PWMU.CO – Prof Asjmuni Abdurrahman, Pimpin Majelis Tarjih Hadapi Isu-Isu Kontemporer saat menjadi Ketua Majelis Tarjih 1990-1995.
Muhammadiyah merupakan organisasi masyarakat Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan di Kauman, Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan dengan berlandaskan gerakan Islam, dakwah, dan tajdid. Dengan begitu, warga Muhammadiyah perlu mengenal tokoh yang telah berjuang dan bergerak merintis berdirinya persyarikatan ini.
Prof Drs KH Asjmuni Abdurrahman, lahir di Yogyakarta pada 10 Desember 1931. Seorang guru besar bidang Hukum Islam di IAIN Yogyakarta –kini UIN Sunan Kalijaga—pada 1943-1947 . Pendidikan dasarnya dimulai di kota kelahirannya lalu melanjutkan ke Sekolah Rakyat Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Lepas dari Muallimin, pada 1953 Asjmuni melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Hakim Agama (SGHA), dan mendapatkan gelar sarjananya pada tahun 1963. Selain mengikuti pendidikan formal di SHGA, pada 1971, sang kiai juga mengikuti beberapa pendidikan informal seperti Post Graduate Course (PGC) Fiqh.
Berkarakter Lugas dan Tegas
Tujuh tahun berselang, Prof Asjmuni, begitu sapaannya, mengikuti kursus pendidikan Sekolah Staf dan Piminan Administrasi (SESPA). Pendidikan informal tersebut ditempuhnya, saat menjabat sebagai staf pengajar dan Asisten Guru Besar di lingkungan perguruan tinggi di IAIN Sunan Kalijaga.
Seiring berjalannya waktu, spesifikasi dan keahliannya tampak dalam bidang ilmu fikih maupun berkaitan dengan ijtihad, tarjih, serta beberapa persoalan hukum Islam kontemporer.
Mengenal Prof Asjmuni bisa dilihat dari kepribadiannya. Sosoknya tercermin berwawasan luas, sederhana, kalem, serta selalu lugas dan tegas, terutama dalam bidang ilmu fikih atau masalah hukum Islam.
Kemampuannya dalam ilmu fikih semakin terasah kala belajar di Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Di sana, dia tidak hanya tekun belajar, tapi juga bersentuhan secara langsung dengan literatur-literatur klasik hukum Islam. Alhasil, kemampuannya dalam bidang tersebut dapat benar-benar dikuasainya.
Asjmuni memulai karir pekerjaannya sebagai karyawan Departemen Agama DKI Jakarta pada tahun 1953 hingga 1957. Sejak 1957 sampai tahun 1963, dia menjadi pegawai Departemen Agama yang mendapat tugas belajar di PTAIN Yogyakarta.
Baru pada 1964 hingga 2008 Asjmuni resmi sebagai dosen di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga. Selain mengajar di IAIN Sunan Kalijaga, ia juga mengajar di beberapa perguruan tinggi lainnya, seperti Universitas Islam Indonesia (UII) maupun di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), serta bertabligh di masjid-masjid Yogyakarta.
Asjmuni termasuk sukses dalam meniti karir. Berturut-turut pada tahun 1964-1972 dipercaya menjadi Wakil Dekan Syariah IAIN Sunan Kalijaga. Kemudian menjadi Ketua Jurusan Qadla atau Ahwal al-Syahsiyah (Peradilan Agama) tahun 1971-1975. selanjutnya menjabat Pembantu Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1975-1980, dan sebagai Dekan Fakultas Syariah periode 1981-1984.
Masalah Kontemporer
Pada 25 Mei 1996, Asjmuni resmi diangkat sebagai guru besar dan membacakan pidatonya yang berjudul ”Sorotan terhadap Beberapa Masalah sekitar Ijtihad.”
Asjmuni sejak kecil tinggal dan dibesarkan dalam pendidikan keluarga Muhammadiyah dan telah lama terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan Muhammadiyah. Namun sejak tahun 1970, ia lebih banyak aktif di Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Pada 1990-1995, Prof Asjmuni dipercaya sebagai Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah. Ketika itu, isu emansipasi wanita, gender, bayi tabung, inseminasi buatan, keluarga berencana (KB) dan kasus-kasus Islam kontemporer sedang marak dibicarakan. Pada masanya, banyak dihasilkan tafsiran-tafsiran dan ketetapan hukum (keputusan tarjih) Muhammadiyah terkait persoalan-persoalan kontemporer tersebut.
Prof Asjmuni termasuk golongan tokoh perkembangan babak baru Tarjih di Muhammadiyah. Dalam masa ini, sering disebut dengan periode dinamika dan penentuan hukum Islam, tarjih, serta gagasan baru tentang pemikiran Islam yang mulai muncul. Setelah itu, Majelis Tarjih diubah dengan ruang yang mencakup hukum Islam lebih luas, yaitu Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Aceh, pada 1-5 Juli 1995, Asjmuni diamanahi sebagai salah satu anggota dari 13 Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1995-2000. Asjmuni mengemban amanah sebagai Koordinator Bidang Tabligh Tarjih dan Pengembangan dan Pemikiran Islam. Pada Muktamar ke-44 di Jakarta, Asjmuni tetap dipercaya mengemban tugas yang sama di PP Muhammadiyah periode 2000-2005.
Di balik keunggulannya, Prof Asjmuni termasuk sosok pribadi yang tidak suka berdebat. Dia enggan berpolemik pada hal-hal yang tidak substansial atau sesuatu yang tidak berlandaskan hukum Islam. Menurutnya, hukum Islam tidak dapat disalahtafsirkan ataupun diselewengkan. Karena dasar hukum yang diambil merupakan sumber hukum yang bersifat qath’i , tetap.
Berkiprah di MUI
Prof Asjmuni juga aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI), selain aktif di Muhammadiyah dan kampus. Ia pernah menjadi Ketua MUI Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode 1995-2000; kemudian menjadi anggota pleno MUI pusat, dan setelah itu aktif sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI pusat periode 1995-2000. Profesor Asjmuni juga pernah dipercaya sebagai Ketua Konsorsium Ilmu Fiqh Indonesia, dan Ketua Forum Studi Hukum Islam Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bebebepa karyanya telah diterbitkan dalam bentuk buku, yaitu Qaidah-qaidah Fiqih (1976), Pengantar Kepada Ijtihad (1978), Pencangkokan dalam sorotan Hukum Islam (1982), Ta’aradhul Adillah dan Jalan Keluarnya (1982), Kedudukan Adat Kebiasaan dalam Hukum Islam (1982), Hukum Islam dan Tujuannya (1983), Hukum Syar’i dan Pembagiannya (1983), dan Metode Penetapan Hukum Islam (1986).
Profesor Asjmuni pernah mendapat Piagam Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya dari Presiden Soeharto pada tahun 1979, serta memperoleh piagam tanda penghargaan dari Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai dosen teladan Fakultas Syariah pada tahun 1974.
Dia menikah dengan Siti Chasanah, seorang aktivis Aisyiyah Yogyakarta pada 13 Juni 1960. Dari pernikahannya tersebut, Prof Asjmuni dikaruniai tiga orang anak. Ketiganya adalah Muhammad Mulyadi Agus Widodo SE, drg Siti Rahayu, dan Yasrin Nur Fajriyati. Kini Asjmuni tinggal di Jalan Sidomukti Nomor 733 RT 18 RW 17 Babadan, Banguntapan, Yogyakarta. (*)
Mengenal Prof Asjmuni Abdurrahman, Ketua Majelis Tarjih 1990-1995. Penulis Faizatul Cholidah. Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.