Hadits-Hadits tentang Bolehnya Wanita Ziarahi Kubur, ditulis oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA, Direktur Turats Nabawi Pusat Studi Hadits.
PWMU.CO – Sewaktu dinas di Universitas Imam Ibnu Su’ud di Saudi Arabia saya pernah membaca artikel seorang tokoh ulama Saudi Arabia bahwa wanita diharamkan ziarah kubur secara mutlak.
Pemikiran seperti inilah yang akhirnya dibawa masuk ke Indonesia oleh beberapa mahasiswa atau para mukimin sepulang studi mereka dari Saudi Arabia.
Itulah sebabnya sewaktu mengisi pegajian Masyarakat Madani di Tulungagung ada jamaah yang ingin klarifikasi apa yang pernah ia dengar dari radio Salafi bahwa wanita tidak diperbolehkan menziarahi kubur.
Akar masalahnya, disamakan redaksi hadits “zairat qubur” dengan “zawwarat qubur”. Padahal kedua redaksi itu memiliki konotasi yang berbeda. Sehingga, hadits-hadits yang menghapus larangan ziarah kubur, di-takhshis dengan wanita. Maknanya, dahulu aku (Nabi SAW) melarang kalian ziarah kubur, sekarang silakan kalian menziarahinya, kecuali para wanita tetap aku melarangnya.
Hadits Pelaknatan Wanita Menziarahi Kubur
Hadits pelaknatan wanita yang menziarahi kubur ditemukan dengan dua redaksional. Pertama Allah melaknat “zairat” kubur, dan kedua Allah melaknat “zawwarat” kubur.
Hadits dengan redaksi pertama “zairat qubur”
a. Hadits Ibnu Abbas
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ
Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW melaknat para wanita peziarah kubur.
HR Hakim: 1384 Ibnu; Hibban: 3179; Abu Dawud: 3236; Tirmidzi: 320; Nasai: 2043; Nasai dalam Kubra: 2181, 7206; Ahmad: 2029, 2030; 2603, 2984, 3118, Musnad Ibnu Ja’ad: 1500; Thabrani dalam Kabir: 12725; Ibnu A’rabi dalam Mu’jam: 632; Ibnu Abi Syaibah: 7549, 11814 dengan sanad semuanya dari Muhammad bin Juhadah, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas.
Kasus: Semua kodifikator meriwayatkan hadits di atas dari Abu Shalih. Ia adalah budak kemerdekaan Umu Hani binti Abu Thalib—ada yang menamai Badzan ada pula yang menamai Badzam. Ia dinilai jumhur kritikus dhaif (lemah), kecuali hanya oleh Ijli. Bahkan dinilai dusta oleh Ismail bin Abi Khalid dan al-Azdi. Ibnu Hajar dalam Taqrib menilainya dhaif mudallis.
Dengan demikian hadits pelaknatan wanita menziarahi kubur dengan redaksi “zairat qubur” yang diriwayatkan Ibnu Abbas ITU lemah.
b. Hadits Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَعَنَ الله زائرات القبور
Dinarasikan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW. bersabda: Allah melaknat para wanita peziarah kubur.
HR Ibnu Hibban: 3178.
Kasus: Dalam sanad hadits ini terdapat perawi Umar bin Abi Salamah yang dinilai lemah.
c. Hadits Hassan bin Tsabit
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ
Dinarasikan Abdurrahman bin Hassan bin Tsabit dari bapaknya: Rasulullah SAW melaknat para wanita peziarah kubur.
HT Baihaqi dalam Shaghir: 1157; Ibnu Abi Syaibah: 11823
Kasus: hadits ini diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Bahman dari Abdurrahman bin Hassan bin Tsabit dari bapaknya (Hassan bin Tsabit).
Dalam sanad hadits ini terdapat Abdurrahman bin Bahman yang dinilai lemah. Tidak seorang kritikus pun yang menilainya tsiqah kecuali Ibnu Hibban dan Ijli. Padahal keduanya dikenal tasahul dalam tautsiq.
Sementara Ibnu Madini menilainya. la na’rifuhu. Ia dinilai Ibnu Hajar dalam Taqrib Maqbul jika diikuti, sementara tidak ada seorang pun yang mengikutinya. Dengan demikian pentashihah ulama lainnya perlu ditinjau kembali.
Hadits dengan redaksi kedua “zawwarat qubur”
a. Hadits Ibnu Abbas
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زُوَّارَاتِ الْقُبُورِ
Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW melaknat zawwarat kubur.
HR Ibnu Majah: 1575; Baihaqi dalam Kubra: 7206; dan Abu Dawud Thayalisi: 2856.
Semua kodifikator meriwayatkan hadits tersebut dari Muhammad bin Juhadah dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas. Sebagaimana paparan sebelumnya, dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Abu Shalih yang dinilai lemah.
