Politisi Berjiwa Negarawan, Almarhum Ali Taher Parasong di Mata Prof Zainuddin Maliki. Tulisan ini secara khusus ditulis oleh Prof Dr Zainuddin Maliki MSi—Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN—untuk mengenang koleganya itu yang wafat Ahad (3/1/2021).
PWMU.CO – Hati saya sudah was-was ketika menerima kabar Saudaraku Dr HM Ali Taher Parasong SH MHum (ATP), Ketua Fraksi PAN di MPR RI dilarikan ke rumah sakit. Namun kemudian sedikit tenang karena hari pertama dirawat di RSI Jakarta Cempaka Putih masih bisa WhatsApp menjawab pesan dan doa kesembuhan dari saya.
Saudaraku ATP—begitu saya suka memanggilnya—hari itu 29 Desember 2020 menyampaikan syukur bisa dirujuk dari RS Melati Kota Tangerang dan sudah dirawat di ruang perawatan biasa.
“Alhamdulillah saya sudah pindah ke ruang perawatan biasa. Dukungan yang tulus menjadi doa, menambah spirit buat saya,” begitu catatan WhatsApp-nya. Saya pun berbesar hati dan punya harapan sembuh diberitahu sudah keluar dari ruang isolasi.
Saya sampaikan doa, semoga Allah segera angkat penyakit saudaraku ATP, terus mengguyur kebaikan, kebarakahan, kenikmatan rezeki, kesehatan, keselamatan dan surga-Nya.
Saudaraku ATP, anggota dan pernah menjadi Ketua Komisi VIII DPR RI itu sudah saya kenal sejak awal saya menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya tahun 2003. Belakangan komunikasi saya semakin intens sebagai kawan sefraksi. Ruang kerja saya bersebelahan di Gedung Nusantara I lantai 20 dan sama-sama di Badan Legislasi DPR RI.
Ghirah-nya dalam memberdayakan yang lemah, mereka yang miskin dan mencerdaskan umat serta anak bangsa begitu rampak kasat mata. Itulah sebabnya permintaannya untuk membantu membesarkan Universitas Muhammadiyah AR Fachruddin (Unimar) Tangerang pun saya sambut dengan suka cita.
Tentu saya siap membantu. Setidaknya bisa membantu komunikasi dengan Mendikbud dan jajarannya sebagai mitra saya di Komisi X jika dibutuhkan.
Ketika mengunjungi kampus Unimar, saya memperoleh banyak penjelasan berbagai rencana besarnya. Saya diminta jadi pengarah percepatan penggabungan Sekolah Tinggi Farmasi dan Sekolah Tinggi Teknik Mutu menjadi Unimar.
Melihat semangat, kesungguhan, dan kapasitas saudaraku ATP sebagai rektor saya optimis tentang masa depan kampus Unimar Tangerang.
Namun hati ini kembali menciut setelah baca pesan WhatsApp Saudaraku ATP hari itu, untuk tetap cuci tangan, pakai masker, dan menjaga jarak. Dalam hati saya, berarti serius Covid-19 yang menimpa Saudaraku ATP, apalagi sempat semalam harus dirawat di ruang isolasi.
Kenangan Bahas Rumitnya UU Omnibus Law
Sesungguhnyalah saya benar-benar merasa sangat kehilangan ditinggalkan pejuang seperti Saudaraku ATP. Seperti belum hilang ingatan saya bagaimana bersama almarhum diberi tanggung jawab menangani tugas rumit dari Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional) untuk menjadi panja RUU serumit RUU Cipta Kerja.
Semua tahu RUU Omnibus Law ini merupakan usulan pemerintah. Partai pemenang pemilu, notabene koalisi partai-partai besar, jelas sekali usahanya untuk bisa mengawal RUU yang mendapat sorotan publik ini.
Saya sempat interupsi sesaat setelah Surat Presiden (Surpres) dibacakan tanggal 22 Januari 2020 di rapat paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II tahun sidang 2019-2020. Kami mengajak untuk mewaspadai kemungkinan munculnya penumpang gelap Omnibus Law dalam hal ini adalah para pemburu rente atau pelaku pasar yang bermoral hazard.
Sebuah perjuangan yang tidak mudah untuk bisa mengubah dan atau menghapus banyak pasal usulan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat kecil. Mulai dari penggunaan lahan, tenaga kerja asing, pesangon dan upah buruh, hak cuti, perjanjian kerja waktu tertentu, soal PHK, penetapan kawasan hutan, pengelolaan minyak, listrik maupun energi serta banyak pasal lain yang krusial.
