
PWMU.CO – Ketua Pengurus Panti Asuhan Yatim Al-Mizan Wafat. Innalilahi wainna ilaihi rajiun. Kabar duka kembali datang dari Lamongan. Salah satu kader terbaik Muhammadiyah—HM Hannas Suhhamto—meninggal dunia pada usia 56 tahun, Ahad (3/12/2021).
Dia wafat di ruang isolasi ICU Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Sejak Selasa (29/12/2020), ia bersama istrinya dirawat di rumah sakit ini. Jenazah dimakamkan dengan protokol Covid-19 di Pekuburan Islam Kelurahan Jetis Lamongan.
Hannas wafat meninggalkan seorang istri, Zullatifa (55 tahun)—guru MAN Lamongan—dan dua putri. Yaitu Maulida Izzati Karima, lulusan Fakultas Kedokteran Unair, dan Faricha Maf’ula, lulusan Pascasarjana Universitas Malaysia.
“Saya ikhlas atas kepergian suami saya menghadap pencipta-Nya. Banyak pelajaran tuntunan hidup pahit dan getirnya perjuangan dari almarhum. Beliau tidak pernah takut atau sungkan pada siapa pun mengatakan ‘tidak’ kalau menurut keyakinannya memang ‘tidak’,” kata Zullatiah mengenang.
Aktivis Muhammadiyah
Hannas dikenal sebagai aktivis persyarikatan. Sebagai Ketua Pengurus Panti Asuhan Yatim dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan. Juga menjadi anggota Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan sejak tahun 2005 sampai 2020.
Dia juga dikenal sebagai aktivis masjid. Ia selalu mengikuti Pengajian Ahad Pagi di Masjid Al Azhar Muhammadiyah Lamongan Selain itu ia adalah Ketua Komite SD Muhammadiyah 1 Lamongan. Di luar persyarikatan, Hannas adalah Kepala SMA Negeri Mantup Lamongan.
Hannas Suhhamto lahir di Desa Sukobendu, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan, 14 Desember 1964, putra H Randim Roesanto, tokoh Muhammadiyah Sukobendu.
Dia menyelesaikan Pendidikan Matematika Diploma III dari ITS. Sarjana Matematika diraih dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Sedangkan Pascasarjananya ditempuh di Universitas Adibuana PGRI Surabaya (Unipa).

Hannas di Mata Orang Terdekat
Menurut dr M Samsu Dluha—adik bungsunya—Hannas sudah seperti orang tua sendiri. “Karena sejak kecil saya sudah ditinggal bapak. Ia yang membimbing saya dan mengarahkan sekolah sampai saya menjadi dokter,” kata dia yang selama enam hari menemaninya sampai detik-detik wafatnya.
Mas Hannas, sambungnya, menjadi teladan bagi adik-adiknya. Tutur katanya halus. Penyabar dan tidak mudah marah. Wawasannya luas.
Rasa duka yang mendalam disampaikan juga oleh Wakil Kepala SMAN Paciran Muhammad Ghozi. “Pada saat bertugas di SMAN Paciran selama enam tahun, Pak Hannas telah menorehkan sejarah. Ia sangat getol untuk menyelesaikan pembangunan Masjid Darussalam di sekolah. Ia juga memimpin penggunaan Masjid Darussalam untuk shalat Jumat dan shalat lima waktu,” ungkapnya.
Menurut dia, Hannas orangnya sangat disiplin. Selalu datang lebih awal dan pulang lebih akhir. “Dengan anak-anak juga dekat. Dengan sesama guru juga tidak ada sekat”, kenang Muhammad Ghozi yang pernah menjadi aktivis IPM dan Pemuda Muhammadiyah itu.
“Beliau juga paling suka dengan kebersihan dan kerapian. Sehingga tak heran jika setiap datang pagi di sekolah beliau biasa njumputi sampah dan mencaputi rumput di taman sendiri,” tambahnya.
Menurut Ikfi Zainal Mustofa—Sekretaris Pengurus Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan—Hannas itu orangnya sangat terbuka. Mau menerima saran dan masukan dari siapa pun. Ia supel dan suka berbaur dengan bawahan.
“Ia sangat serius dengan program yang yang sudah direncanakan. Terkait dengan pembangunan, mencoba realistis dengan kondisi keuangan. Jadi tidak memaksakan,” jelas Kepala Kantor PDM Lamongan ini.
Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Lamongan Mohammad Said juga sangat kehilangan atas wafatnya Hannas Suhhamto. “Saya sangat kehilangan. Ia tenaga potensial di majelis. Selama tidak benturan dengan kegiatan dinasnya ia selalu hadir di rapat.” ujarnya.
“Semoga Pak Hannas mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Segala dosanya diampuni. Dan keluarga yang ditinggal mengikhlaskan dengan penuh kesabaran,” tambahnya. (*)
Penulis Fathurrahim Syuhadi. Editor Mohammad Nurfatoni.