Namun ia tidak menyendiri, melainkan diikuti oleh Ikrimah dari Ibnu Abbas sebagaimana hadits yang dikeluarkan Abdurrazaq: 6704. Dengan demikian statusnya menjadi hasan.
b. Hadits Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ القُبُورِ
Abu Hurairah berkata: Sungguh Rasulullah SAW melaknat zawwarat kubur.
HR Tirmidzi: 1056; Ibnu Majah 1576; Baihaqi dalam Kubra: 7204, 7284; Ahmad: 8449, 8452, 8670, Abu Dawud Thayalisi: 2478; Bazzar: 8666; dan Abu Ya’la: 5908.
Kasus: semua kodifikator meriwayatkan hadits di atas dengan sanad Umar bin Abi Salamah, dari bapaknya dari Abu Hurairah.
Sebagaimana paparan sebelumnya. Dalam sanad ini terdapat perawi Umar bin Abi Salamah yang dinilai lemah.
c. Hadits Hassan bin Tsabit
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
Dinarasikan Abdurrahman bin Hassan bin Tsabit dari bapaknya: Rasulullah saw. melaknat zawwarat kubur.
Hr. Hakim: 1385; Ibnu Majah: 1574; Baihaqi dalam Kubra: 7205; Ahmad: 1567; Ibnu Abi Syaibah: 617; dan Thabrani dalam Kabir: 3591, 3592.
Kasus: semua kodifikator mengeluarkan hadits ini yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Bahman dari Abdurrahman bin Hassan bin Tsabit dari bapaknya (Hassan bin Tsabit). Dalam sanad hadits ini terdapat Abdurrahman bin Bahman yang dinilai lemah.
Kesimpulan, hadits pelaknatan wanita menziarahi kubur dengan redaksi “zairat qubur” semuanya lemah, dan tidak mungkin meningkat derajatnya menjadi hadits hasan. Akan tetapi dengan redaksi “zawwarat qubur”, walaupun awalnya dhaif, namun karena adanya mutabaah, maka statusnya menjadi hasan. Maka penilaian shahih terhadap hadits di atas perlu ditinjau kembali.
Larangan Umar Wanita Menziarahi Kubur
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: قَالَ عُمَرُ نَهَيْنَا النِّسَاءَ لِأَنَّا لَا نَجِدُ أَضَلَّ مِنْ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ
Dinarasikan Abdullah bin Harits, Umar berkata: Kami melarang para wanita menziarahi kubur, karena kami tidak mendapatkan peziarah yang lebih sesat daripada mereka.
HR. Ibnu Abi Syaibah: 11821.
Hadits Lain Nabi Melarang Wanita Menziarahi Kubur
نُهِينا يعني: النساءَ عن زيارةِ القبورِ، ولم يُعْزَمْ علينا
Kami, para wanita, dilarang menziarahi kubur, walaupun tidak secara serius.
Hadits dengan redaksi seperti ini tidak ada dalam referensi hadits. Maka sungguh kasalahan yang sangat fatal jika ada yang mengatakan hadits itu dikeluarkan Muslim, apalagi dikeluarkan Bukhari dan Muslim.
Yang benar dengan redaksi “kami dilarang mengikuti pemakaman jenazah” sebagaimana yang akan dipaparkan pada babnya.
Fikih Sunah
Pelarangan wanita menziarahi kuburan dengan redaksi “zairat qubur” adalah dhaif. Makna “zairat qubur” adalah para wanita peziarah kubur. Adapun atsar dari Umar disebabkan fenomena yang dianggap keluar dari etika ziarah kubur. Maka secara substansi tidak mungkin dimaknai pelarangan secara mutlak.
Adapun pelarangan wanita menziarahi kubur dengan redaksi “zawwarat qubur”, memiliki beragam makna. Ada yang memahami lafadz itu jama’ (prural dari zuwarah) yang perarti para wanita yang sering menziarahi kubur, ada juga yang memaknai semua orang lelaki dan perempuan yang dalam menziarahi kubur rawan dalam aspek teologis.
Seperti di Indonesia, setiap malam Jumat Legi embah harus diziarahi, jika tidak nantinya marah-marah dan sebagainya. Pada aspek seperti inilah manusia akan terjebak dalam kesyirikan seperti perilaku jahiliah, yakni kasus sewaktu dilarangnya oleh Rasulullah SAW
Jika mengacu pada pemaknaan yang terakhir, yakni yang berkonotasi keajekan menziarahi makam orang-orang tertentu, maka pelaknatan itu sifatnya sangat keras, bahkan menjurus haram, walaupun pelakunya laki-laki atau perempuan. Namun jika mengacu pada makna pertama, bahwa wanita jika sering-sering menziarahi kubur, dikawatirkan seperti fenomena yang dikatakan Umar bin Khatthab.
