PWMU.CO – Di bidang ekonomi Indonesia memiliki kekayaan yang melimpah. Sayangnya, semua itu bukan karena andalnya SDM, tapi memang benar-benar karena kemurahan Allah kepada bangsa Indonesia. Yang lebih memprihatinkan, Indonesia kini sedang dikendalikan oleh kepentingan luar negeri. Bahkan banyak terjadi transaksi kontrak uang.
“Bahkan ada plesetan NPWP menjadi nomor piro wani piro (Nomer berapa berani berapa),” kata Prof Dr Zainuddin Maliki di hadapan peserta Pengajian Pimpinan dan Sosialisasi Kebijakan Program Kerja Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan 2015-2020, Ahad (30/10), di Aula Gedung Dakwah PDM Lamongan.
(Baca: Dicari, Pemimpin Muhammadiyah yang Kober)
“Mengapa bangsa yang miskin sumber daya alam dan penduduknya sedikit mampu berdiri tegak dan mendikte negara lain?” tanya Zainuddin. “Tidak lain karena mereka berkarakter kuat, beretos kerja tinggi, dan berdisiplin tinggi.”
Oleh karena itu Zainuddin mengajak warga Muhammadiyah agar memerkuat karakternya. Pertama hendaknya menjadi subyek. Orang yang ditempa dan menempa dalam gerakan, akan muncul dalam dalam jiwanya, karakter subyek. “Dialah yang selalu jadi penentu dan bukannya menjadi obyek. Memberi contoh, bukannya meniru. Di manapun tempatnya akan selalu menjadi penyeru. Saatnya kader dan warga Muhammadiyah lebih serius belajar,” ajaknya.
Kedua, jelas Zainuddin, warga Muhamamdiyah harus menjadi orang yang terdidik dan bermoral kuat. Sebab, hanya yang berkemauan keras akan menguasai yang bermental lemah. “Kita menjadi komunitas Muslim yang berkarakter, tidak goyah dengan kepentingan sesaat.”
Ketiga, warga Muhammadiyah hendaknya selalu memberi manfaat bagi orang lain. Tidak usil, tidak mengganggu dan tidak iri. “Muhammadiyah selalu memberi, tidak mengharap kembali. Sampai saat ini identitas welas asih tidak luntur,” jelasnya
Lemahnya budaya baca
Selain membahas peroslan politik ekonomi Indonesia mutakhir, Zainuddin juga membahas soal ciri bangs maju. “Bangsa yang maju, selalu ditandai dengan tradisi baca tulis yang berkembang. Karena itu toko buku-toko buku ramai dikunjungi orang. Dan budaya membaca lebih berkembang dibanding mendengar (ceramah),” papar Zainuddin.
“Kelemahan orang Indonesia, membaca 15 menit saja sudah ngantuk. Maka jangan heran, dari 65 negara di dunia, Indonesia masuk urutan 64 dalam hal kelemahan membaca dan menganalisa,” kata Zainuddin.
Menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim itu, Jepang memilih arloji sebagai industri, bukan sekedar ingin meraih keuntungan. “Tapi itu (arloji) terkait erat dengan kedisiplinan dan etos kerja.” (M Su’ud)