Keutamaan Amalan Nabi Daud ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Keutamaan Amalan Nabi Daud ini berangkat dari hadits riwayat Bukhari.
عَنْ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. رواه البخاري
Dari Al Miqdam Radliallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud memakan makanan dari hasil usahanya sendiri”.[HR. al Bukhari]
Nabi Daud dalam Al-Quran
Nabi Dawud alaihissalam, merupakan nabi yang diutus oleh Allah kepada bani Israil, beliau adalah keturunan Nabi Ibrahim dari jalur nabi Ya’qub alaihimussalam, dari Yahudza. Dan begitulah kebanyakan mereka ingkar terhadap rasul yang diutus.
لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۢ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ٧٨
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (al-Maidah 78)
Nabi Daud dalam mengemban risalah kenabiannya menerima kitab Zabur.
وَلَقَدۡ فَضَّلۡنَا بَعۡضَ ٱلنَّبِيِّيْنَ عَلَىٰ بَعۡضٖۖ وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورٗا ٥٥
Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (al-Isra’/55)
Prestasi Nabi Daud adalah ketika dalam peperangan beliau mampu membunuh Jalut. Dan kemudian dia menjadi raja setelah meninggalnya Thalut.
فَهَزَمُوهُم بِإِذۡنِ ٱللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُۥدُ جَالُوتَ وَءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَعَلَّمَهُۥ مِمَّا يَشَآءُۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّفَسَدَتِ ٱلۡأَرۡضُ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٥١
Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (al-Baqarah 251)
Bekerja dengan Kedua Tangannya
Dalam hadits di atas Rasulullah menyampaikan tentang amalan istimewa Nabi Daud. Bahwa apa yang beliau makan adalah hasil jerih payahnya sendiri (min ‘amali yadihi). Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Daud selalu bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya sekalipun ia adalah seorang raja. Beliau tidak menumpukan kebutuhannya pada jabatan yang sedang diembannya.
Hal ini juga menunjukkan bahwa berusaha atau ikhitiar itu haruslah dilakukan terlebih dahulu baru bertawakkal. Karena tawakkal sebelum berusaha menunjukkan sifat yang lemah pada diri seseorang. Semangat untuk berusaha haruslah selalu ada pada setiap hamba dan hal itu merupakan bagian dari ibadah kepada Allah.
Dalam hadits yang lain juga disampaikan puasa Nabi Daud adalah amalan maksimal bagi seorang hamba, yaitu sehari berpuasa sehari berbuka (yashumu yauman, wa yufthiru yauman).
Demikian pula dengan shalatnya. Tidurnya sampai tengah malam, lalu Nabi Daud shalat sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam (yanamu nishfal lail, wa yaqumu tsulutsahu wa yanamu sudusahu).
Rasulullah Tidak Memberatkan Umatnya
Dalam melaksanakan ibadah mahdhah, Rasulullah SAW berusaha tidak memberatkan umatnya. Dan hal itu menunjukkan kasih sayang yang begitu besar kepada kita. Sehingga apa yang Rasulullah SAW sampaikan tentang ibadahnya Nabi Daud kepada kita adalah sebagai amalan maksimal yang boleh dilakukan oleh seorang hamba.
Sebagaimana pula dalam suatu riwayat, Rasulullah tidak selalu keluar ke masjid saat Ramadhan untuk shalat tarawih, karena khawatir dianggap wajib oleh umatnya. Dan hal itu akan memberatkan umat beliau.
Oleh karena itu, seyogianya—bagi kita umat Rasulullah— untuk tidak mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan menurut syara’, yang berakibat memberatkan bagi umat ini.
Hukum haruslah diletakkan pada porsinya masing-masing, yang wajib ya haruslah dianggap sebagai kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan, itupun wajib ini di bagi dua yaitu ‘ain dan kifayah.
Demikian pula yang sunnah ya harus dianggap sebagai sunnah dan tidak berubah menjadi wajib. Apalagi yang telah jelas tidak wajib dalam syara’ tidak perlu kemudian dianggap menjadi wajib walaupun dengan alasan adat atau budaya sekalipun.
Agama ini telah dimudahkan oleh Allah dan Rasul-Nya sedemikian rupa. Maka seyogianya umat ini tidak menjadi merasa berat terhadap setiap apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya itu. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Keutamaan Amalan Nabi Daud ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 14 Tahun XXV, 25 Desember 2020/10 Jumadil Ula 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.