Berbagai spekulasi penyebab dilarangnya wanita sering menziarai kuburan adalah ketidaksabaran mereka, banyaknya tangisan histeri, penyia-nyiaan hak suami, banyaknya wanita bertabarruj, dan berbagai kasus yang menjurus tidak ada maslahat pada ziarah mereka.
Hadits Wanita Menziarahi Kubur
Ditemukan hadits-hadits yang membenarkan wanita menziarahi kubur. Seperti berikut ini:
a. Hadits Aisyah
قَالَتْ عَائِشَةُ رضي الله عنها: أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنِّي وَعَنْ رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم؟ قُلْنَا: بَلَى، قَالَتْ: لَمَّا كَانَتْ لَيْلَتِي الَّتِي كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم فِيهَا عِنْدِي انْقَلَبَ فَوَضَعَ رِدَاءَهُ، وَخَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عِنْدَ رِجْلَيْهِ، وَبَسَطَ طَرَفَ إِزَارِهِ عَلَى فِرَاشِهِ فَاضْطَجَعَ، فَلَمْ يَلْبَثْ إِلَّا رَيْثَمَا ظَنَّ أَنِّي قَدْ رَقَدْتُ، فَأَخَذَ رِدَاءَهُ رُوَيْدًا , وَانْتَعَلَ رُوَيْدًا، وَفَتَحَ الْبَابَ فَخَرَجَ، ثُمَّ أَجَافَهُ رُوَيْدًا) (فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ, أَيْنَ خَرَجْتَ اللَّيْلَةَ؟) (قَالَ: إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ، فَنَادَانِي فَأَجَبْتُهُ، وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ، وَظَنَنْتُ أَنَّكِ قَدْ رَقَدْتِ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ، فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ، وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي، فَقَالَ لِي: إِنَّ رَبَّكَ يَأمُرُكَ أَنْ تَأتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ, فَقُلْتُ: كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأخِرِينَ, وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ)
Aisyah berkata: Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang diriku dan tentang Nabi SAW? Kami menjawab: Ya. Aisyah berkata: Saat Nabi bersanding di malam bagianku, yang waktu itu sepulang shalat Isya’, beliau meletakkan selendangnya, melepas sandalnya, merenggangkan ujung sarungnya lalu berbaring.
Begitulah sehingga beliau mengira aku telah tidur. Akhirnya diam-diam beliau mengenakan selendangnya, memakai sandalnya, lalu pergi. Aku pun jadi kawatir (cemburu). Lalu aku bertanya: Tuan hendak ke mana malam seperti ini?
Beliau menjawab: Jibril mendatangi aku, dan menyeru aku, maka aku memenuhi panggilannya, dia tidak menemui anda karena anda telah melepas pakaianmu, dan aku mengira Anda telah tidur, maka aku enggan membangunkanmu. Itulah sebabnya aku lakukan dengan perlahan agar tidak mengganggumu.
Lalu Jilbil berkata padaku: Sesungguhnya Tuhanmu memerintah tuan mengunjungi penghuni makam Baqi’ dan memohonkan ampunan buat penghuninya. Lalu aku bertanya: Apa yang aku katakan buat mereka wahai Rasulullah? Nabi SAW bersabda: Katakanlah, saat menziarahi kubur, semoga kesejahteraan untuk kalian wahai penghuni makam dari golongan mukmin dan muslim. Semoga Allah merahmati umat terdahulu dan yang terkemudian. Sesungguhnya kami akan menyusul kalian insya Allah.
HR Muslim: 974; Nasai: 2037, 3963; dan Ahmad: 24656.
Dari jawaban Rasulullah SAW menunjukkan beliau merestui wanita menziarahi kuburan, dan Nabi SAW mengajarkan bacaan apa yang layak disampaikan kepada para penghuni makam dari golongan mukmin dan muslim.
Para Wanita Peziarah Kubur
Dari pelacakan hadits juga ditemukan praktik sahabat wanita menziarahi makam baik di saat Rasulullah SAW masih hidup maupun pascawafatnya. Merekalah yang mewarisi imu Rasulullah SAW dan memahami bahwa tidak ada halangan bagi wanita untuk menziarahi makam asalkan sesuai dengan etikanya.
a. Hadits Anas RA
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: (مَرَّ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ, فَقَالَ لَهَا: اتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِي فَقَالَتْ لَهُ: إِلَيْكَ عَنِّي، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْهُ) (فَجَاوَزَهَا وَمَضَى, فَمَرَّ بِهَا رَجُلٌ فَقَالَ: مَا قَالَ لَكِ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم؟ قَالَتْ: مَا عَرَفْتُهُ, قَالَ: إِنَّهُ لَرَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم) (فَأَخَذَ بِهَا مِثْلُ الْمَوْتِ) (فَجَاءَتْ إِلَى بَابِهِ, فَلَمْ تَجِدْ عَلَيْهِ بَوَّابًا، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ, وَاللهِ مَا عَرَفْتُكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى اللهُ عليه وسلَّم: إِنَّ الصَّبْرَ عِنْدَ أَوَّلِ صَدْمَةٍ) وفي رواية: إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
Anas bin Malik RA berkata: Rasulullah SAW melintasi wanita yang menangis di makam. Lalu Rasulullah SAW menasihatinya: Bertakwalah kepada Allah dan sabarlah! Lalu ia berteriak, enyahlah dariku, sungguh Anda tidak terkena musibah seperti aku (ia tidak mengenali Nabi)
(Maka Rasulullah SAWmenjauhi dan pergi. Lalu ada seorang yang mengingatkannya: Apa yang dikatakan orang itu padamu? Ia menjawab: Aku tidak mengenalinya. Ia berkata: Dia adalah Rasulullah) (Serasa ia disambar kematian)
(Lalu ia mendatangi rumah Nabi, dan ia tidak mendapatkan satpam di pintunya. Lalu ia berkata: Wahai Rasulullah, sungguh tadi aku tidak mengenali tuan. Maka Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya kesabaran dibutuhkan pada pertama seseorang terkena musibahI. Dalam riwayat lain: Sesungguhnya kesabaran dibutuhkan pada pertama seseorang terkena musibah).
HE Bukhari: 1223, 6735; Muslim: 926; Abu Dawud: 3124; Tirmidzi: 988; Nasai: 1869; dan Ahmad: 12480.
Rasulullah SAW tidak dikenali karena beliau melintasinya di waktu malam yang sangat gelap. Rasulullah SAW hanya menasihatinya agar bersabar, dan tidak menyalahkan ia menziarahi makam serta manangisi jenazah di makam karena tangisannya tidak sampai pada batas ratapan yang dilarang.
Hadits ini menunjukkan taqrir Rasulullah SAW terhadap wanita yang menziarahi makam. Sekiranya wanita tidak diperbolehkan menziarahi makam secara mutlak, tentu Rasulullah SAW harus mengingkarinya, tidak boleh membiarkannya.
b. Hadits Abdullah bin Abi Mulaikah
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ: أَقْبَلَتْ عَائِشَةَ رضي الله عنها ذَاتَ يَوْمٍ مِنَ الْمَقَابِرِ، فَقُلْتُ لَهَا: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتِ؟ قَالَتْ: مِنْ قَبْرِ أَخِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، فَقُلْتُ لَهَا: أَلَيْسَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم نَهَى عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، كَانَ قَدْ نَهَى، ثُمَّ أَمَرَ بِزِيَارَتِهَا
Abdullah bin bi Mulaikah berkata: Aku menjumpai Aisyah pada suatu hari sepulang ia menziarahi makam. Aku bertanya padanya: Wahai Umul Mukminin, dari mana Anda?
Ia menjawab: Pulang dari menziarahi makam saudaraku. Yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar. Lalu aku bertanya lagi: Bukankah Rasulullah SAW melarang menziarahi kubur? Ia menjawab: Benar, dahulunya beliau melarang, kemudian beliau memerintah untuk menziarahinya.
HR Hakim: 1392; Ibnu Majah: 1570; Baihaqi: 6999; dan Abu Ya’la: 4871. Hadits ini dinilai shahih oleh Albani. Periksa Irwa: 775.
Hadits ini mempertajam kebolehan wanita menziarahi makam, dan tidak disangsikan kefakihan Aisyah terhadap masalah seperti ini.
Kesimpulan
Saat Rasulullah SAW melarang ziarah kubur, sasarannya adalah kaum lelaki dan wanita. Dan saat beliau menghapus hukum larangan, bahkan menyuruh ziarah kubur, maka sasarannya juga untuk kaum laki-laki dan perempuan tanpa beda.
Dengan demikian adanya hadits pelaknatan peziarah kubur tentunya kasuistik yang berdampak tidak masalah dalam ziarah kubur, tidak pandang bagi laki-laki maupun perempuan.
Maka siapa saja yang berziarah kubur agar memperhatikan etikanya, sehingga ziarah kubur merupakan bagian dari menjalani ketaatan, bukan berdampak pada kemudharatan dan kemusyrikan. (*)
Editor Mohamamd Nurfatoni
Artikel ini kali pertama dimuat majalah Matan dengan judul Wanita Ziarahi Kubur.