PWMU.CO – Fachrodin Award, Apresiasi Keteladanan Tokoh Lokal. Sebab, kecerdasan apapun tak terlihat jika tidak dipublikasikan. Hal itu disampaikan Prof Dr Dadang Kahmad MSi dalam webinar dan penganugerahan Fachrodin Award 2020, Sabtu (19/12/20).
Dalam webinar Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang mengangkat tema Keteladanan Tokoh Lokal: Kontribusi Muhammadiyah Memajukan Negeri, Ketua PP Muhammadiyah itu mengungkapkan dengan Fachrodin Award (FA) ini bisa menggugah semua orang, termasuk kader-kader Muhammadiyah untuk berani menulis, berani mengungkapkan pikiran, berani mempublikasikan apa yang ada dalam pikiran kita.
“Dengan Fachrodin Award ini kita ingin membangkitkan tradisi menulis sekaligus membaca baik,” ujarnya.
Dia menjelaskan acara ini sebagai rangsangan untuk kader Muhammadiyah untuk berani menulis dengan kebenaran secara lugas dan bertanggung jawab.
Islam Satu-satunya Agama Perintahkan Membaca
Dadang mengungkapkan kitab suci satu-satunya yang memerintahkan untuk membaca itu cuma al-Quran. Kaum Muslimin, Muhammadiyah secara khusus, harus memiliki semangat literasi ini.
Muhammadiyah, lanjutnya, sejak awal ingin budaya tulis-menulis itu menjadi bagian dari kehidupan yang hari ini masyarakat kita sangat lemah dua budaya tersebut. Jumlah orang yang membaca secara intensif cuma 0,01 persen dari 270 jutaan.
“Ini berarti hanya 27 orang yang membaca. Maka, perlu perhatian kita bersama dan Muhammadiyah sejak awal sangat respek dengan hal ini.”
Junjung Tinggi Melek Literasi
Dadang memaparkan dalam acara Fachrodin Award ini kita bisa mengambil dua hikmah. Pertama, meneladani tokoh lokal yang sudah merata di seluruh Indonesia dan itu belum terpublikasikan secara luas. Bagaimana keunikan kegiatan Muhammadiyah di daerah-daerah.
“Maluku Utara yang Muhammadiyah-nya sangat luar biasa walaupun jumlah penduduknya sangat sedikit. Daerah NTT, Maumere, dan Kupang, umat Islam hanya 10 persen dan mungkin Muhammadiyah-nya mungkin cuma satu persen tetapi mereka punya karya-karya luar biasa,” jelasnya.
Dengan adanya Fachrodin Award ini, sambungnya, kita secara langsung bisa mengetahui variasi-variasi perkembangan Muhammadiyah di wilayah masing-masing daerah di Indonesia secara keseluruhan.
Kedua, Muhuhammadiya secara awal menjunjung tinggi melek literasi. Fahrudin ini, menurutnya, adalah seorang tokoh yang sangat gigih. Dia tidak mengalami pendidikan formal tetapi dengan otodidak. “Dia sangat pintar dengan membaca buku,” tuturnya.
Majelis Pustaka dan Informasi
Dadang menjelaskan sosok Fachrodin adalah pendiri majelis pustaka atau lembaga pustaka pertama kali di Muhammadiyah yang sekarang dikenal dengan Majelis Pustaka dan Informasi.
“Ini menjadi kebanggaan kita bersama bahwa Muhammadiyah sangat perhatian dengan melek literasi,” ungkapnya.
Dia menguraikan Indonesia sedikitnya kurang beruntung karena perpindahan tradisi lisan ke tradisi menulis mendapatkan hambatan.
“Saya kurang tahu apakah hambatannya belum siap menerima transformasi informasi digital atau apa sehingga mengakibatkan tradisi menulis kita sangat rendah,” tandasnya. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.