Sebut misalnya HGU diusulkan 90 tahun. Masyarakat luas termasuk Pimpinan Pusat Muhammadiyah seperti yang disuarakan oleh Pak Busro Muqaddas mengecam keras usulan ini karena di masa pemerintah kolonial saja hanya ditetapkan paling lama 70 tahun.
Pasal lain yang tak kalah krusial menyangkut pendidikan. Ada usulan dari pemerintah untuk mengizinkan perguruan tinggi asing tak terakreditasi buka di sini tanpa harus kerja sama dengan dosen atau perguruan tinggi dalam negeri.
Bisa-bisanya pendidikan dimasukkan kedalam salah satu kluster RUU yang digagas untuk memudahkan perizinan usaha ini. Masyarakat memprotes keras karena dengan demikian pendidikan tidak lagi ditempatkan sebagai lembaga nirlaba dengan fungsi memanusiakan manusia, tetapi ditempatkan sebagai lembaga bisnis dengan fungsi mengejar keuntungan.
Tak semua bisa diubah seperti yang diharapkan masyarakat luas, sehingga masih muncul gerakan protes terhadap keberadaan UU Ciptaker ini. Namun setidaknya Fraksi PAN berhasil memaksa DPR menghapus dan atau mengeluarkan sejumlah pasal tak masuk akal. Tak ada lagi HGU 90 tahun. Pendidikan dikeluarkan dari klaster RUU Cipta Kerja.
Saya menjadi saksi dari kapasitas dan kapabilitas dalam melakukan lobby dan komunikasi yang dilakukan Saudaraku ATP. Di bawah kordinasi Ketua Kelompok Fraksi PAN di Baleg Dessy Ratnasari, kami selalu berdiskusi dan berusaha dengan tekad kuat membangun negeri memihaki bangsa sendiri.
Bertekad memperjuangkan lahirnya UU yang bisa menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat, sejahtera, adil dan berkemajuan. Gelar doktor di bidang ilmu hukum membuat Saudaraku ATP memiliki kemampuan menyampaikan gagasan mengenai pasal-pasal krusial dalam RUU Cipta Kerja ini dengan baik.
Pemihakan kepada rakyat kecil juga disampaikan dengan sangat jelas bahkan dilakukan dengan penuh penghayatan. Pasalnya, ia sendiri berangkat dari rakyat kecil.
Dia terlahir di sebuah desa kecil, Lamakera, Solor Flores Timur merantau ke Jakarta dengan bekal seadanya. Dengan semangat tak kenal menyerah, Saudaraku ATP berhasil melakukan mobilitas vertikal hingga menjadi seorang pejuang, akademisi, dan politisi senior.
Komunikasi yang Sejuk
Saudaraku ATP mewariskan pandangan dan sikap inklusif, sehingga—setidaknya seperti yang saya lihat—semua fraksi di Baleg merasa banyak menerima masukan dan pandangan yang menyejukkan. Tidak berlebihan jika ia dikategorikan seorang politisi yang berjiwa negarawan.
Pernah sidang panja RUU Cipta Kerja memanas antara fraksi yang memihaki pengusaha dengan fraksi yang memihaki kelas pekerja.
Dalam suasana memanas itu Saudaraku ATP menegaskan bahwa UU ini dibuat untuk memberi jalan pengusaha bisa terus berkembang, tetapi UU ini juga harus bisa memberdayakan yang lemah.
Lebih dari itu—demikian ia menegaskan dengan suara bergetar—UU yang kita buat harus bisa mengubah air mata kesedihan menjadi air mata kebahagiaan bagi semua anak bangsa di negeri ini.
Komunikasinya sejuk, namun tegas dengan argumen yang mendalam hingga menyentuh akar filosofis dan bahkan teologis. Hal inilah yang membuat Saudaraku ATP bisa membawa kedalam suasana kebatinanya semua peserta rapat-rapat panja yang juga selalu dihadiri unsur pemerintah. Tidak aneh kalau mereka lalu banyak yang memanggilnya sebagai ayahanda.
Tak pelak banyak pihak merasa kehilangan ketika mendadak ia harus dipanggil menghadap Al-Khaliq. Saya sedih mengikuti tayangan pemakaman jenazah yang dihadiri Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Daulay, yang menggunakan protokol kesehatan Covid-19.
Saudaraku ATP telah mendahului kita dengan meninggalkan legacy dan inspirasi dalam memperjuangkan nilai-nilai moral dalam ranah politik. Semoga Allah mengampuni dosa dan khilaf-nya, serta disiapkan tempat mulia di surga-Nya. Amin! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni