَيۡرٗا لَّكُمۡۚ إِنَّمَا ٱللَّهُ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ سُبۡحَٰنَهُۥٓ أَن يَكُونَ لَهُۥ وَلَدٞۘ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلٗا
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. (an-Nisaa 171)
Ayat di atas sekalipun ditujukan kepada para pemuka agama terdahulu yakni ahli kitab, tetapi karena dicantumkan dalam al-Quran, maka tentu seharusnya menjadi i’tibar atau pelajaran bagi umat Muhammad SAW. untuk tidak melakukan hal serupa walaupun dengan modus yang berbeda. Sebagaimana diperjelas dalam ayat berikut:
قُلۡ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓاْ أَهۡوَآءَ قَوۡمٖ قَدۡ ضَلُّواْ مِن قَبۡلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيرٗا وَضَلُّواْ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Maidah 77)
Hawa Nafus Penyebab Ghuluw
Ketika hawa nafsu sudah mendominasi seseorang maka sikap ghuluw ini sangat mudah menjangkitinya. Dan seringkali penyakit ini tanpa terasa telah merasukinya. Sehingga tanpa sadar dan bahkan merasa benar terhadap semua apa yang dilakukannya.
Maka setiap kita wajib berhati-hati terhadap virus yang sangat berbahaya ini. Karena tersesat tanpa sadar bahkan menganggap ia dalam kebaikan, hal ini merupakan suatu yang sangat berbahaya.
أَفَمَن زُيِّنَ لَهُۥ سُوٓءُ عَمَلِهِۦ فَرَءَاهُ حَسَنٗاۖ فَإِنَّ ٱللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِي مَن يَشَآءُۖ فَلَا تَذۡهَبۡ نَفۡسُكَ عَلَيۡهِمۡ حَسَرَٰتٍۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ
“Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (Fathir 8).
Bahayanya Sikap Ghuluw
Begitulah al-Quran ini diturunkan sebagai hukum dan peraturan bagi umat manusia. Di dalamnya terkandung pelajaran bagi setiap yang membaca dan mempelajarinya. Sehingga hampir sebagian besar berisi tentang sejarah umat terdahulu, yang seringkali durhaka kepada Allah dan rasul-Nya.
Dan itulah sikap ghuluw yang sangat perlu diantisipasi oleh generasi saat ini, karena sikap ghuluw inilah yang menyebabkan rusaknya umat pada saat itu. Dengan dikemukakannya sejarah tersebut tentu dimaksudkan agar kita tidak terjebak dengan perilaku ghuluw sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas.
Mengagumi utusan Allah secara berlebihan adalah di antara sikap ghuluw umat terdahulu. Yakni di antaranya umat Nabi Isa yang akhirnya menganggap bahwa beliau adalah anak Allah.
Demikian pula orang-orang Yahudi yang menganggap Uzair adalah anak Allah. Dan dua keyakinan tersebut itu berlangsung sampai saat ini. Padahal mereka dalam kesesatan yang nyata dan amat jauhnya dari jalan kebenaran.
Demikian pula sikap ghuluw lainnya adalah bahkan membunuh para nabi yang diutus di tengah-tengah mereka.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡفُرُونَ بِآيَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلنَّبِيِّنَ بِغَيۡرِ حَقّٖ وَيَقۡتُلُونَ ٱلَّذِينَ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡقِسۡطِ مِنَ ٱلنَّاسِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih. (Ali ‘Imran 21)
Maka sikap ghuluw haruslah dihindari, kekaguman kita kepada siapapun, termasuk kepada Rasulullah atau juga kepada orang-orang shaleh. Haruslah ditempatkan secara benar untuk kemudian tidak mendudukkan beliau itu dan orang-orang shaleh sebagaimana umat terdahulu, yaitu yang mendudukkan nabinya dianggapnya sebagai bagian dari memiliki sifat ketuhanan yang dianggapnya sebagai tuhan.
Kita ingat dalam sejarah Rasulullah, bahwa di sekitar Kakbah pada masa jahiliah ada sekitar 350 berhala yang merupakan perwujudan dari tokoh-tokoh masyarakat yang dikagumi sebelumnya. Proporsional dalam hal ini sangat dibutuhkan, sehingga kita tetap istiqamah di jalan Allah SWT.
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (al-Qalam 7).
Mudah-mudahan kita selalu dalam bimbingan dan petunjuk Allah SWT. Amien. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Ghuluw, Melampaui Batas dalam Agama ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 13 Tahun ke-XXV, 18 Desember 2020/3 Jumadl Ula 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.